Powered By Blogger
http://arif-healthy.blogspot.com/

Monday, October 31, 2011

Mencerdaskan Anak melalui Menu Sehat

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang turut memberikan kontribusi pada pembangunan suatu negara. Dari keluargalah lahir individu-individu yang nantinya akan berperan sebagai pelaku pembangunan. Sumber daya manusia yang handal akan menjadi modal utama berkembangnya suatu negara. Dalam hal ini keluarga, khususnya ibu, sangat berperan dalam membentuk sumber daya manusia tersebut.


Seorang ibu sebaiknya memiliki pengetahuan tentang pola pengasuhan bagi anak-anaknya agar dapat membentuk manusia yang berkualitas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan seorang ibu adalah dengan mencukupi kebutuhan lahir dan batin anak-anaknya. Kebutuhan lahir di antaranya kebutuhan gizi yang sesuai dengan tumbuh kembang anak. Sebab, gizi yang baik akan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pola makan yang baik akan meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak. Pasalnya, tubuh dan otak membutuhkan zat-zat gizi dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan berkualitas yang dikonsumsi ibu sewaktu hamil dan anak pada awal-awal masa kehidupan turut menentukan tingkat kecerdasan anak, di samping faktor hereditas (keturunan) dan faktor pengasuhan lain.

Pemilihan bahan makanan yang berkualitas dan teknik pengolahan yang bervariasi dapat membentuk prefensi anak terhadap makanan. Kebiasaan makan yang baik yang sudah terbentuk sejak anak-anak akan terbawa hingga dewasa.

Buku Menu Sehat untuk Kecerdasan Balita yang ditulis Dr. Ruslianti, M.Si & Dra. Mutiara Dahlia, M.Kes ini memberikan tuntunan bagi ibu-ibu dalam memilih dan mengolah makanan yang baik agar dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Sehingga, diharapkan dapat mencapai tumbuh kembang fisik dan kecerdasan yang optimal.

Resep-resep pilihan yang terdapat di dalam buku mampu mengundang selera makan anak. Selain itu, dilengkapi juga dengan petunjuk dan penjelasan tentang otak anak serta kaitannya dengan gizi yang dibutuhkan dan pola pengasuhan yang tepat dalam mendukung kecerdasan anak

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

HIPEREMESIS GRAVIDARUM:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala – gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60 – 80% primi gravida dan 40 – 60% multi gravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala – gejala ini menjadi lebih berat

Perasaan mual ini desebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG (Human Chorionic Gonadrotropin) dalam serum. Pengaruh Fisiologik kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari – hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. (Prawirohardjo, 2002)

Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering kita jumpai pada kehamilan muda dan dikemukakan oleh 50 – 70% wanita hamil dalam 16 minggu pertama. Kurang lebih 66% wanita hamil trimester pertama mengalami mual- mual dan 44% mengalami muntah – muntah. Wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Perbandingan insidensi hiperemesis gravidarum
4 : 1000 kehamilan. (Sastrawinata, 2004)

Diduga 50% sampai 80% ibu hamil mengalami mual dan muntah dan kira – kira 5% dari ibu hamil membutuhkan penanganan untuk penggantian cairan dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit. Mual dan muntah khas kehamilan terjadi selama trimester pertama dan paling mudah disebabkan oleh peningkatan jumlah HCG. Mual juga dihubungkan dengan perubahan dalam indra penciuman dan perasaan pada awal kehamilan. (Walsh, 2007)
Hiperemesis gravidarum didefinisikan sebagai vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atu defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. Insiden kondisi ini sekitar 3,5 per 1000 kelahiran. Walaupun kebanyakan kasus hilang dan hilang seiring perjalanan waktu, satu dari setiap 1000 wanita hamil akanmenjalani rawat inap. Hiperemesis gravidarum umumnya hilang dengan sendirinya (self-limiting), tetapi penyembuhan berjalan lambat dan relaps sering umum terjadi. Kondisi sering terjadi diantara wanita primigravida dan cenderung terjadi lagi pada kehamilan berikutnya. (Lowdermilk, 2004)

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi hiperemesis gravidarum
2. Untuk mengetahui etiologi hiperemesis gravidarum
3. Untuk mengetahui patofisiologi hiperemesis gravidarum
4. Untuk mengetahui gejala dan tanda hiperemesis gravidarum
5. Untuk mengetahui diagnosis hiperemesis gravidarum
6. Untuk mengetahui pencegahan hiperemesis gravidarum
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan hiperemesis gravidarum

C. Manfaat Penulisan
Diharapkan kepada pembaca terutama mahasisiwi kebidanan untuk mengerti dan memahami tentang hiperemesis gravidarum sehingga dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum.

D. RUMUSAN MASALAH
Wanita hamil yang mengalami mual


E. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode pustaka.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan sehari – hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. (Arif, 1999)

Hiperemesis gravidarum adalah mual – muntah berlebihan sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari – hari dan bahkan membahayakan hidupnya. (Manuaba, 2001)

Wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum. (Sastrawinata, 2004)

Hiperemesis gravidarum adalah vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atau defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. (Lowdermilk, 2004)

Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan (biasanya pada hamil muda) dimana penderita mengalami mual- muntah yang berlebihan, sedemikian rupa sehingga mengganggu aktivitas dan kesehatan penderita secara keseluruhan. (Achadiat, 2004)

B. Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia. Perubahan – perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat – zat lain akibat inanisi. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai berikut :
1. faktor predisposisi :
a. Primigravida
b. Overdistensi rahim : hidramnion, kehamilan ganda, estrogen dan HCG tinggi, mola hidatidosa
2. Faktor organik :
a. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal
b. Perubahan metabolik akibat hamil
c. resistensi yang menurun dari pihak ibu.
d. Alergi
3. faktor psikologis :
a. Rumah tangga yang retak
b. Hamil yang tidak diinginkan
c. takut terhadap kehamilan dan persalinan
d. takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu
e. Kehilangan pekerjaan

C. Patofisiologi
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
1. Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton – asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah.
2. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan karena muntah menyebabkan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah dan khlorida air kemih turun. Selain itu juga dapat menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang
3. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal menambah frekuensi muntah – muntah lebih banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan
4. Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Sindroma Mallory-Weiss) dengan akibat perdarahan gastro intestinal.

D. Gejala dan Tanda
Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum menurut berat ringannya gejala dapat dibagi :
1. Tingkatan I
a. Muntah terus menerus sehingga menimbulkan :
1) Dehidrasi : turgor kulit turun
2) Nafsu makan berkurang
3) Berat badan turun
4) Mata cekung dan lidah kering
b. Epigastrium nyeri
karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke esofagus
c. Nadi meningkat dan tekanan darah turun
d. Frekuensi nadi sekitar 100 kali/menit
e. Tampak lemah dan lemas
2. Tingkatan II
a. Dehidrasi semakin meningkat akibatnya :
1) Turgor kulit makin turun
2) Lidah kering dan kotor
3) Mata tampak cekung dan sedikit ikteris
b. Kardiovaskuler
1) Frekuensi nadi semakin cepat > 100 kali/menit
2) Nadi kecil karena volume darah turun
3) Suhu badan meningkat
4) Tekanan darah turun

c. Liver
1) Fungsi hati terganggu sehingga menimbulkan ikterus
d. Ginjal
Dehidrasi menimbulkan gangguan fungsi ginjal yang yang menyebabkan :
1) Oliguria
2) Anuria
3) Terdapat timbunan benda keton aseton
Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan
e. Kadang – kadang muntah bercampur darah akibat ruptur esofagus dan pecahnya mukosa lambung pada sindrom mallory weiss.
3. Tingkatan III
a. Keadaan umum lebih parah
b. Muntah berhenti
c. Sindrom mallory weiss
d. Keadaan kesadran makin menurun hingga mencapai somnollen atau koma
e. Terdapat ensefalopati werniche :
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan mental
f. Kardiovaskuler
1) Nadi kecil, tekanan darh menurun, dan temperatur meningkat
g. Gastrointestinal
1) Ikterus semakin berat
2) Terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam
h. Ginjal
1) Oliguria semakin parah dan menjadi anuria

E. Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.
Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan.

E. Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak terjadi hiperemesis gravidarum dengan cara :
1. Memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik
2. Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang – kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan.
3. Menganjurkan mengubah makan sehari – hari dengan makanan dalam jumlah kecil tapi sering
4. Menganjurkan pada waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, erlebih dahulu makan roti kering atau biskuit dengan dengan teh hangat.
5. makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan
6. Makanan seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin
7. Defekasi teratur
8. Menghindari kekurangan karbohidrat merupakan faktor penting, dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.

F. Penatalaksanaan
Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak mengurang maka diperlukan :
1. Obat – obatan
a. Sedativa : phenobarbital
b. Vitamin : Vitamin B1 dan B6 atau B – kompleks
c. Anti histamin : Dramamin, avomin
d. Anti emetik (pada keadan lebih berat) : Disiklomin hidrokhloride atau khlorpromasin
Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit.
2. Isolasi
a. Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik.
b. Catat cairan yang keluar masuk.
c. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau makan.
d. Tidak diberikan makanan/minuman dan selama 24 jam.
Kadang – kadang dengan isolasi saja gejala – gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
3. Terapi psikologik
a. Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan
b. Hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan
c. Kurangi pekerjaan sera menghilangkan masalah dan konflik
4. Cairan parenteral
a. Cairan yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5% dalam cairan fisiologis (2 – 3 liter/hari)
b. Dapat ditambah kalium, dan vitamin(vitamin B kompleks, Vitamin C)
c. Bila kekurangan protein dapat diberikan asam amino secara intravena
d. Bila dalam 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat diberikan minuman dan lambat laun makanan yang tidak cair
Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala – gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik
5. Menghentikan kehamilan
Bila pegobatan tidak berhasil, bahkan gejala semakin berat hingga timbul ikterus, delirium, koma, takikardia, anuria, dan perdarahan retina, pertimbangan abortus terapeutik.


EPIDEMIOLOGI bencana

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI SETELAH TERJADINYA BENCANA:
I. Pendahuluan. n Pengertian : Bencana suatu malapetaka yang luar biasa, baik yang disebabkan gejala alam maupun hasil perbuatan manusia, dapat merusak tempat tinggal, mengacaukan kehidupan bermasyarakat serta menyebabkan kesakitan dan kematian yang signifikan, dimana melampaui kemampuan kapasitas normal dari populasi yang terkena. Merujuk pada dampak yang besar terhadap kesehatan manusia, Majelis Umum PBB telah mendeklarasikan dekade 90 – an sebagai dekade internasional untuk pengurangan bencana alam dan telah mengajak peran dunia secara global untuk bersama-sama mengurangi efek dari peristiwa-peristiwa buruk ini. n Klasifikasi bencana : Menurut Penyebab : a. Alam : co. gempa bumi dan erupsi vulkanik, keadaan cuaca yang berat kekeringan (banjir dan angin taufan) b. perbuatan manusia : co. kecelakaan kimia atau perang. Menurut Perkiraan : a. dapat diprediksi sebelumnya : banjir, angin taufan, b. tidak dapat diprediksi : gempa bumi. Menurut Waktu Berlangsungnya : a. singkat saja : angin tornado, gempa bumi b. jangka waktu lama : kekeringan, kecelakaan radiasi. Menurut Frekuensi : a. sering : angin tornado dan taufan, b. Jarang : mencairnya reaktor-reaktor nuklir. Menurut Dampak : a. terhadap jutaan orang : kelaparan, gempa bumi b. relatif kecil orang : runtuhnya jembatan. n Peran ahli epidemiologi : Keseluruhan ciri-ciri bencana ini adalah hal-hal yang dirasakan sangat merugikan bagi mereka yang mengalaminya dan mempengaruhi kemampuan suatu masyarakat dalam meresponnya. Para ahli epidemiologi dapat menyediakan tepat pada waktunya, penaksiran tentang problem-problem kesehatan berkaitan dengan suatu bencana sebagai usaha untuk membantu pemberian tindakan penggolongan yang efektif dan tepat, serta untuk mencegah konsekuensi-konsekuensi yang sama pada bencana yang mungkin terjadi di masa depan. II. Sasaran n Ruang Lingkup : 1. Penilaian segera distribusi dan faktor penentu peristiwa-peristiwa kematian, sakit, dan cedera terkait bencana. 2. Menentukan masalah paling dini dan menyesuaikan dengan tindakan terencana dan tepat. 3. Memberikan informasi yang dapat dipercaya tentang konsekuensi kesehatan akibat bencana. 4. Melakukan survei dan penyelidikan 5. Memberi saran terhadap problem kesehatan yang mungkin meningkat. 6. Membuat prioritas tindakan yang akan dilakukan n Tujuan : Tujuan utama dari surveilans epidemiologi adalah untuk mencegah dan mengurangi efek yang merugikan dari bencana itu sendiri seiring dengan usaha untuk mengoptimalkan proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan manajemen pertolongan. Tujuan epidemiologi ini secara mudah didefinisikan dalam lingkungan pengawasan meliputi : pengumpulan data, analisis terhadap data, dan respon terhadap data. n Teknik epidemiologi : Belakangan ini tehnik-tehnik epidemiologi telah secara efektif diperkenalkan sebagai komponen dasar pada banyak operasi-operasi pertolongan bencana, yaitu : ¨ mendefenisikan secara cepat problem-problem awal kesehatan dan perkembangannya ¨ mengidentifikasi kelompok-kelompok dalam populasi yang cenderung terkena risiko yang merugikan ¨ mengoptimalkan usaha pertolongan ¨ mengawasi keefektifan usaha pertolongan dan memberikan anjuran tentang pengurangan konsekuensi-konsekuensi buruk terhadap bencana yang akan datang. III. Pertimbangan – pertimbangan khusus terhadap epidemiologi bencana Prinsip dasar dari pengawasan epidemiologi terhadap suatu bencana adalah tidak berbeda dengan pengawasan yang diaplikasi pada bidang-bidang yang lain. Lingkaran pengawasan yang terus menerus berubah : ¨ penilaian sepintas lalu terhadap problem dgn menggunakan tehnik pengumpulan data yang belum sempurna ¨ penilaian jangka pendek meliputi pembuatan data yang sederhana namun terpecaya sumbernya ¨ melakukan pengawasan terus-menerus untuk mengidentifikasi masalah yang berkelanjutan dan memonitor respon dari intervensi yang dipilih. ¨ membandingkan antara korban dengan yang selamat dan mempelajari apa yang bisa dilakukan dalam mencegah korban manusia pada bencana berikutnya. Sukses dari investigasi epidemik bencana dapat dilihat dari bagaimana pengumpulan dan penganalisaan data dapat mengidentifikasi strategi-strategi pencegahan, dan bagaimana strategi- strategi ini dapat secara efektif diterapkan oleh pembuat keputusan dalam memberi pertolongan langsung dan menurunkan kesakitan yang terus-menerus terjadi. Usaha-usaha ini membutuhkan koordinasi yang aktif diantara ahli-ahli epidemiologi yang mengumpulkan data dan mengidentifikasi strategi-strategi terhadap masalah dengan para pembuat keputusan yang mengerti data dan strategi tersebut dan menerapkan dalam kebijakan yang diminta. Bidang metode pengawasan bervariasi tergantung bencana dan ketersediaan waktu serta personil : ¨ Bidang awal penyelidikan mencegah kecelakaan yang berakibat kematian. ¨ Survei ketersediaan perawatan medis, penilaian akan kebutuhan intervensi yang spesifik dan kontrol epidemik ¨ Memonitor dampak dari pertolongan yang dilakukan dan menentukan apakah usaha yang dilakukan memberi dampak terhadap populasi atau apakah suatu strategi baru dibutuhkan atau tidak. ¨ Pengawasan bersifat interaktif yakni sebuah proses bersiklus dimana hasil kesehatan sederhana secara konstant dimonitor dan intervensi secara berkelanjutan diperkirakan kemampuannya. Tujuan dan tindakan pertolongan haruslah dapat menolong populasi untuk memulihkan diri secara cepat, seperti sediakala sebelum bencana terjadi sementara bantuan berupa uang diperlukan sebagai jaminan terhadap efek jangka panjang. Pada fase awal pertolongan kebutuhan dasar seperti : air, makanan, pakaian, tempat tinggal dan perawatan medis mesti tersedia. Penilaian epidemiologi, prioritasi kebutuhan dan perencanaan yang tepat dapat memberikan efek keuntungan utama bagi masyarakat dalam usaha untuk kembali kekeadaan normal baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sebuah obsevasi ulang terhadap beberapa bencana baru-baru ini menunjukkan bahwa konsekuensi bencana terhadap kesehatan, paling berat menimpa masyarakat yang tinggal dinegara-negara berkembang. Contoh, gempa bumi dengan kekuatan 6-7 skala richter, menimbulkan korban jiwa yang besar di Peru (1970), Nicaragua (1972), Guatemala (1976), Tangshan China (1976) dan Armenia (1978). Bencana dengan kekuatan yang sama menimpa California, menyebabkan masalah-masalah kesehatan yang minim, selain kerugian properti. Negara-negara industri terlindungi dari bencana sebab kemampuan mereka dalam memperkirakan adanya badai, membuat kode keamanan penanda gempa, bangunan-bangunan yang anti kebakaran, memanfaatkan jaringan komunikasi dalam menyebarluaskan peringatan akan bencana, menyediakan pelayanan medis, dan menyusun rencana persiapan penduduk dan institusi umum bila terjadi bencana. IV. Beberapa masalah epidemiologi dalam surveilans bencana Pertolongan terhadap kelaparan Pada tahun 1957, Sayler dan Gordon dalam salah satu reviuw paling awal tentang peran dan penilaian epidemiologi setelah bencana alam, membandingkan bencana dengan epidemi dan menyarakan bahwa bencana dapat dijelaskan dalam kerangka epidemiologi yang berkaitan dengan waktu, tempat dan orang. Konsep ini telah diaplikasikan sejak tahun 1960 untuk membantu operasi internasional secara besar-besaran dalam mengatasi bencana kelaparan akibat perang saudara di Negeria. Para ahli epidemiologi telah mengembangkan survei baru dan metode untuk secara cepat menilai status nutrisi penduduk yang mengungsi, dan usaha pertolongannya sebagai prioritas utama. Selanjutnya memonitor status nutrisi populasi sbg respon atas kualitas dan tipe makanan yang dibagikan. Perkiraaan epidemiologi secara cepat membuktikan ketidak tersediaan secara optimal dari distribusi makanan sementara kondisi kesehatan terus-menerus berubah. Sejak itulah, pengawasan nutrisi dan distribusi makanan menjadi bagian dari usaha pertolongan penanggulangan kelaparan, terhadap penduduk yang mengungsi. b. Kontrol Epidemik ; Kantor Pengaduan Para epidemiologis selanjutnya mesti terlibat dalam aspek lain kondisi pasca bencana, yaitu : Antisipasi berkembangnya desas-desus tentang penyebaran / mewabahnya penyakit kolera ataupun typus. Untuk itulah sebuah kantor pengaduan dapat memberikan fungsi yang amat penting dalam memonitor berkembangnya issu-issu yakni dengan menyelidiki yang benar-benar bermanfaat serta kemudian menginformasikan kepada khalayak umum akan bahaya yang mungkin terjadi. Konsep ini amat bermanfaat tidak hanya untuk penduduk terkena musibah dinegara-negara berkembang tetapi juga terhadap lingkungan kota, negara-negara industri. c. Surveilans Pencegahan Kematian, Sakit dan Cedera Masalah kesehatan yang berkaitan dengan bencana besar biasanya lebih luas, tidak hanya ketakutan terhadap penyakit-penyakit wabah yang mungkin terjadi, namun sering diukur berapa jumlah orang yang meninggal, terluka parah atau berapa banyak yang jatuh sakit. Para ahli epidemiologi mesti mengidentifikasi konsekuensi terhadap kesehatan yang paling berat dan bencana yang masih bisa dicegah dengan suatu tindakan aktif, intervensi yang terarah baik, dan penyusunan kerangka prioritas untuk kemudian melaporkannya pada pengambil keputusan. Proritas-prioritas mungkin berbeda pada masing-masing bencana, para epidemiologis dengan cepat namun tepat membuat suatu perencanaan. Contoh ; kebanyakan kematian akibat gempa bumi terjadi sebagai dampak langsung, maka kebanyakan tindakan pencegahan terhadap kematian lebih lanjut adalah berupa perawatan segera mereka yang terluka ataupun segera membebaskan mereka yang terperangkap pada bangunan yang runtuh. Pada saat yang bersamaan, perhatian yang sama harus pula diberikan pada dampak gempa bumi tersebut terhadap kerusakan penampungan makanan dan suplai air, jaringan transportasi dan telekomunikasi serta masalah lain yang berkaitan dengan akses pada layanan kesehatan bagi mereka yang selamat hingga terhindarkan dari kondisi yang buruk. Contoh tahun 1979 ketika sekitar kurang lebih ± 30.000 rakyat Kamboja tiba sebagai pengungsi di Thailand. Menyelamatkan diri mereka dari perang, tiba di Thailand dengan kondisi kelelahan, kekurangan makanan, cedera dan bahkan terkena infeksi malaria berat. Kematian mereka kemudian diketahui dunia ketiga, dilaporkan setiap hari ada kematian. Akhirnya usaha pertolongan internasional secara besar dilakukan, namun tidak ada informasi tersedia sebelumnya yang digunakan dalam menentukan target operasi. Tujuan pengawasan sesegera mungkin adalah untuk mengidentifikasi pencegahan dini terhadap kematian dan untuk memutuskannya sebagai prioritas utama untuk pertolongan. Tujuan kedua pengawasan adalah untuk memonitor kematian dan kesakitan untuk menyakinkan apakah usaha pertolongan yang dilakukan cukup efektif. Dalam keadaan data epidemiologi, banyak media menggambarkan bahwa para pengungsi sudah hidup di kompleks kematian, dan diperparah lagi kondisi ini dengan usaha-usaha pertolongan yang gagal karena tidak mampu mencegah kematian secepatnya. Pengawasan epidemiologi secara cepat menyiapkan data-data mengenai angka kematian, mengidentifikasi malaria sebagai penyebab utama kematian, dan perumahsakitan orang, dan kemudian membuat strategi-strategi yang spesifik untuk perawatan malaria, celebral yang agresif, sebagai penyebab utama kematian. Penurunan secara cepat kematian selama minggu pertama dari usaha pertolongan, berkaitan secara langsung dengan penargetan dengan masalah utama yang tepat. Pengumpulan data-data yang sederhana pada angka harian dan dengan penyebab utama kematian dan pengakuan dari rumah sakit, penggunaan bidang survei dasar yang ditargetkan terhadap permintaan pertolongan spesifik, dan persiapan dari pengawasan mingguan yang singkat. Membuat usaha pertolongan menjadi bersifat responsif (tanggap) terhadap kebutuhan kesehatan yang mendesak dikompleks serta menyediakan informasi yang dapat dipercaya baik untuk organisasi donor maupun untuk pers. Kemudian penggunaan tim epidemiologi untuk mengumpulkan data, mengidentifikasi prioritas, dan monitoring keefektifan usaha yang dilakukan telah menjadi bagian terintegrasi dari banyak usaha pertolongan dan bantuan internasional. Surveilans Kebutuhan Perawatan Kesehatan. Pada bencana yang terkait dengan jumlah korban yang cukup banyak dengan cedera yang berat (contoh : ledakan, tornado) ataupun penyakit yang parah (kecelakaan nuklir, epidemi), maka kemampuan untuk mencegah kematian dan menurunkan kesakitan yang berat akan sangat tergantung pada perawatan medis yang tepat dan adekuat (memadai) atau tergantung pada pengiriman korban pada pusat-pusat layanan yang menyediakan perawatan medis yang tepat. Survei yang cepat dengan jumlah korban yang falid membutuhkan perhatian khusus berdasarkan perjalanan kondisi penyakit atau cederanya akan memberikan dampak langsung terhadap respon sehingga dapat ditingkatkan lebih baik, sekali lagi mengidentifikasi kebutuhan dan memonitor efek dari intervensi adalah merupakan fungsi epidemiologi yang sangat penting. Penelitian untuk menghindari tindakan tidak perlu Setelah bencana banyak lembaga dan donor yang menawarkan bantuan peralatan dan tenaga untuk usaha-usaha pertolongan yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh : pengiriman obat-obatan yang tidak penting, kadarluarsa ataupun yang tidak berlabel pada daerah-daerah terkena bencana, seringkali justru mengganggu usaha pertolongan sebab menyebabkan beberapa personil terpaksa harus mengidentifikasi bantuan yang relevan dari sekumpulan material yang tidak diperlukan. Vaksin untuk kolera dan demam typus tidak pernah dipakai sesudah bencana, namun selalu saja ditawarkan, hal ini menurut para politisi dan personil lokal berada dalam posisi yang kurang nyaman, namun tepat untuk berkata “tidak“. Bencana juga sering mempercepat desakan yang bersifat altruistik (bersifat tidak mementingkan orang lain) diantar para profesional kesehatan, sebagai contoh : tidak kurang dari 30.000 dokter dan perawat dari Amerika Serikat, Eropa, Amerika Latin dan Asia bekerja secara sukarela terhadap para pengungsi kamboja pada tahun 1979 – 1980. Kebutuhan dibatasi jumlahnya, hanya orang dengan pengalaman dan keterampilan khusus yang diminta dan usaha seleksi terhadap personil yang tepat sering kali amat sulit, bergantung pada tekanan yang dibebani oleh para pembuat keputusan. Para epidemiologis sering dapat melakukan survei untuk menaksir apakah intervensi yang dilakukan donor secara sukarela dan dengan maksud politik tertentu adalah sesuai dengan kebutuhan. Analisis Epidemiologi ; Konsekuensi Pencegahan Kesehatan pada Bencana Yang Akan Datang Pada beberapa bencana seperti ; gempa bumi, tornado ataupun angin ribut jumlah kematian atau terluka parah terutama terjadi akibat kejadian bencana itu sendiri. Pada masing-masing pencegahan ini strategi-strategi pencegahan sering direkomendasikan, padahal belum melalui suatu penelitian epidemiologi yang mendalam. Sekarang ini, para ahli epidemiologi telah memfokuskan pada penilaian strategi apa yang terbaik untuk mencegah kesakitan terkait bencana ini. Suatu pertanyaan timbul menurut suatu model kasus-kontrol ; mengapa beberapa orang meninggal (kasus) sementara tetangga, anggota keluarga ataupun lainnya selamat (kontrol), faktor-faktor risiko dari kemampuan untuk bertahan (selamat) tergantung pada pengetahuan dan perhatian pada peringatan bencana seperti : peringatan terjadi tornado. Pengambil tindakan yang bersifat menghindari dan ketersediaan perawatan medis, hingga pada masalah-masalah struktural seperti bahan bangunan yang dipakai diarea sering terjadi bencana tersebut. Analisis-analisis seperti ini setelah terjadinya gempa bumi dan tornado telah menghasilkan informasi-informasi baru yang telah merubah pola pikir tradisional kita tentang pencegahan kematian terkait bencana, contohnya ; pada tornado Wichita Falls pada 1979, banyak orang meninggal ketika melarikan diri dari tornado menggunakan mobil, berdasarkan saran yang diberikan layanan cuaca waktu itu, sebuah analisis epidemiologi menentukan bahwa orang-orang yang menggunakan kendaraan bermotor ataupun rumah mobil, memiliki 10 – 80 kali lebih besar risiko kematian atau terluka parah dibanding mereka yang berlindung diruang bawah tanah atau tempat perlindungan yang disediakan pada gedung-gedung besar milik umum. Berdasarkan penemuan ini, maka peringatan dan anjuran secara nasional untuk mencegah kematian akibat tornado telah berubah sejak itu. Demikian pula pada kematian akibat gempa bumi yang langsung dikaitkan dengan praktek-praktek konstruksi mengkonfirmasikan perlunya kode bangunan penanda gempa, dan latihan menyelamatkan diri bila tanda gempa awal telah muncul. Bagaimanapun, bahkan dinegara-negara berkembang, metode konstruksi yang simpel yang secara epidemiologi bersifat melindungi diri dari efek merusak gempa bumi telah tersedia. Masih dibutuhkan studi lebih lanjut untuk mengoreksi peringatan dan anjuran yang konvensional. Analisis Peringatan dari Usaha Pertolongan Konsekuensi bencana jangka panjang tidak cukup diperkirakan. Tidak ada evaluasi dibuat 5 atau 10 tahun sesudah bencana untuk menentukan apakah perubahan dalam epidemiologi atau praktik pertolongan, pengarahan ulang dana untuk tujuan jangka panjang atau perubahan dari pola dan kebiasaan membuat bangunan, memiliki pengaruh jangka panjang terhadap respon masyarakat terhadap bencana. Meskipun demikian, kebanyakan masyarakat yang mengalami bencana, lebih peduli terhadap usaha-usaha persiapan dimasa yang akan datang. V. Kesimpulan Para ahli epidemiologi yang terlibat dalam penafsiran bencana menghadapi sejumlah masalah–masalah spesifik berkaitan dengan lingkungan politik dan perubahan yang cepat dari profil kesehatan, kebutuhan dan kesempatan dalam melakukan suatu intervensi. Data mesti dikumpulkan secara cepat dibawah kondisi amat buruk. Informasi epidemiologi itu kemudian harus diaplikasikan pada proses keputusan agar dalam menentukan suplai pertolongan, peralatan dan personal yang dibutuhkan, bisa lebih efektif. Standarisasi prosedur dalam mengumpulkan data-data bencana perlu dikembangkan karena terkait dengan keputusan operasional dan tindakan yang dilakukan. Metode epidemiologi yang beraneka ragam telah mendemostrasikan pentingnya hal-hal tertentu, sebelum, selama dan sesudah bencana. Sebelum bencana, energi difokuskan dalam menggambarkan risiko-risiko yang dihadapai penduduk, dan perkiraan persiapan darurat sesuai derajat bencana, fleksibilitas dan pengawasan yang telah ada dan pada pelatihan personil. Selama kejadian, perawatan kesehatan perlu bagi populasi yang terkena dan kebutuhan akan layanan darurat perlu diperkirakan sebelumnya secara cepat dengan tujuan untuk mencegah kematian, cedera ataupun sakit. Pada fase sesudah bencana, monitoring berkelanjutan dan pengawasan terhadap masalah kesehatan yang dihadapi populasi harus dilakukan, demikian pula dengan informasi mengenai keefektifan informasi yang telah dilakukan, biasa diminta. Paska bencana, metode-metode epidemiologi dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan dari masing-masing program intervensi. Kerjasama pengawasan epidemiologi dengan manajemen bencana telah mengurangi secara dramatis, efek bencana ini pada populasi yang terkena.

Tips Memutihkan Gigi Secara Alami

Tips Memutihkan Gigi Secara Alami: Kesehatan Keluarga – Memiliki gigi putih dan sehat merupakan dambaan setiap orang. Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi kopi merupakan sebagian faktor yang dapat menyebabkan gigi akhirnya berwarna kuning. Masyarakat Indonesia pada umum nya menganggap hal ini merupakan hal yang biasa, kurang nya pengetahuan serta sosialisasi akan pentingnya kesehatan mulut dan gigi menjadi faktor utama kenapa masyarakat enggan untuk memeriksakan gigi secara berkala. Berbeda sekali dengan masyarakat di Eropa yang sangat memperhatikan kesehatan gigi dan mulut.
Biasakan Sejak Usia DiniOrang tua dalam hal ini diharapkan dapat mengajarkan anak-anak tentang pentingnya memelihara kesehatan mulut dan gigi sejak dini.Gigi SehatBerikut Tips Cara Memutihkan Gigi Secara Alami ;1. Pasta Lemon dan garam Buatlah pasta yang terbuat dari beberapa tetes jus lemon yang di campur dengan sedikit garam dapur. Gunakan ketika anda mengosok gigi secara teratur. Pasta lemon ini juga dapat menghilangkan karat pada permukaan gigi.2. Kulit Jeruk Gosoklah gigi dengan menggunakan bagian dalam kulit jeruk. Kulit jeruk ternyata mengandung unsur pemutih yang sangat lembut yang akan membantu menghilangkan noda karat pada gigi. Menggosok gigi dengan kulit jeruk tidak berbahaya pada lapisan email gigi.3. Siwak Alasan umum penggunaan Miswak oleh umat Islam dikaitkan dengan agama. Dimana budaya dan tradisi penggunaan siwak atau miswak telah lama terjadi sejak zaman Rasulullah. Selain disunahkan, terdapat lebih kurang 70 keunggulan Miswak yang dijelaskan dalm Islam dan banyak literatur telah membuktikannya secara ilmiah.4. Daun Salam Memutihkan gigi dengan daun salam, caranya ambil 6 lembar jemur di terik matahari, lalu remas hingga menjadi bubuk. Kemudian tambahkan kulit jeruk bubuk. Cara menggunakannya cukup gosokan campuran daun salam dengan kulit jeruk tersebut setiap hari. Lakukan secara rutin selama 2 minggu dan lihat hasilnya.5. Sari Apel dan Cuka Putih Sari buah apel dan cuka putih juga sangat efektif menghilangkan noda karat pada gigi, karena keduanya mengandung unsur pemutih yang membantu menghilangkan noda dengan cepat. Namun kedua bahan ini sifatnya sangat keras, sehingga penggunaan secara terus menerus akan menimbulkan kerusakan permanen pada lapisan email gigi.6. Arang Kayu Arang kayu juga sangat ampuh untuk membersihkan noda kuning pada gigi, namun bahan ini berbahaya karena dapat merusak email secara permanen dan menimbulkan rasa sakit pada gigi. Oleh karena itu, Anda sebaiknya tidak mencobanya.