Powered By Blogger
http://arif-healthy.blogspot.com/

Wednesday, November 2, 2011

INFEKSI MASA NIFAS

INFEKSI MASA NIFAS A. Pengertian Infeksi masa adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman – kuman ke dalam alat – alt genital pada waktu persalinan dan nifas. Demam nifas atau morbiditas puerperalis meliputi demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, morbiditas puerperalis ialah kenaikan suhu sampai 380 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postpartum, dengan mengecualikan hari pertama. B. Penyebab Infeksi nifas umumnya disebabkan oleh bakteri yang dalam keadaan normal berada dalam usus dan jalan lahir. Gorback mendapatkan dari 70 % biakan serviks normal dapat pula ditemukan bakteri anaerob dan aerob patogen. Kuman anerob adalah kokus gram positif (Peptostreptokokus, Peptokokus, Bakteroides dan Clostridium). Kuman aerob adalah bermacam gram positif dan E. coli. Selain itu, infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh : - Streptococus haemolyticus aerobicus, ini merupakan penyebab infeksi yang berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain) - Staphylococus aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang – kadang menjadi sebab infeksi umum. Banyak ditemukan di rumah sakit. - Escherichia coli, Kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab dari infeksi traktus urinarius. - Clostridium welchii, infeksi kuman yang bersifat anerobik jarang ditemukan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis. C. Cara terjadinya infeksi : 1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alt – alt yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman – kuman. 2. Droplet infection Sarung tangan atau alat – alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan penolong. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman pathogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa aliran udara kemana-mana.Coitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasa menjadi keruh dan bau. D. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yang terpenting pada infeksi nifas ialah : Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre-eklamsia, juga infeksi lain, seperti pneumonia, penyakit jantung, dan sebagainya.Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah. E. Golongan Infeksi Nifas Dapat dibagi dalam 2 golongan : yaitu (1) infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium ; dan (2) penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe, dan melalui permukaan endometrium. 1. Infeksi pada perineum, vulva, vagina, seviks, dan endometrium Vulvitis Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ; jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangaluarkan pus. Vaginitis Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas. Servisitis Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium. Endometritis Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. 2. Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah Septikemia dan piemia Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat pathogen biasanya Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas. Pada septicemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk keperedaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia. Penyebaran melalui jalan limfe dan jalan lain Peritonitis Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan parametritis ( sellulitis pelvika). Parametritis (sellulitis pelvika) Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau sellulitis pelvika. Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yakni : 1. Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis. 2. Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai kedasar ligamentum. 3. Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika. Penyebaran melalui permukaan endometrium Salpingitis, ooforitis Kadang-kadang walaupun jarang, infeksi yang menjalar ketuba Fallopii, malahan ke ovarium. F. Gambaran Klinik Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan serviks Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, dan kadang-kadang perih bila kencing. Bilamana getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat suhu sekitar 38° C, dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil. Endometritis Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Septikemia dan piemia Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160/menit atau lebih). Penderita dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia. Pada piemia penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Satu cirri khusus pada piemia ialah bahwa berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai dengan menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Peritonitis Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang mulanya kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Sellulitis Pelvika Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri. Salpingitis dan ooforitis Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio-peritonitis. G. Diagnosis Kebanyakan demam setelah persalinan disebabkan oleh infeksi nifas. Paling sering ditemukan ialah radang saluran pernafasan (bronchitis, pneumonia, dan sebagainya), pielonefritis, dan mastitis. Dalam minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan dengan nyata adanya perluasan infeksi ; yang lebih penting ialah gejala umum. Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar porte d’entrĂ©e tampaknya sakit, suhu meningkat dengan kadang-kadang disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak. H. Prognosis Menurut derajatnya septicemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas tinggi, dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Pada Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya. I. Pencegahan Selama kehamilan Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan. Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi. Selama persalinan Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan. Selama nifas Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat. J. Pengobatan Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain. Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan. Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai. PAYUDARA BERUBAH MENJADI MERAH, PANAS, DAN TERASA SAKIT A. Pembendungan ASI (Zogstuwing, engorgement of the breast) Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun dalan 2 – 3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya Pituitary Lactogenic Hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktinoleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus – alveolus kelenjar mamae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflek yang menyebabkan kontraksi sel – sel mioepitelialyang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar – kelenjar tersebut. Reflek ini timbul jika bayi menyusu. Penyebab : - Bayi tidak menyusu dengan baik sehingga kelenjar – kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna - Putting susu datar sehingga menyebabkan bayi sukar menyusui Komplikasi : - Payudara terasa panas, keras pada perabaan - Nyeri pada payudara - Putting susu datar sehingga menyebabkan bayi sukar menyusui - Pengeluaran air susu terhalang sebab duktuli laktiferi menyempit karena pembesaran vena serta pembuluh limfe Penanganan : - Menyokong mamae dengan BH yang nyaman - Memberikan analgetika - Sebelyum bayi menyusu pengeluaran air susu dengan pijatan yang ringan - Kompres dingin B. Mastitis Mastitis adalah peradangan pada payudara. Kejadian ini biasanya terjadi 1 – 3 minggu setelah postpartum. Klasifikasi : 1. mastitis dibawah areola mamae 2. Mastitis di tengah – tengah mamae 3. mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar – kelenjar antara mamae dan otot – otot dibawahnya Penyebab : - Staphylococus aureus - Sumbatan saluran susu yang berlanjut Komplikasi : - Mamae membesar, nyeri, merah, dan menmbengkak - Temperatur badan ibu tinggi kadang disertai menggigil - Bila mastitis nerlanjut dapat menyebabkan abses payudara Pencegahan : - Perawatan putting susu pada waktu laktasi - Perawat yang memberikan pertolongan pada ibunyang menyusui bayinya harus bebas dari infeksi dengan stafilokokus - Bila ada retak atau luka pada putting sebaiknya bayinya jangan menyusu pada mamae yang bersangkutan - Air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan Pengobatan : - berikan antibiotika - Bila terdapat abses, pus perlu dikeluarkan DAFTAR PUSTAKA 1. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono. Jakarta 2. Wiknjosastro, Hanifa. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatus. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta 3. Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

HypnoBirthing



HypnoBirthing merupakan sebuah paradigma baru dalam pengajaran melahirkan secara alami. Teknik ini mudah dipelajari, melibatkan relaksasi yang mendalam, pola pernapasan lambat dan petunjuk cara melepaskan endorfin dari dalam tubuh (relaksan alami tubuh) yang memungkinkan calon ibu menikmati proses kelahiran yang aman, lembut, cepat dan tanpa proses pembedahan.
HypnoBirthing dicetuskan berdasarkan buku yang ditulis oleh pakar ginekologi Dr. Grantly Dick-Read, yang memublikasikan buku Childbirth Without Fear pada 1944. Terapi HypnoBirthing selanjutnya dikembangkan oleh Marie Mongan, pendiri HypnoBirthing Institute.
Terapi ini mengajarkan para ibu untuk memahami dan melepaskan Fear-Tension-Pain Syndrome yang seringkali menjadi penyebab kesakitan dan ketidaknyamanan selama proses kelahiran.
Saat kita merasa takut, tubuh mengalihkan darah dan oksigen dari organ pertahanan non esensial menuju kelompok otot besar di wilayah kaki dan tangan. Akibatnya, area wajah ‘ditinggalkan’, makanya ada ungkapan “pucat karena ketakutan”. Dalam situasi yang menakutkan, tubuh mempertimbangkan bahwa uterus atau rahim dipandang sebagai organ ‘tidak penting’ . Menurut Dr. Dick-Read, rahim pada perempuan yang ketakutan secara kasat mata memang tampak putih. Wah.
HypnoBirthing mengeksplorasi mitos bahwa memang rasa sakit adalah hal yang wajar dan dibutuhkan saat melahirkan normal. Saat perempuan yang melahirkan terbebas dari rasa takut, otot-otot di tubuhnya termasuk otot rahim akan mengalami relaksasi, yang akan membuahkan proses kelahiran yang lebih mudah dan bebas stres.
Dalam beberapa kasus, tahapan proses kelahiran juga menjadi lebih pendek, mengurangi kelelahan selama perjuangan melahirkan bayi dan ibu akan tetap segar, penuh energi setelah melahirkan.
“Bisa dikatakan HypnoBirthing membuat Anda melahirkan bebas dari rasa takut, tidak bebas dari rasa sakit, meskipun beberapa perempuan mengalami proses melahirkan tanpa rasa sakit sama sekali,” ujar Mongan. “Mengurangi ketakutan akan membuat tubuh ibu bekerja seperti yang seharusnya.”
Memelajari sevuah bahasa baru melahirkan merupakan kesatuan dalam pelatihan HypnoBirthing. Misalnya, ketimbang fokus pada kontraksi, seorang ibu yang mendalami HypnoBirthing mengalami sebuah ‘gelora’. Saat alam bawah sadar ibu menerima kata ‘gelora’, tubuhnya menciptakan jawaban fisiologis seketika, sebuah respon yang amat berbeda dari kata ‘kontraksi’.
Dengan memahami betapa efektifnya jawaban tubuh terhadap proses melahirkan yang lebih lembut, seorang ibu HypnoBirthing memiliki keahlian secara lisan dan visual mengenai kemampuan alaminya dalam mengikuti cara alami ideal melahirkan.
Secara cepat ibu akan belajar mempercayai insting melahirkan pada tubuhnya, bahwa tubuhnya diciptakan untuk bekerja dalam irama yang selaras saat mengeluarkan bayi ke dunia.
“Ada perbedaan besar antara HypnoBirthing dan kelas pendidikan melahirkan lainnya, dan ini bukanlah hanya potongan hipnotis. HypnoBirthing lebih menekankan melahirkan dengan cara positif, lembut, aman dan bagaimana mencapainya denganmudah,” ujar Mongan.
Pada 1958, the American Medical Association menyetujui terapi dengan menggunakan hipnotis, meski sejuah ini terapi hipnotis yang dipakai untuk memudahkan proses kelahiran bayi belum banyak diketahui publik.


LEPTOSPIRA

LEPTOSPIRA:
I. Defenisi

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira berbentuk spiral yang menyerang hewan dan manusia dan dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati.



II. Sumber Penularan

Hewan yang menjadi sumber penularan adalah tikus (rodent), babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, kelelawar, tupai dan landak. Sedangkan penularan langsung dari manusia ke manusia jarang terjadi.

III. Cara Penularan

Manusia terinfeksi leptospira melalui kontak dengan air, tanah atau tanaman yang telah dikotori oleh air seni hewan yang menderita leptospirosis. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang lecet atau atau makanan yang terkontaminasi oleh urine hewan terinfeksi leptospira. Masa inkubasi selama 4 - 19 hari.

IV. Gejala Klinis

Stadium Pertama
? Demam menggigil
? Sakit kepala
? Malaise
? Muntah
? Konjungtivitis
? Rasa nyeri otot betis dan punggung
? Gejala-gejala diatas akan tampak antara 4-9 hari

Gejala yang Kharakteristik
? Konjungtivitis tanpa disertai eksudat serous/porulen (kemerahan pada mata)
? Rasa nyeri pada otot-otot Stadium Kedua
? Terbentuk anti bodi di dalam tubuh penderita
? Gejala yang timbul lebih bervariasi dibandingkan dengan stadium pertama
? Apabila demam dengan gejala-gejala lain timbul kemungkinan akan terjadi meningitis.
? Stadium ini terjadi biasanya antara minggu kedua dan keempat.

Komplikasi Leptospirosis
Pada hati : kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6
Pada ginjal : gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian.
Pada jantung : berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak.
Pada paru-paru : batuk darah, nyeri dada, sesak nafas.
Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran genitalia, dan mata (konjungtiva).
Pada kehamilan : keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.

V. Pencegahan

Membiasakan diri dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
Mencucui tangan dengan sabun sebelum makan.
Mencucui tangan, kaki serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah/ kebun/sampah/tanah/selokan dan tempat-tempat yang tercemar lainnya.
Melindungi pekerja yang berisiko tinggi terhadap leptospirosis (petugas kebersihan, petani, petugas pemotong hewan, dan lain-lain) dengan menggunakan sepatu bot dan sarung tangan.
Menjaga kebersihan lingkungan
Membersihkan tempat-tempat air dan kolam renang.
Menghindari adanya tikus di dalam rumah/gedung.
Menghindari pencemaran oleh tikus.
Melakukan desinfeksi terhadap tempat-tempat tertentu yang tercemar oleh tikus
Meningkatkan penangkapan tikus.

VI. Pengobatan

Pengobatan dini sangat menolong karena bakteri Leptospira mudah mati dengan antibiotik yang banyak di jumpai di pasar seperti Penicillin dan turunannya (Amoxylline)
Streptomycine, Tetracycline, Erithtromycine.
Bila terjadi komplikasi angka lematian dapat mencapai 20%.
Segera berobat ke dokter terdekat.

VII. Kewaspadan oleh Kader / Masyarakat.

Bila kader / masyarakat dengan gejala-gejala diatas segera membawa ke Puskesmas / UPK terdekat untuk mendapat pengobatan

VIII. Sistem Kewaspadaan Dini

Analisa data penderita Leptospirosis yang dilaporkan oleh Rumah Sakit (SARS) ke Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta

IX. Penanggulangan KLB

Penanggulangan KLB dilakukan pada daerah yang penderita Leptospirosis cenderung meningkat (per jam/hari/minggu/bulan) dengan pengambilan darah bagi penderita dengan gejala demam, sekitar 20 rumah dari kasus indeks.


LEPTOSPIROSIS

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.
Gejala klinis leptospirosis mirip dengan penyakit infeksi lainnya seperti influensa, meningitis, hepatitis, demam dengue, demam berdarah dengue dan demam virus lainnya, sehingga seringkali tidak terdiagnosis. Keluhan-keluhan khas yang dapat ditemukan, yaitu: demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi (kelembaban), khususnya di negara berkembang, dimana kesehatan lingkungannya kurang diperhatikan terutama. pembuangan sampah. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara insiden leptospirosis tinggi (tabel 1) dan peringkat tiga di dunia untuk mortalitas


Siklus Penularan Leptospira

Berdasarkan data Semarang tahun 1998 ? 2000. Banjir besar di Jakarta tahun 2002, dari data sementara 113 pasien leptospirosis,
diantaranya 20 orang meninggal. Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim penghujan lebih?lebih dengan adanya Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Pejamu reservoar utama adalah roden/tikus dengan kuman leptospira hidup di dalam ginjal dan dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Manusia merupakan hospes insidentil yang tertular secara langsung atau tidak langsung (gambar 1).

Penularan langsung terjadi:
Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu
Dari hewan ke manusia merupakan penyakit kecelakaan kerja, terjadi pada orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan.
Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air susu ibu.
Penularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan seperti tikus, umumnya terjadi saat banjir. Wabah leptospirosis dapat juga terjadi pada musim kemarau karena sumber air yang sama dipakai oleh manusia dan hewan.

Faktor risiko

Faktor ? faktor risiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak langsung / terpajan air dan rawa yang terkontaminasi yaitu:
Kegiatan yang memungkinkan kontak dengan lingkungan tercemar kuman keptospira, misalnya saat banjir, pekerjaan sebagai tukang kebun, petani, pekerja rumah potong hewan, pembersih selokan, pekerja tambang, mencuci atau mandi di sungai/ danau, dan kegiatan rekreasi di alam bebas serta petugas laboratorium.
Peternak dan dokter hewan. yang terpajan karena menangani ternak, terutama saat memerah susu, menyentuh hewan mati, menolong hewan melahirkan, atau kontak dengan bahan lain seperti plasenta , cairan amnion dan bila kontak dengan percikan infeksius saat hewan berkemih.
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu melalui luka iris/ luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, osofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira.

Tanda Penderita Leptospirosis :

Sklera Ikterik = mata kuning.
Gejala leptospirosis meliputi :
demam ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten
nyeri kepala
menggigil
mialgia
mual, muntah dan anoreksia
nyeri kepala dapat berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro-orbital dan fotopobia
nyeri otot terutama di daerah betis sehingga pasien sukar berjalan, punggung dan paha.
Sklera ikterik (gambar 2) dan conjunctival suffusion (gambar 3) atau mata merah dan pembesaran kelenjar getah bening, limpa maupun hati.
kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis.
Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis atau radang selaput otak aseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis.

Gejala klinik menyerupai penyakit-penyakit demam akut lain, oleh karena itu pada setiap kasus dengan keluhan demam, harus selalu dipikirkan leptospirosis sebagai salah satu diagnosis bandingnya, terutama di daerah endemik.
Leptospirosis ringan atau anikterik merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Mortalitas pada leptospirosis anikterik hampir nol, meskipun pernah dilaporkan kasus leptospirosis yang meninggal akibat perdarahan masif paru dalam suatu wabah di Cina. Tes pembendungan terkadang positif, sehingga pasien leptospirosis anikterik pada awalnya di diagnosis sebagai pasien dengan infeksi dengue.
Pada leptospirosis ikterik, pasien terus menerus dalam keadaan demam disertai sklera ikterik, pada keadaan berat terjadi gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil.
Pemeriksaan laboratorium klinik rutin tidak spesifik untuk leptospirosis, dan hanya menunjukkan beratnya komplikasi yang telah terjadi.


PEDOMAN TATALAKSANA KASUS DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM LEPTOSPIROSIS DI RUMAH SAKIT

Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman leptospira patogen. Zoonosis ini merupakan salah salah satu dari the emerging infectious diseases. dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah beriklim tropis dan subtropis, dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia.
Gejala klinis leptospirosis yang tidak spesifik dan sulitnya tes laboratorium untuk konfirmasi diagnosis mengakibatkan penyakit ini seringkali tidak terdiagnosis.
Pejamu reservoar kuman leptospira adalah roden dan hewan peliharaan, dengan manusia sebagai hospes insidentil. Penularan terjadi secara langsung dari cairan tubuh hewan infeksius atau tidak langsung dari lingkungan terkontaminasi kuman leptospira. Penularan dari manusia ke manusia jarang namun dapat terjadi melalui hubungan seksual, air susu ibu dan sawar plasenta.
Menurut keparahan penyakit, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk pendekatan diagnosis klinik dan penanganannya, dibagi menjadi leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik.
Mayoritas kasus leptopirosis adalah anikterik yang terdiri dari 2 fase/stadium yaitu fase leptospiremia/ fase septikemia dan fase imun, yang dipisahkan oleh periode asimtomatik.
Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat.
Manifestasi klinis berupa demam ringan atau tinggi yang bersifat remiten, mialgia terutama pada otot betis, conjungtival suffusion (mata merah), nyeri kepala, menggigil, mual, muntah dan anoreksia, meningitis aseptik non spesifik.
Gejala klinik leptospirosis ikterik lebih berat, yaitu gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan (penyakit Weil ). Selain itu dapat terjadi Adult Respiratory Distress Syndromes (ARDS), koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik sebagai penyebab kematian pasien leptospirosis ikterik.
Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien leptospirosis adalah oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi, ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis >12.900/ mm3, kelainan Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, dan adanya infiltrat pada foto pecitraan paru.

Kasus leptospirosis jarang dilaporkan pada anak, karena tidak terdiagnosis atau manifestasi klinis yang berbeda dengan orang dewasa.
Pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis, terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai), dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira( MAT, ELISA, tes penyaring).
Baku emas pemeriksaan serologi adalah MAT, suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi, dan dapat mengidentifikasi jenis serovar.
Pemeriksaan penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.
Diagnosis leptospirosis dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu :
Suspek, bila ada gejala klinis, tanpa dukungan tes laboratorium.
Probable, bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.
Definitif , bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positip, atau gejala klinis sesuai dengan leptospirosis dan hasil tes MAT / ELISA serial menunjukkan adanya serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih.
Terapi leptospirosis mencakup aspek terapi aspek kausatif, dengan pemberian antibiotik Prokain Penisilin, Amoksisilin, Ampisilin, Doksisiklin pada minggu pertama infekasi, maupun aspek simtomatik dan suportif dengan pemberian antipiretik, nutrisi, dll.
Semua kasus leptospirosis ringan dapat sembuh sempurna, berbeda dengan leptospirosis berat yang mempunyai angka CFR tinggi, antara 5 ? 40%. Prognosis ditentukan oleh berbagai faktor seperti virulensi kuman leptospira, kondisi fisik pasien, umur pasien, adanya ikterik, adanya gagal ginjal akut, gangguan fungsi hati berat serta cepat lambatnya penanganan oleh tim medik.
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi pada pejamu manusia.


PENGAMATAN GERAKAN LEPTOSPIRA DALAM URINE
DENGAN CARA SEDERHANA

A. Halim Mubin* Gatot Lawrence**
* Sub Bagian Penyakit Infeksi/Menular,
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNHAS;
** Bagian Patologi FK UNHAS; PETRI UjungPandang

ABSTRAK
Pemeriksaan sederhana dengan mikroskop biasa dapat dideteksi adanya Leptospira dalam urine tanpa atau dengan pewarnaan.
Pada preparat hidup dapat dilihat gerakan-gerakan maju, mundur atau rotasi mulai dari gerakan lambat sampai yang cepat. Umumnya bentuk spiralnya sulit tampak dengan pembesaran 10 x 40 kali. Leptospira yang bergerak cepat pada akhirnya berhenti bergerak dengan sendirinya. Sebagaian tampak membelah diri dengan cara terpotong melintang, sehingga terpisah menjadi mother dan daughter leptospira. Hanya sebagaian kecil yang bergerak dengan bentuk spiral yang jelas.
Morfologi leptospira lurus atau melengkung, bentuk spiralnya sulit kelihatan dan begitu pula ujungnya berupa kait (hook). Ukurannya panjangnya bervariasi antara pendek, sedang dan panjang. Beberapa tampak seperti Streptokokus.
Dengan pewarnaan Giemsa berwarna kemerah-merahan, dan dengan gram merah kebiru-biruan (gram negatif). Dibutuhkan penelitian lanjutan untuk menetapkan diagnosis leptospira pada seseorang.

ABSTRACT
Simple diagnostic method by using light microscopy can be used for detecting leptospira in the urine with or without staining. In a living specimen we can observe the movement i.e. forward, backward and rotating, as well as slow and fast. The morphology of leptospira is spiral and difficult to be observed under 10x40 magnification. The fast moving leptospira usually stop by itself. Some of them have a segmented body and evetually separated. Thereby a mother and daughter leptospira can be seen. The morphology usually straight, spiral with hook ending. The size varied from short, intermediate, and long. Some of them look like streptococcus. With Giemsa staining the germ looks pink, and Gram staining it will look blue ( Gram negative). Further study is needed to evaluate the characteristic and diagnostic approach of leptospira in human (J Med Nus 1996; 17:72-76).

Leptospira merupakan kelompok kuman yang dapat menyebabkan leptospirosis, termasuk penyakit zoonosis, yang patogen disebut Leptospira interrogans dan yang tidak petogen disebut Leptospira biflexa. Disebut interrogans karena bentuknya menyerupai tanda tanya (?) (interrogative : menanyai) (Sanford, 1984). Ada 3 serovar yang sering menyebabkan infeksi pada manusia yaitu Leptospira ictrerohaemorrhagiae pada tikus, Leptospira canicola pada anjing dan Leptospira pomona pada sapi dan babi. Yang paling sering menyebabkan penyakit berat (penyakit Weil) adalah Leptospira ictreromorrhagiae. Leptospira masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan urine yang mengandung Leptospira. Disamping itu dapat juga melalui kulit yang lecet atau melalui konyuktiva (Jacobs RA, 1995). Leptospira yang masuk tubuh manusia adalah patogen (Leptospira interrogans).
Untuk mengamati gerakan Leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Alat ini sulit disiapkan di daerah perifer, sehingga diagnosis sangat sulit dilacak, walaupun secara klinis prevalensi Leptospira dewasa ini semakin meningkat.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Bahan penelitian
Bahan pemeriksaan adalah urine segar penderita yang suspek penyakit Weil.
Cara pemeriksaan :
A. Pemeriksaan urine langsung

Sebanyak 5 ml urine segar dimasukkan ke dalam tabung sentrifus.
Urine dipusing dengan kecepatan 1000-1500 rpm selama 5-10 menit.
Supernatan tabung sentifus dibuang, sehingga endapan tersisa bersama dengan urine sebanyak 1-2 tetes. Dalam prakteknya tabung dituang saja selama 3 detik lalu kemudian tabung diletakkan pada rak tabung yang telah disediakan.
Dengan hati-hati satu tetes urine tersebut disedot dengan pipa pasteur, lalu diletakkan ke atas gelas obyek kemudian ditutup dengan kaca penutup yang agak kecil (berukuran 22x22 mm). Harus dijaga agar tetesan tidak terlalu banyak, supaya urine tidak melimpah setelah ditutup dengan kaca penutup.
Preparat tersebut langsung diperiksa tanpa pewarnaan di bawah microskope dengan pembesaran 10 x 40.
Cahaya diatur jangan sampai terlalu terang yang menyilaukan atau justru cahaya terlalu gelap, karena pada kedua keadaan tersebut leptospira tidak akan tampak. Jadi kekuatan cahaya yang diatur sedemikian rupa kira-kira sama kuatnya bila hendak melihat sedimen urine.
Karena Leptospira bergerak, maka untuk mengamatinya secara cermat sewaktu-waktu diperlukan perubahan fokus.
Leptospira yang tidak bergerak terlalu cepat dapat dilihat bentuknya lebih jelas pada pembesaran 10 X 100 dengan minyak emersi.

B. Pemeriksaan dengan pewarnaan
Dilakukan seperti langkah 1 sampai 3 di atas.
Urine yang diteteskan di atas kaca obyek dibuat preparat halus yang tipis lalu dikeringkan.
Setelah kering difiksasi dengan methanol
Setelah kering dengan methanol diberi pengecetan Giemsa atau Gram.

HASIL PENGAMATAN
Hasil dapat diperoleh dari pemeriksaan tanpa pewarnaan atau dengan pewarnaan.
A. Pemeriksaan tanpa pewarnaan
Pada pemeriksaan Leptospira tanpa pewarnaan akan tampak beberapa keadaan sebagai berikut :
Bentuk leptospira
Ukuran Leptospira tidak sama, bervariasi antara 2? - 24?. Ada tiga ukuran panjang yaitu:
Berukuran mini, hanya menyerupai kuman berbentuk batang, ukurannya 4-6? (lebar 0,1-0,2?).
Ukuran sedang 2-3 X ukuran mini
Ukuran terpanjang, biasanya ukurannya 2 x ukuran sedang
Sebagaian leptospira berbentuk menyerupai streptokokus, dimana yang berukuran mini hanya terdiri dari 2 koki

Gerakan Leptospira
Ditemukan bentuk-bentuk batang yang bergerak maju sesuai dengan sumbu memanjang.
Ada yang bergerak sangat lincah, sehingga cepat melintasi lapangan penglihatan pada pembesaran 10x40 apalagi pada pembesaran 10x100. (pada pembesaran 10x100 Leptospira sulit dilihat). Kadang-kadang ada yang tampak bergerak secara rotasi bila mengambil arah vertikal. Umumnya yang bergerak lincah berukuran mini.
Ada yang bergerak sangat lemah, hanya dengan pengamatan yang teliti dapat diamati gerakannya terutama pada pembesaran 10x 100.
Ada yang tidak bergerak. Kalau diamati agak lama, maka beberapa Leptospira yang aktif akhirnya akan berhenti bergerak.
Hanya sebagaian kecil leptospira yang bergerak dengan bentuk spiral yang jelas.
Beberapa bentuk leptospira dari urine penderita Penyakit Weil
Leptospira yang berukuran panjang bila bergerak sekali cukup laju dan jauh jangkauannya. Mereka kadang-kadang bergerak kesatu arah, tetapi bila mengalami hambatan sering bergerak ?mundur? tanpa mengubah haluan, namun kecepatan geraknya secepat gerakan maju. Bila diamati terus, maka Leptospira ukuran terpanjang ini merupakan dua Leptospira yang akan membelah secara melintang, dimana ?kepalanya? lebih dahulu lahir. Setelah ?aterm? keduanya aktif untuk memisahkan diri dengan adanya pemisahan antara kedua ?ekor?. Rupanya adanya gerakan ? maju? dan ? mundur? tersebut di atas sebagai akibat dari gerakan individu pertama ke depan, sementara individu kedua tertarik saja, dan bila ?mundur? berarti individu kedua yang maju sedangkan individu pertama diam dan mengikut saja. Jadi sebelum keduanya berpisah untuk membentuk individu masing-masing, mereka dapat bergerak bergantian atau bersamaan dengan arah yang berlawanan.
Gerakan-gerakan inilah yang akhirnya memisahkan antara mother dan dauhter Leptospira tersebut. Spiralisasi gerakan badannya tidak begitu jelas, kadang-kadang hanya tampak seperti bergetar saja.
B. Dengan Pewarnaan Giemsa dan Gram
Dengan pewarnaan Giemsa Leptospira akan tampak sebagai batang-batang kecil yang lurus atau melengkung berwarna kemerah-merahan, tidak berbentuk spiral. Dengan pengecetan Gram berwarna merah kebiru-biruan (Gram Negatif). Kita mesti hati-hati dengan hyphe jamur yang kadang-kadang juga ditemukan.

DISKUSI
Kebanyakan penulis mengemukakan bahwa Leptospira hanya dapat dilihat dengan mikroskop lapangan gelap (dark-field microscopy), fase kontrast (phase contrast) atau dengan cara imunofluoresens dan tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa (light microscopy) (Alexander, 1983; McClain, 1985; Kempe, 1987). Leptospira muncul dalam urine pada minggu kedua penyakit dan dapat bertahan satu bulan atau lebih (Kempe, 1987).
Tidak jelasnya bentuk spiral dari Leptospira sewaktu bergerak mungkin karena spiralnya sangat halus (very fine spiral) (Jawetz, 1982). Tetapi jika diamati beberapa preparat akan tampak beberapa Leptospira bergerak dengan spiral jelas. Dan gerakan rotasi jelas tampak pada waktu Leptospira bergerak secara vertikal. Gerakan maju mundur (move forward and backward) dalam urine dapat ditemukan sebagaimana dikemukan oleh Alexander (1983), bila Leptospira berada dalam medium cair yang lain.
Dengan pemeriksaan lapangan redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Hal mana akan terlihat lebih jelas pada pemeriksaan khusus dengan darkfield microscope (Jawets, 1982). Dengan scaning mikrograf elektron akan tampak kait dan spiralnya (Boyd and Hoerl, 1986). Dengan menggunakan mikroskop biasa struktur yang yang lebih kecil masih sulit terlihat dengan jelas.
Dalam keadaan tidak bergerak tanpa pewarnaan atau dengan pewarnaan atau dengan pewarnaan Giemsa atau Gram sebahagian Leptospira terkesan seperti streptokokus, sesuai dengan yang dikemukan potrais (pendekatan pribadi, seorang peneliti Belgia).
Ukuran Leptospira bervariasi antara 4-20? (Sparling dan Basemen, 1980; Joklik, 1984). Hal yang sama ditemukan pada penelitian ini ada yang berukuran mini, sedang dan panjang. Ukuran bervariasi dari 4 ? sampai 25 ?. Dengan pemeriksaan sederhana ini memungkinkan mengamati Leptospira pada pemeriksaan rutin urine dengan cukup mudah sambil dapat mengikuti gerakan-gerakannya.

Sistem Pelayanan Kesehatan

Sistem Pelayanan Kesehatan:

Rauang lingkup kesehatan mencakup diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit, baik gangguan fisik maupun gangguan mental pada manusia. Disiplin Ilmu kesehatan diantaranya bidang kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, farmasi, serta kesehatan masyarakat.


Akses pelayanan kesehatan bervariasi di seluruh negara, sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi sosial dan ekonomi serta kebijakan kesehatan di negara masing-masing. Negara memiliki kebijakan yang berbeda mengatur sistem pelayanan kesehatannya. Sistem pelayanan kesehatan adalah sistem yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sistem pelayanan kesehatan memerlukan mekanisme pembiayaan yang kuat, Sumber daya manusia yang handal; informasi yang dapat dipercaya, fasilitas dan logistik obat-obatan yang berbasis mutu dan teknologi.

Gonadal steroid

Gonadal steroid: Gonadal steroid, yaitu hormon steroid yang berikatan dengan reseptor androgen atau estrogen. Biasanya juga dikenal dengan istilah hormon sks. Hormon gonad adalah salah satu jenis hormon, seperti estrogen dan androgen, yang berpengaruh pada pertumbuhan atau fungsi organ reproduksi, perkembangan karakteristik sekunder dan pola perilaku pada binatang.
Steroid yang alami diproduksi oleh gonad dan kelenjar adrenal, juga pengubahan steroid yang lain dalam jaringan seperti liver atau lemak. Gonad membutuhkan hormon dari bagian yang lebih tinggi untuk menginisiasi dan mengatur aktifitasnya, dan ini dikenal dengan nama gonadotropin.
Reproduksi pada laki-laki maupun perempuan, sepenuhnya diatur oleh hipothalamus (di otak), kelenjar pituitari, dan gonad (testis dan ovarium). Rentetan kejadiannya yaitu, neuron di hipothalamus mensekresikan gonadotrophin-releasing hormone (GnRH), yang dibawa oleh aliran darah kapiler ke lobus anterior kelenjar pituitari. GnRH kemudian menstimulasi sel untuk mensintesis dan melepaskan hormon gonadotropin pituitari, yaitu luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). LH dan FSH disekresikan masuk ke dalam sirkulasi darah kemudian di bawa ke ovarium dan testis, selanjutnya mereka akan menstimulasi produksi hormon steroid yang spesifik untuk tiap jenis kelamin, seperti estrogen dan progesteron, atau testosteron.
Hormon gonadotropin dan hormon steroid gonad sendiri, bekerja sama untuk menjaga fungsi primer dari gonad, yaitu produksi dan pematangan ovum atau sperma. Keseluruhan proses sekresi hormon, dari hipothalamus ke kelenjar pituitari anterior, kemudian ke gonad, dikontrol dengan baik oleh efek feedback dari steroid gonadal, yang akan mengaktifkan hipothalamus dan kelenjer pituitari untuk meregulasi sekresi dari GnRH dan gonadotropin. Pada laki laki, efek feedback ini selalu bersifat negatif. Ini berarti, ketika sekresi hormon laki-laki yaitu testosteron meningkat, maka pelepasan GnRH dan LH akan menurun, terhambat oleh peningkatan level dari testosteron dalam darah. Dan sebaliknya, ketika sekresi testosteron menurun, sekresi hipothalamus dan pituitari meningkat. Efek feedback negatif yang sama juga terlihat pada hormon wanita, estrogen dan progesteron. Bagaimanapun, kontrol yang unik tehadap sekresi hormon tersebut pada wanita terjadi sebelum ovulasi. Di ovarium, produksi estrogen oleh sel-sel melingkupi pematangan sel telur hingga mencapai puncaknya, dan peningkatan jumlah estrogen dalam darah mendesak terjadinya efek feedback positif, yaitu peningkatan pelepasan GnRH dan peningkatan reaksi kelenjar pituitari terhadap GnRH. Hasilnya adalah sekresi LH yang besar dan FSH yang sedikit oleh kelenjar pituitari.

Siklus Uterus

Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam sirkulasi (plasma) yang terjadi selama siklus ovarium menyebabkan perubahan-perubahan mencolok di uterus. Hal ini menyebabkan timbulnya daur haid atau siklus uterus (siklus menstruasi).
Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Haid mulainya perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan ± 1 hari. Panjang siklus haid yang normal ialah 28±7 hari. Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya lama itu tetap. Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2±16 cc. Pada wanita yang lebih tua, biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada wanita dengan anemia defisiensi besi, jumlah darah haidnya biasanya lebih banyak. Darah haid lebih dari 80 cc, biasanya dianggap patologik.
Klasifikasi standar dari pola perdarahan uterus yang abnormal meliputi tujuh pola yang berbeda, yaitu :19

Menorrhagia (hypermenorrhea) adalah menstruasi yang durasinya panjang dan banyak. Kemungkinan didapatkan bekuan atau gumpalan darah, yang menandakan telah terjadi perdarahan massif. Penyebabnya antara lain mioma submukosa, komplikasi dari kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, dan tumor ganas.
Hypomenorrhea (cryptomenorrhea) adalah menstruasi yang ringan atau sedikit, kadang-kadang hanya berupa spotting. Penyebabnya mungkin saja adanya obstruksi hymen atau stenosis serviks. Uterine synechiae (Asherman’s syndrome), juga bisa menjadi penyebabnya dan dapat di diagnosa dengan histerogram atau histeroskopi.
Metrorrhagia (intermenstrual bleeding) adalah perdarahan yang terjadi setiap saat antara periode menstruasi. Penyebab patologisnya mungkin berupa polip endometrium dan karsinoma servikal.
Polymenorrhea menggambarkan periode menstruasi yang terjadi sangat sering. Ini biasanya berhubungan dengan anovulasi atau fase luteal yang singkat dalam siklus menstruasi.
Menometrorrhagia adalah perdarahan yang terjadi dengan interval yang ireguler. Banyaknya dan durasi menstruasi sangat bervariasi. Semua kondisi yang menyebabkan intermenstrual bleeding, dapat menyebabkan menometrorrhagia. Onset yang tiba-tiba dari episode perdarahan yang ireguler, mungkin mengindikasikan adanya tumor ganas atau komplikasi dari kehamilan.
Oligomenorrhea menggambarkan periode menstruasi yang terjadi dengan interval lebih dari 35 hari. Sedangkan Amenorrhea didiagnosa jika tidak ada menstruasi lebih dari 6 bulan. Perdarahan biasanya akan berkurang dan berhubungan dengan anovulasi, baik itu karena kelainan endokrin (kehamilan, gangguan hipothalamus-pituitari, menopouse) atau penyakit sistemik (kehilangan berat badan yang hebat).
Contact bleeding (postcoital bleeding) memiliki penjelasan tersendiri, tetapi harus tetap dipertimbangkan sebagai tanda dari kanker serviks sampai dibuktikan kebenarannya. Penyebab lainnya dari contact bleeding seperti eversi serviks, polip serviks, infeksiserviks atau vagina (karena trikomonas) atau vaginitis atrofi.

Uterus terdiri dari dua lapisan yaitu, miometrium yang merupakan lapisan otot polos di sebelah luar, dan endometrium yang merupakan lapisan bagian dalam yang mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar. Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Hormon ini juga meningkatkan sintesis reseptor progesteron di endometrium. Dengan demikian, progesteron mampu mempengaruhi endometrium hanya setelah endometrium ”dipersiapkan” oleh estrogen. Progesteron kemudian mengubah endometrium menjadi lapisan yang ramah dan mengandung banyak nutrisi bagi ovum yang yang sudah dibuahi. Progesteron juga merangsang kelenjar-kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan menyimpan glikogen dalam jumlah besar, serta menyebabkan pertumbuhan besar-besaran pembuluh darah endometrium. Progesteron juga menurunkan kontraktilitas uterus agar lingkungan di uterus tenang dan kondusif untuk implantasi dan pertumbuhan mudigah.
Daur menstruasi terdiri dari tiga fase yaitu :

Fase Proliferasi (Fase Estrogen) dari Siklus Endometrium.

Pada permulaan setiap siklus s3ksual bulanan, sebagian besar endometrium berskuamasi akibat menstruasi. Sesudah menstruasi hanya selapis tipis stroma endometrium yang tertinggal pada bagian dasar endometrium semula, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah yang terletak pada bagian dalam kelenjar yang tersisa serta pada kripte endometrium.4,15
Di bawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak oleh ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan epitel berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan mengalami epitelisasi kembali dalam waktu empat sampai tujuh hari sesudah terjadinya menstruasi. Kemudian selama satu setengah minggu berikutnya, yaitu sebelum terjadi ovulasi, ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah banyak, terjadi pertumbuhan kelenjar endometrium, serta pembuluh darah yang progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan sekitar 3 sampai 5 milimeter. Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan meyekresi mukus yang encer mirip benang. Benang mukus akan tersusun di sepanjang kanalis servikalis membentuk aliran yang membantu mengarahkan sperma ke arah yang tepat menuju ke dalam uterus.

Fase Sekretorik (Fase Progestasional) dari Siklus Endometrium.

Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi, progesteron dan estrogen disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus luteum. Estrogen meyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada endometrium selama fase siklus endometrium ini, sedangkan progesteron menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari endometrium. Kelenjar makin berkelok-kelok, kelebihan substansi sekresinya bertumpuk di dalam sel epitel kelenjar. Juga, sitoplasma dari sel stroma bertambah banyak, deposit lipid dan glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah ke dalam endometrium lebih lanjut akan meningkat sebanding dengan perkembangan aktivitas sekresi, sedangkan pembuluh darah menjadi berkelok-kelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar satu minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium sudah menjadi 5 sampai 6 milimeter. Maksud keseluruhan dari semua perubahan endometrium ini adalah untuk menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung sejumlah besar cadangan nutrisi yang dapat membentuk kondisi yang cocok untuk implantasi ovum yang sudah dibuahi selama separuh akhir siklus bulanan. 4,15

Menstruasi

Kira-kira dua hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus luteum tiba-tiba berinvolusi dan hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron menurun dengan tajam sampai kadar sekresi yang rendah, kemudian terjadi menstruasi. Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron secara tiba-tiba, terutama progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Penurunan kadar hormon-hormon ovarium itu, juga merangsang pengeluaran prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-pembuluh endometrium, sehingga aliran darah ke endometrium terganggu. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi menyebabkan kematian endometrium termasuk pembuluh-pembuluh darahnya. Prostaglandin uterus juga merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium. Kontraksi-kontraksi itu membantu mengeluarkan darah dan debris endometrium dari rongga uterus melalui vagina sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang kuat akibat pembentukan prostaglandin yang berlebihan merupakan penyebab kejang haid (dismenore) yang dialami oleh sebagian wanita.

Stenosis Pylorus

Stenosis pylorus adalah salah satu penyebab muntah proyektil tanpa mengandung zat empedu pada kisaran usia 1-2 bulan. Pada umumnya, stenosis pylorus yang paling sering terjadi berkaitan dengan hipertrofi otot sirkular pylorus dan menyebabkan obstruksi dari saluran lambung yang progresif. Ini tidak pasti apakah merupakan penyempitan kongenital atau apakah merupakan hipertrofi otot fungsional yang berkembang pada minggu-minggu pertama setelah lahir.

Hipertrofi stenosis pylorus pada bayi diuraikan pada tahun 1646 oleh Hildanus tetapi sebagian besar tidak diketahui sampai pada tahun 1888, Hirscprung menguraikan penyakit ini secara klinis. Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis serta temuan pada pemeriksaan radiografi.


Penyakit ini lebih sering mengenai anak laki-laki daripada perempuan dengan manifestasi klasik yaitu muntah proyektil yang tidak mengandung empedu beserta penurunan berat badan yang didapatkan selama pemeriksaan rutin bayi-bayi selama enam minggu setelah kelahiran.


INSIDEN


Puncak insiden hipertrofi stenosis pylorus antara umur 2 sampai 8 minggu walaupun juga ditemukan pada bayi berumur 7 hari. Insiden tertinggi penyakit ini adalah pada laki-laki (rasio 4:1) pada ras kaukasia, dan pada mereka yang memiliki riwayat keluarga menderita penyakit ini. Ibu yang menderita hipertrofi pylorus akan cenderung melahirkan anak yang kemungkinannya menderita hipertrofi pylorus empat kali lebih besar.


EPIDEMIOLOGI


Hipertrofi stenosis pylorus lebih sering pada orang kulit putih daripada Hispanik, Afrika Amerika atau Asia dengan insiden 2,4 per 1000 kelahiran hidup orang kulit putih, 1,8 pada Hispanik, 0,7 pada Afrika Amerika dan 0,6 pada Asia. Bayi- bayi ras Kaukasia dengan tipe golongan darah B atau O lebih sering terkena dibandingkan tipe golongan darah lainnya.


ETIOLOGI


Etiologi penyakit ini secara umum tidak diketahui, walaupun inervasi abnormal otot sirkular dikaitkan dengan penyakit ini. Inervasi abnormal pada lapisan otot menyebabkan kegagalan relaksasi otot pylorus, peningkatan sintesis faktor-faktor pertumbuhan dan selanjutnya terjadi hipertrofi, hyperplasia serta obstruksi.


Pada bayi-bayi yang lahir dengan tidak menunjukan tanda-tanda obstruksi pylorus, penebalan mukosa dikaitkan dengan pemberian makanan oral secara dini dan dimediasi oleh hipersekresi lambung. Adanya hipersekresi lambung ini dapat dipengaruhi oleh imaturitas saluran usus pada tiga bulan pertama setelah lahir.

Sinusitis Akut

Definisi


Sinusitis akut merupakan infeksi sinus paranasal yang berlangsung kurang dari 4 minggu, sering ditandai dengan peningkatan gejala selama minggu kedua infeksi saluran pernapasan atas.


Patogenesis

Anatomi sinus tidak memfasilitasi drainase pasif secara gravitasional, oleh karena itu silia mukosa sinonasal harus berfungsi dengan baik. Tanpa adanya gerakan mucus yang konstan dari sinus ke hidung, akumulasi dan infeksi dapat terjadi. Sinusitis akut dapat dimulai dengan edema mukosa nasal dan kemudian mengakibatkan blockade ostia sinus, yang kemudian mengakibatkan stasis dan infeksi. Organisme yang paling sering ditemui sebagai penyebab sinusitis akut di antaranya adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis.


Jamur juga dapat menginfeksi sinus paranasal. Spesies tertentu seperti Mucor menyebabkan sinusitis fungal invasive yang biasanya terjadi pada pasien dengan penekanan system imun atau pasien dengan diabetes. Sinusitis jenis tersebut memiliki perjalanan penyakit yang sangat progresif, dan dapat melibatkan basis crania serta orbita. Fungus juga dapat menstimulasi respons imun dari mukosa sinonasal, menyebabkan sinusitis fungal alergi.


Tanda dan Gejala

Gejala yang sering dikeluhkan pasien di antaranya adalah kongesti nasal, discharge nasal purulen, postnasal drip, dan tekanan pada sinus. Karena gejala juga ditemukan pada infeksi respirasi yang disebabkan virus, maka gejala tersebut harus lebih dari 7 hari untuk dapat didiagnosis sebagai sinusitis akut. Penegakan diagnosis sinusitis akut dapat dilakuakn menggunakan criteria pada table di bawah, di mana adanya 2 kriteria mayor dengan 1 kriteria minor, atau 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor, telah dapat mengarahkan diagnosis pada sinusitis akut.


Pemeriksaan Penunjang

• Endoscopic Evaluation

Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya pus keluar dari meatus media. Penyebab anatomis yang mempredisposisi infeksi berulang juga dapat terlihat, seperti deviasi septum, bullosa konka, synechiae, dan lain-lain.

• Imaging

Pada rontgen polos dapat terlihat adanya air-fluid level, tetapi tidak dapat menilai perubahan mukosa dan kurang berguna untuk memeriksa sinus ethmoidalis. CT scan saat ini merupakan pilihan imaging sinus. CT dapat memvisualisasi penebalan mukosa, air-fluid level, dan struktur tulang. MRI biasanya hanya dilakukan pada kasus yang memerlukan diferensiasi antara sinus yang terisi sekresi yang tertahan atau terisi dengan tumor.

• Sinus Tap

Pengumpulan material purulen ini merupakan gold standard untuk diagnosis bakteriologik yang akan mempengaruhi terapi antibiotic. Prosedurnya adalah trokar dimasukkan melalui antrum maksilaris secara transnasal atau sublabial, kemudian dilakukan aspirasi isi sinus untuk dikultur.

• Endoscopically Guided Cultures

Pemeriksaan ini merupakan alternative dari pemeriksaan sinus tap. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, material kultur diambil dari hiatus semilunaris.


Pengobatan

1. Antibiotik

Terapi awal adalah amoxicillin atau trimethoprim-sulfamethoxazole selama 10-14 hari. Cephalosporin digunakan untuk kasus refrakter. Clindamycin adalah antibiotic yang digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif (seperti Staphylococci dan Streptococci) di mana bakteri tersebut adalah penyebab utama infeksi saluran pernafasan atas seperti sinusitis.

2. Saline, steroid, dekongestan, dan antibiotic nasal

Saline mengurangi kekeringan dan krusta mukosa nasal dan memperbaiki clearance mucus. Steroid mengurangi pembengkakan mukosa dan membantu membuka kompleks osteomeatal, memfasilitasi drainase sinus. Penggunaan oxymetazoline topical hanya dalam jangka waktu pendek (3 hari) untuk mengurangi gejala, dan harus diperhatikan resiko terjadinya rebound. Antibiotik seperti irigasi gentamicin 80 mg/L dapat digunakan untuk kasus refrakter. Ambroxol bertindak sebagai secretolytic agent pada produksi mucus yang berlebihan.

3. Steroid dan dekongestan sistemik

Steroid dapat secara signifikan mengurangi inflamasi mukosa pada pasien dengan polip nasal yang sudah lama. Pemberiannya harus memperhatikan terjadinya resiko pemberian steroid sistemik. Dekongestan dan mukolitik seperti guaifenesin dapat mengurangi gejala.

4. Pembedahan

Terapi medis maksimal pada sinusitis akut didefinisikan sebagai pengobatan dengan antibiotic yang tepat, steroid nasal, dan steroid sistemik, selama 4-6 minggu. Jika pengobatan tersebut telah terpenuhi dan masih ada bukti obstruksi kompleks osteomeatal atau penyakit mukosa pada pemeriksaan CT scan atau evaluasi endoskopik, maka hal tersebut menjadi indikasi dilakukannya intervensi pembedahan. Pasien tanpa abnormalitas anatomic atau polip sinonasal memiliki respons yang lebih baik terhadap terapi bedah. Terapi bedah yang dilakukan adalah :

o Functional Endoscopic Sinus Surgery : debridement polip, pelebaran ostia, sinus ethmoidalis dihilangkan atapnya sehingga membuka ke kavitas nasal.

o Open Sinus Surgery : contohnya teknik Caldwell-Luc di mana sinus maksilaris dimasuki melalui insisi sublabial untuk membuat drainage window ke kavitas nasal dan juga untuk keperluan biopsy isi sinus.


Prevensi

• Irigasi nasal dengan saline : mencegah akumulasi krusta nasal dan memfasilitasi clearance mukosilier.

• Steroid nasal : mengurangi edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi ostia sinus.

• Management alergi : kontrol lingkungan, steroid topical, imunoterapi.

• Oxymetazoline spray : menyebabkan konstriksi mukosa nasal, tapi dapat menyebabkan fenomena rebound, oleh karena itu hanya digunakan untuk penggunaan jangka pendek (3 hari) untuk pengobatan simtomatik.


Komplikasi

• Infeksi orbital : dikarenakan orbita dengan sinus ethmoidalis hanya dibatasi oleh lamina papyracea os ethmoidalis yang sangat tipis sehingga infeksi dari sinus mudah menyebar ke orbita. Infeksi pada orbita bermanifestasi sebagai edema palpebra, abses orbital, selulitis orbital, abses subperiosteal, dan thrombosis sinus kavernosa (emboli septic mengalir melalui system vena oftalmika ke sinus kavernosa, bermanifestasi sebagai chemosis, respons pupil melambat, oftalmoplegia, dan kebutaan).

• Meningitis : biasanya dari sinus ethmoidalis dan sphenoidalis. Diagnosis ditegakkan dengan CT scan dan lumbar puncture.

• Abses epidural : biasanya dari sinus frontalis. Dapat menjadi empyema subdural dan abses otak.

• Pott puffy tumor : infeksi sinus frontalis menyebar ke sumsum tulang frontalis, menyebabkan osteomyelitis lokalis dengan destruksi tulang yang dapat terlihat sebagai pembengkakan pada dahi.


Prognosis

Prognosis sinusitis sangat baik dengan kurang lebih 70% pasien sembuh tanpa pengobatan.

Eritroderma

DEFINISI
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritema universalis (90%-100%), bisanya disertai skuama. Bila eritemanya antara 50%-90% kami menamainya pre-eritroderma. Pada definisi tersebut yang mutlak harus ada adalah eritema, sedangkan skuama tidak selalu terdapat, misalnya pada eritroderma karena alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, baru kemudian pada stadium penyembuhan timbul skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas, karena bercampur dengan hiperpigmentasi.
SINONIM
Dermatitis eksfoliata sebagai sinonim sebenarnya tidak tepat karena pada dermatitis eksfoliata dermatitisnya berlapis-lapis.
EPIDEMIOLOGI
Seperti telah disebutkan jumlah pasien eritroderma di bagian kami makin bertambah. Penyebab utama ialah psoriasis yang meluas. Hal tersebut sering dengan meningkatnya insdiens psoriasis.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi eritroderma belum jelas, yang dapat diketahui adalah akibat suatu agent dalam tubuh, maka tubuh bereaksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang universal. Kemungkinan pelbagai sitokin berperan. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal.
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/ permukaan kulit atau lebih sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein. Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin dan peningkatan relative globulin terutama globulin ? merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler.
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku.Pada eritroderma yang telah berlagsung berbulan-bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif.
GEJALA KLINIS

Eritroderma akibat alergi obat biasanya secara sistemik

Untuk menentukannya diperlukan anamnesis yang teliti, yang dimaksudkan alergi obat secara sistemik ialah masuknya obat ke dalam badan dengan cara apa saja, misalnya melalui mulut, melalui hidung, dengan cara suntikan/infus, melalui rektum dan vagina. Selain itu alergi dapat pula terjadi karena obat mata, obat kumur, tapal gigi, dan melalui kulit sebagai obat luar. Waktu mulai masuknya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Bila ada obat lebih daripada satu yang masuk ke dalam badan yang disangka sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit

Pada penyakit trersebut yang sering terjadi ialah akibat psoriasis dapat pula karena dermatitis seboroik pada bayi (penyakit Leiner), oleh karena itu hanya kedua penyakit tersebut yang akan dijelaskan.

Eritroderma karena psoriasis (psoriasis eritrodermik)

Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena 2 hal: disebabkan oeh panyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat, misalnya pengobatan topical dengan ter dengan konsentrasi yang terlalu tinggi. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita psoriasis. Penyakit tersebut bersifat menahun dan residif, kelainan kulit berupa skuama yang berlapis-lapis dan kasar di atas kulit yang eritematosa dan sirkumskrip.
Umumnya didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninggi daripada di sekitarnya dan skuama di tempat itu lebih tebal. Kuku juga perlu dilihat, dicari apakah ada pitting nail berupa lekukan miliar, tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomonis untuk psoriasis. Jika ragu-ragu, pada tempat yang meninggi tersebut dilakukan biopsi sekali tidak cukup dan harus dilakukan beberapa kali.
Sebagian pasien tidak menunjukkan kelainan semacam itu, jadi yang terlihat hanya eritema yang universal dan skuama. Pada pasien demikian kami baru mengetahui bahwa penyebabnya psoriasis setelah diberi terapi dengan kortikosteroid. Pada saat eritrodermanya mengurang, maka mulainlah tampak tanda tanda psoriasis.

Penyakit Leiner

Sinonim penyakit ini adalah eritroderma deskuamativum. Etiologinya belum diketahui pasti, tetapi menurut pendapat penulis umumnya penyakit ini disebabkan oleh dermatitis seboroika yang meluas, karena pada para pasien penyakit ini hampir selalu terdapat kelainan yang khas untuk dermatitis seboroik.
Usia penderita antara 4 minggu sampai 20 minggu. Keadaan umumnya baik, biasanya tanpa keluhan. Kelainan kulit berupa eritema universal disertai skuama yang kasar.

Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan.

Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam dapat menyebabkan kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk golongan I dan II harus dicari penyebabnya, yang berarti harus diperiksa secara menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks), apakah ada penyakit pada alat dalam dan harus dicari pula, apakah ada infeksi pada alat dalam dan infeksi local. Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bacterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati, salah satunya adalah sindrom Sezary.
Sindrom Sezary, penyakit ini termasuk limfoma, ada yang berpendapat merupakan stadium dini mikosis fungoides. Penyebabnya belum diketahui, diduga berhubungan dengan infeksi virus HTLV-V dan dimasukkan ke dalam CTCL (Cutaneous T-Cell Lymphoma). Biasanya mengenai orang dewasa, mulainya penyakit pada pria rata-rata berumur 64 tahun, sedangkan wanita 53 tahun. Sindrom ini ditandai dengan eritema bewarna merah membara yang universal disertai skuama dan rasa yang sangat gatal. Selain itu terdapat pula infiltrate pada kulit dan edema. Bisa didapatkan splenomegali, limfadenopati superficial, alopesia, hiperpigmentasi, hyperkeratosis Palmaris dan plantaris, serta kuku yg distrofik. Pada pemeriksaan laboratorium sebagian kasus mnunjukkan leukositosis 19% dengan eosinofilia dan limfositosis. Selain itu terdapat pula limfosit atipik yang disebut sel Sezary. Sel ini besarnya 10-20m, mempunyai sifat yang khas, diantaranya intinya homogen, lobular dan tidak teratur. Selain terdapat dalam darah sel tersebut juga terdapat dalam kelenjar getah bening dan kulit. Untuk menentukan perlu dilakukan biopsi pada kulit sehingga didapatkan infiltrate pada dermis bagian atas dan terdapat sel Sezary. Sindrom Sezary jika jumlah sel sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% sel-sel yang beredar. Bila jumlah tersebut di bawah 1000/mm3 dinamai sindrom pre-Sezary.
Pengobatan pada eritroderma golongan I obat yang tersangka sebagai kausanya dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis prednisone 4×10 mg. Penyembuhan terjadi cepat umumnya dalam beberapa hari-beberapa minggu. Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4x 10 mg-4×15 mg sehari. Jika setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, maka obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan asetretin. Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I. Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka panjang (long term), yakni jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon daripada prednison dengan dosis ekuivalen karena efek sampingnya lebih sedikit. Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberikan hasil yang baik. Dosis prednisone 3×12 mg sehari. Pada sindrom Sezary pengobatannya terdiri atas kortikosteroid (prednisone 3×1-2mg sehari) atau metilprednisolon ekuivalen dengan sistostatik, biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari.
Pada eritroderma kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema misalnya dengan salep lanolin 10% atau krim urea 10%.

Kanker Pankreas

Angka kejadian kanker pankreas adalah sekitar 10 per-100 000 penduduk di Eropa Barat. Angka kejadian ini naik sejalan dengan bertambahnya umur, pada umumnya penyakit ini lebih biasa terjadi pada laki-laki daripada wanita. Alkohol, pankreatitis kronik, penyakit gula, dan kopi tidak menjadi faktor predisposisi terjadinya kanker pankreas.
Gambaran Patologis
Kanker pankreas yang paling umum terjadi adalah duktus adenokarsinoma. Kebanyakan terjadi di daerah kepala, leher, atau uncinatus pankreas, dan hal ini dapat mengkompresi duktus biliaris komunis. Predileksi tempat yg terjadi selanjutnya pada badan dan ekor pankreas.
Keganasan periampullary yang berasal dari pankreas, duktus biliaris komunis sebelah distal, ampula Vater, atau duodenum semakin meningkat. Karsinoma pankreas pada kelompok ini memiliki angka kejadian hingga 90%, sehingga hal ini menjadi sangat penting. Tumor-tumor periampullary akan memperlihatkan gejala awal , berupa jaundice(penyakit kuning) karena adanya obstruksi pada duktus biliaris komunis. Tumor-tumor periampullary mempunyai prognosis lebih baik daripada karsinoma pankreas.

CT Scan: pelebaran duktus intrahepatal yang disebabkan oleh obstruksi lesi bagian distal CBD




Faktor resiko kanker pankreas
v Merokok
v Gastrektomi partial
v Makanan tinggi lemak
v Histori keluarga ada yang menderita kanker pankreas



Gambaran Klinis
Gambaran klasik berupa tanpa rasa sakit, progresif, dan obstruksi jaundice. Kebanyakan pasien juga mengalami keluhan epigastrik atau rasa sakit tumpul di daerah punggung. Karsinoma yang besar pada bagian caput pankreas dapat menyebabkan obstruksi pada lambung. Kasinoma pada badan atau ekor pankreas memberikan gejala biasanya lebih tidak jelas, dan biasanya tumor tersebut didapatkan sudah dalam keadaan parah pada saat pemeriksaan.
Steatorrhoea dapat ditemukan pada obstruksi duktus pankreatikus yang agak sulit dibedakan dengan feces yang pucat karena obstruksi jaundice. Keduanya bisa terjadi akibat keganasan pankreas.
Pasien biasanya menderita ikterik, anemia dan cachexia. Dapat ditemukan massa epigastrik atau massa irregular, pembesaran hati terjadi karena proses metastasis. Hukum Courvoisier menyebutkan bahwa, adanya jaundice disertai pembesaran kandung empedu, tidak seperti pada batu kandung empedu. Batu kandung empedu yang menyebabkan obstruksi pada duktus biliaris komunis biasanya menyebabkan fibrotik kandung empedu dan berakhir tanpa adanya distended kandung empedu.



Tanda dan gejala kanker pankreas
Gejala Tanda
-Jaundice obstruktif, urine gelap -Jaundice
Feces pucat, pruritus -Cachexia, anemia
-Nyeri punggung dan epigastrium -Massa di epigastrium
-Vomitus -Pembesaran vesika felea
-Kehilangan berat badan ( Courvoisier’s sign)
-Anoreksia
-Hematemesis, melena



Investigasi dan Staging
Biokimia serum di gunakan untuk pemeriksaan penyakit jaundice/kuning dan dapat memberikan informasi tentang penyebabnya. Alkali phosphatase dan glutamyltransferase cenderung meningkat pada jaundice obstruktif. Peningkatan disproporsional aminotransferase (transaminase) bisa menunjukan adanya keterlibatan hepatocellular. Penanda tumor untuk menegakan diagnosis adalah carcinoembryonic antigen dapat meningkat pada 85% kasus. Peningkatan kadar serum CA 19,9 didapatkan pada karsinoma pankreas yang disertai dengan obstruksi pada duktus biliaris komunis. Tidak adanya penanda tumor sebaiknya tidak menunda pemeriksaan pada pasien dengan jaundice. Penanda tumor digunakan pula untuk monitoring respon pengobatan dan progresi penyakit.
Pemeriksaan awal bagi pasien jaundice adalah dengan ultrasonografi. Pelebaran duktus biliaris komunis atau pelebaran duktus intrahepatik dideferensiasi dengan obstruktif jaundice posthepatik , prehepatik dan intrahepatik. Metastasis liver cukup mudah didiagnosis.
Pemeriksaan Endoscopic retrograde cholangiopancreatography dapat melihat duktus biliaris komunis dan duktus pankreatikus, dan karsinoma kaput pankreas yang menampilkan karakteristik keganasan berupa striktur pada bagian akhir dari duktus biliaris komunis. Bisa pula dilakukan penyikatan / brushing untuk analisa sitologi, striktur yang terjadi bisa dilebarkan dan dilakukan stent agar drainase empedu bisa mencapai duodenum. Komplikasi pemeriksaan ini berupa pankreatitis akut namun bisa dihindari dengan melakukan prosedur yang baik.
Pemeriksaan CT Scan untuk menilai tumor primer dan mendeteksi kelenjar getah bening yang terkena dan menilai metastasis pada hepar dan paru. Jika massa tumor terlihat maka aspirasi jarum untuk pemeriksaan sitologi dapat dilakukan dengan bimbingan CT Scan atau USG, yang memiliki sensitivitas sekitar 70%. Adapun Biopsi inti (core biopsi) bisa dilakukan untuk pemeriksaan histologi.

Endoscopic retrograde cholangiopancreatography :striktur pada distal CBD

Aspirasi jarum pada massa pankreas dipandu dengan CT Scan



Diagnosis Diferensial
Pada pasien karsinoma pankreas tanpa gejala ikterik namun ada nyeri biasanya dilakukan pemeriksaan awal dengan gastroskopi atau ultrasonografi. Bila pemeriksaan di atas kurang jelas maka perlu dilakukan CT Scan untuk menegakan diagnosis.
Pankreatitis kronis mungkin memiliki gejala yang sama, namun biasanya ada histori berupa penyalahgunaan alkohol. Hal ini tidak bisa dibedakan secara radiologi, untuk itu diperlukan pemeriksaan aspirasi jarum untuk sitologi atau pemeriksaan histologi. Prognosis ditentukan dengan melihat keganasan lesi periampullary oleh karena tumor caput pankreas.

Terapi
Pembedahan memberikan harapan realistis untuk survival jangka panjang, jika tumor primer memiliki diameter kecil dan tidak memiliki pembuluh darah utama dan tidak ada metastasis. Sayangnya hanya sedikit pasien yang memiliki kriteria ini.
Pada pasien yang cocok menjalani prosedur Whipple. Bagian caput pankreas, distal duktus biliaris komunis, kandung empedu, duodenum dan distal lambung dipotong. Rekonstruksi anastomosis duktus pankreas, duktus hepatis komunis, dan distal lambung langsung pada jejunum. Kematian Perioperative kurang dari 5% pada operator yang berpengalaman , dan komplikasi yang terjadi mengalami penurunan, namun perlu di ingat bahwa prosedur Whipple merupakan operasi yang berat, sehingga pasien harus fit. Modifikasi operasi dilakukan dengan tetap mempertahankan lambung distal dan pilorus, yang memberikan keuntungan tentang nutrisi jangka panjang.
Distal pankreatektomi diperuntukan untuk karsinoma pankreas pada badan atau ekor, namun hanya sedikit pasien yang cocok untuk dilakukan tindakan ini. Total pankreatektomi dan reseksi pembuluh darah yang bersangkutan jarang dianjurkan untuk dikerjakan.
Kemoterapi pasca bedah sudah memperlihatkan hasil yang bagus sesudah dilakukan reseksi pankreas, dan sekarang ini cukup banyak kemoterapi baru untuk kanker pankreas. Radioterapi pasca bedah memberikan hasil yang tidak efektif.

Prosedur Whipples:Bagian caput pankreas, distal duktus biliaris komunis, kandung empedu, duodenum dan distal lambung dipotong.(kiri) Rekonstruksi anastomosis duktus pankreas, duktus hepatis komunis, dan distal lambung langsung pada jejunum.(kanan)

Terapi Paliatif
Terapi jaundice/penyakit kuning dengan stenting untuk mengatasi striktur pada distal duktus biliaris komunis telah menggantikan operasi paliatif. Kira-kira 15 – 20% pasien mengalami obstruksi duodenum, hal ini bisa diterapi dengan laparoskopi gastrojejunostomi. Tidak ada indikasi profilaksis untuk dilakukan gastrojejunostomi, sebab kebanyakan pasien telah meninggal karena penyakitnya sebelum obstruksi duodenum menjadi masalah.
Terapi untuk rasa sakit dan gejala-gejala lainnya bisa dikelola secara paliatif. Melakukan blok pada plexus coeliacus sangat membantu.

Radiogram: Stent untuk menghilangkan obstruksi duodenum pada Ca pankreas

Prognosis
Prognosis karsinoma pankreas yang tak dapat direseksi cukup jelek, dan hanya sedikit pasien yang dapat terus hidup lebih dari setahun setelah terdiagnosis. Kelangsungan hidup lima tahun sesudah reseksi pada karsinoma pankreas semakin bertambah baik, dan sekarang mencapai 10 – 20%. Hal ini naik hingga 50% pada tumor-tumor periampullary yang direseksi.

Hepatoma atau Karsinoma Hepatoselular

Hepatoma atau karsinoma hepatoselular (Hepatocellular carcinoma/ HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma (Cholangiocarsinoma=CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dalam kehidupan sehari-hari ditemukan kasus dimana pria lebih banyak menderita penyakit ini dibandingkan wanita. Biasanya ditemukan pada usia 50-60 tahun. Beberapa tahun terakhir ini terjadi perkembangan pada modalitas terapi yang dapat memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya perbaikan pada kualitas hidup pasien. 1,2
Kanker yang berasal dari sel-sel hati ini secara makroskopis dibedakan atas tipe masif, nodular, dan difus. Tipe masif umumnya terjadi di lobus kanan, berbatas tegas, dan dapat dikelilingi nodul-nodul kecil. Tipe nodular tampak berupa nodul-nodul dengan ukuran bervariasi dan terjadi di seluruh hati. Adapun karsinoma tipe difus sukar ditentukan batas-batasnya.3

EPIDEMIOLOGI
Hepatoma atau HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia, menempati peringkat ke-5 pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia, serta urutan ketiga dari kanker sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat kematian hepatoma juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker pankreas. 1
Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya, sekitar 80% dari kasus hepatoma di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi. Setiap tahun muncul 350.000 kasus baru di Asia, 1/3nya terjadi di Republik Rakyat China. Di Eropa kasus baru berjumlah sekitar 30.000 per tahun, di Jepang 23.000 per tahun, di Amerika Serikat 7000 per tahun dan kasus baru di Afrika 6x lipat dari kasus di Amerika Serikat. Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati. Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Tampaknya virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. 1,4
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda kecuali di wilayah yang endemik infeksi serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Infeksi HBV sebagai salah satu penyebab terpenting hepatoma banyak ditularkan pada masa perinatal atau masa kanak-kanak kemudian hepatoma terjadi sesudah dua-tiga dasawarsa. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.1,4

DAFTAR PUSTAKA
1. Budihusodo U. Karsinoma Hati. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. FKUI. Jakarta. 2009, Hal: 685-691.

2. Dugdale D. C. Hepatocellular Carcinoma. [Online]. [Cited on 2009]. Available from : URL : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000280.htm

3. Anonim Hepatoma. [Online]. [Cited on 2005]. Available from : URL : http://paketlever.wordpress.com/2005/07/19/hepatoma/

4. Singgih B, Datau EA. Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. [Online]. [Cited on 2006].