Powered By Blogger
http://arif-healthy.blogspot.com/

Sunday, November 6, 2011

Lupus Disebut Sebagai “Penyakit Perempuan”

Lupus Disebut Sebagai “Penyakit Perempuan”: Siapa Pengidap Lupus?Sebanyak tiga sampai lima persen orang Amerika Serikat mengidap autoimun disease jika kita memasukkan thyroiditis (peradangan kelenjar tiroid) dan diabetes tipe I. Berapa banyak jumlah pasien lupus di Amerika? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Pada 1997. National Arthritis Data Workshop memperkirakan ada sebanyak 239.000 orang Amerika mengidap SLE.Jumlah tersebut, bagaimanapun. tidak termasuk pasien yang menderita discoid lupus ataupun akibat obat lupus. Di sisi lain, Lupus Foundation of America dan Artritis Foundation telah menyatakan bahwa antara 500.000 hingga 1.000.000 orang Amerika mengidap satu dari empat jenis lupus.Ada beberapa alasan untuk ketidaksesuaian ini. Pertama, beberapa survei epidemologis (epidemologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar faktor-faktor yang menentukan siapa yang mengidap penyakit) berasumsi bahwa semua pasien lupus masuk rumah sakit selama 7 sampai 10 tahun dan hanya mengumpulkan data dari rumah sakit. Tetapi kelompok lain menunjukkan bahwa kurang dari 50 persen pasien lupus masuk rumah sakit selama lebih dari 10 tahun pengamatan lanjutan. Kedua, dari data-data badan kesehatan seperti Kaiser Permanente, dapat diketahui jumlah pasien rawat jalan tetapi pada umumnya hanya termasuk pasien yang mendapatkan jaminan sosial atau memiliki pekerjaan. Terlebih lagi, banyak dokter yang tidak mencantumkan lupus sebagai diagnosis pada formulir jaminan sosial karena hal itu berakibat pada pembatalan kebijakan atau penyakit itu diketahui oleh para rekan sekerja.Ketiga. beberapa survei yang dilakukan oleh Mayo Clinic yang mencakup lebih dari 95 persen populasi kulit putih, yang tidak mencerminkan kualitas rasial di Amerika Serikat atau dalam penyakit ini. Juga, akibat obat lupus hanya bertahan selama beberapa minggu pada sebagian besar pasien, itu pun tidak tercatat secara teratur. Di samping itu, pengidap discoid lupus sering kali hanya menemui dermatologis (ahli penyakit kulit) dan jarang menjalani rawat inap di rumah sakit, yang menyulitkan pencatatan reumatologi untuk memperkirakan penyebarannya. Dan lagi-lagi, lupus sering kali tidak didiagnosis secara tepat.Di samping kekhawatiran tentang perlakuan tersebut. beberapa survei di Amerika terhadap populasi kulit putih menemukan bahwa penyebaran (jumlah pasien pengidap penyakit) SLE berkisar antara 14,6 hingga 50,8 per 100.000, dengan rata-rata jumlah kasus baru setiap tahunnya 1.8 sampai 7.6 per 100.000. Hampir 80.000 orang termasuk anggota organisasi pemerhati lupus (yang mayoritas adalah para pengidap lupus), yang mengindikasikan jumlah jaringan yang sangat banyak pada pasien lupus. Berdasar pada pasien-pasien yang diduga mengidap lupus paling tidak oleh satu dokter, Lupus Foundation of America menduga bahwa penyebaran SLE mungkin sebanyak 2 juta orang di Amerika Serikat.Di Eropa, beberapa jaringan kedokteran mengumpulkan data berdasarkan diagnosis. Di antara meluapnya populasi kulit putih di Eropa Barat dan Skandinavia. beberapa survei menunjukkan penyebarannya berkisar antara 12,5 sampai 39 per 100.000.Usia Terjangkit Penyakit
Lupus telah terdapat pada seseorang sejak kelahiran (neonatal lupus) dan telah didiagnosis pada beberapa orang hingga pada umur 89 tahun. Meski demikian. 80 persen penderita SLE mengalaminya antara usia 15 sampai 45 tahun. Neonatal lupus terbatas pada anak dari ibu yang memiliki autoantibody (antibodi yang bereaksi terhadap jaringan tubuhnya sendiri) tertentu yang disebut antibodi anti-Ro (atau SSA). Autoantibody ini terdapat di plasenta (ari-ari). Sebagai contoh, ruam kulit dari neonatal lupus adalah proses pembatasan diri yang hilang dari umur 0 hingga 1 tahun karena antibodi ibunya telah “habis” dan bayinya tidak bisa membuat lebih dari itu. Anak-anak mungkin mengidap SLE antara usia 3 tahun dan pada masa puber. Jenis lupus ini biasanya menyerang organ-organ penting (organ-threatening disease). tetapi kejadian ini hanya terjadi kurang dari 5 persen dari semua kasus lupus. Terjangkit lupus setelah umur 45 tahun atau setelah menopause jarang terjadi. dan diagnosis lupus setelah umur 70 tahun sangat jarang terjadi. Terjangkit lupus pada usia lanjut pada umumnya ringan dan tidak menyerang sistem organ. tetapi ia bisa disalahartikan sebagai artritis reumatoid. sindrom Sjogren. maupun polymyalgia rheumatica.Jenis Kelamin Pengisap SLE
Pada anak-anak dan orang dewasa di atas usia 50 tahun, timbulnya lupus menunjukkan hanya sedikit kecenderungannya pada perempuan, tetapi antara umur 15 sampai 45 tahun hampir 90 persen pengidapnya adalah perempuan. Secara keseluruhan, 80 sampai 90 persen orang Amerika yang mengidap SLE adalah perempuan. Persentase itu lebih sedikit untuk pengidap discoid lupus. yang 70 sampai 80 persen adalah perempuan, dan untuk akibat obat lupus, yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Dengan statistik tersebut, lupus disebut sebagai “penyakit perempuan”.Ras dan Geografi
Terjangkitnya sebuah penyakit adalah istilah untuk menyatakan jumlah kasus baru dalam jangka waktu tertentu (misalnya. tahun), di mana penyebaran menyatakan jumlah penderita dalam populasi. Di Amerika Serikat. ras Afrika-Amerika, Latin, dan Asia memiliki kasus SLE lebih tinggi daripada ras Kaukasia. Penyebaran pada perempuan Afrika Amerika diperkirakan oleh Kaiser-Permanente sebesar 286 per 100.000 di San Francisco. Sebuah penelitian di Hawaii menunjukkan bahwa perempuan Asia memiliki rata-rata penyebaran SLE tiga kali lebih tinggi daripada perempuan Kaukasia. Ras Indian-Amerika tampak memiliki penyebaran tertinggi, tetapi jumlah yang disurvei terlalu sedikit untuk memastikan kecenderungan ini.Dalam pengelompokan yang luas tersebut, karakteristik geografi dan ras mungkin memengaruhi penyebaran lupus. Sebagai contoh, lupus sangat jarang terjadi di benua Afrika dibandingkan dengan penyebaran di Amerika. Lebih umum di Filipina dan Cina daripada di Jepang. dan suku Indian Sioux memiliki sepuluh kali lipat kasus lupus dibandingkan dengan rumpun Indian Amerika lain. Ras Asia cenderung mengarah pada organ-threatening disease dibandingkan dengan penggolongan demografi lain, diikuti oleh perempuan Afrika Amerika.Mengapa Seseorang Mengidap Lupus?
Lupus muncul ketika seperangkat gen yang memiliki kecenderungan tertentu terkena kombinasi unsur-unsur lingkungan. perantara infeksi, obat-obatan. sinar ultraviolet, trauma fisik. tekanan emosional. atau faktor-faktor lain.Pustaka-Lupus Disebut Sebagai “Penyakit Perempuan”The Lupus Book Oleh Daniel J.Wallace, MD

Penyakit Yang Dapat Dicegah Dan Diobati Dengan Terapi SAL

Penyakit Yang Dapat Dicegah Dan Diobati Dengan Terapi SAL: Pengobatan PenyakitTelah disebutkan bahwa mineral magnesium bekerja secara efektif terhadap pembuluh darah dan otot. Bila secara jujur diperhatikan,tidak ada penyakit yang tidak berhubungan dengan pembuluh darah.Cara penggunaan dan dosis secara umum
Berikut diuraikan berbagai jenis penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan terapi SAL serta cara penggunaan dan dosisnya secara umum.- Penyakit dalam
Tambahkan 1-3 tetes SAL ke dalam segelas air putih, teh, kopi, atau jus. Anda juga dapat menggunakan SAL dengan dosis hingga 25 tetes per hari.- Penyakit luar (kulit)
Larutkan SAL 30-40 kali dengan air (atau air suling). Sebagai contoh, larutkan 3 tetes SAL dengan 100 ml air, masukkan larutan tersebut ke dalam botol semprot, lalu kocok secara perlahan supaya larutan menjadi homogen.Semprotkan pada bagian kulit Anda yang bermasalah (misalnya panu, kadas, kurap, jerawat, atau kutu air).- Obat kumur
Tambahkan 1 sendok makan (15 ml) SAL ke dalam 50 ml air. Gunakan larutan tersebut untuk berkumur. Cara ini bagus untuk membantu mengobati Penyakit demam dan sinusitis.Pustaka-Penyakit Yang Dapat Dicegah Dan Diobati Dengan Terapi SALTerapi Sari Air Laut Oleh Dr. Ir. Nelson Sembiring, M.Eng, Di. Ir. M. Ahkam Subroto, M.App. Sc., APU

Minus 2 Sembuh Total Setelah 40-48 Penetesan

Minus 2 Sembuh Total Setelah 40-48 Penetesan: Minus 2 Gangguan Mata Yang Dapat Disembuhkan- Katarak
Obat tetes mata keben telah terbukti dapat mengobati seluruh penyakit katarak, baik ringan maupun berat. Obat tetes ini juga dapat digunakan sebagai terapi pengobatan pascaoperasi katarak. Senyawa aktif dalam obat tetes mata dari keben yang bertanggung jawab terhadap penyembuhan penyakit katarak adalah saponin. Deterjen alami ini memiliki efek meningkatkan aktivitas proteasome, yaitu protein yang mampu mendegradasi berbagai jenis protein menjadi polipeptida-polipeptida pendek dan asam-asam amino. Karena aktivitas inilah lapisan protein yang menutupi lensa mata penderita katarak secara bertahap “dicuci” sehingga lepas dari lensa dan keluar dari mata berupa cairan kental berwarna putih kekuningan.Khusus untuk penderita katarak yang juga menderita diabetes, sebelum dilakukan pengobatan, kadar gula darahnya harus terkontrol di bawah 200 mg/dl setelah makan. Selama menggunakan obat tetes mata keben, penggunaan obat tetes mata konvensional dari dokter harus dihentikan. Setelah pengobatan selama 1,5 bulan, penderita dianjurkan memeriksakan matanya ke dokter untuk mengetahui apakah kataraknya sudah bersih total atau belum. Bila kataraknya sudah bersih, pengobatan dengan keben dapat dihentikan. Namun bila belum bersih, pengobatan harus dilanjutkan hingga bersih, supaya tidak muncul katarak baru lagi.- Miopia dan Astigmatis
Pengalaman empiris membuktikan bahwa obat tetes mata keben dapat menghilangkan kelainan mata minus 2 dan silindris secara permanen 100% pada anak-anak yang belum memasuki masa puber. Untuk orang dewasa, obat tetes ini dapat menurunkan mata minus dan silindris hingga 75%. Mekanisme yang melandasi kerja ekstrak biji keben dalam mengoreksi mata minus dan silindris hingga kini belum jelas dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Dugaan sementara adalah bahwa ekstrak biji keben dapat menyegarkan saraf-saraf optik mata yang sudah lemah, sehingga mata yang minus dan silindris dapat menjadi normal kembali.Selama proses pengobatan dengan keben, penurunan minus dan silindris akan terjadi secara progresif. Karena itu, kacamata yang sudah tidak cocok karena minusnya atau silindrisnya berkurang sebaiknya tidak dipaksakan untuk dipakai terus. Penggantian kacamata dapat dilakukan bila sudah tidak ada penurunan angka minus atau silindrisnya. Untuk memonitor penurunannya, penderita disarankan untuk memeriksakan matanya ke dokter secara berkala sebulan sekali.Waktu yang diperlukan untuk menyembuhkan miopia tergantung pada beberapa faktor, terutama besarnya minus, usia penderita, dan ada atau tidaknya penyakit diabetes. Dari pengalaman empiris yang sudah ada, melalui pengawasan dokter, setelah dilakukan 10-12 penetesan, minusnya berkurang 0,5. Selanjutnya secara progresif, minus akan menurun hingga mencapai angka minus tertentu atau sembuh total. Penetesan dilakukan setiap 2 hari sekali, masing-masing mata 2 tetes. Sebagai contoh, bila seseorang menderita minus 2, setelah 20-24 hari minusnya akan menurun sebesar 0,5 sehingga menjadi 1,5 dan akan sembuh total setelah 40-48 penetesan atau diperlukan waktu sekitar 3 bulan. lain yang umum digunakan untuk pengobatan glaukoma. Herbal keben menurunkan tekanan intraokuler dengan menurunkan laju produksi cairan mata atau meningkatkan laju pengeluarannya.- Infeksi Mikroba
Dengan efek farmakologis antimikroba dan antiinflamasi yang dimilikinya, obat tetes mata keben dapat menyembuhkan berbagai penyakit infeksi mikroba seperti bakteri, virus, dan jamur. Penyakit infeksi ini sebagian besar bersifat menular. Gejala-gejala penyakit mata akibat infeksi mikroba antara lain mata gatal sehingga ingin selalu digosok, merah, dan sedikit bengkak.- Sinusitis dan Migraen
Selain untuk mengobati gangguan mata, obat tetes mata keben juga dapat digunakan untuk menyembuhkan sinusitis dan migraen. Sinusitis dan migraen sangat terkait dengan kesehatan mata. Salah satu gejala dari kedua penyakit tersebut adalah rasa sakit dan adanya tekanan pada mata yang dibarengi dengan perubahan visual. Namun dalam pengobatan sinusitis dan migraen, obat tetes mata keben akan lebih efektif bila dibarengi dengan mengonsumsi minyak herbal Radix Vitae. Dosis penggunaan obat tetes mata keben untuk sinusitis dan migraen sama dengan dosis untuk mengatasi gangguan mata. Sementara itu, minyak herbal diminum 3 x1 sendok teh per hari atau bisa dicampur dengan 1 gelas air hangat.Cara Pemakaian Dan Penyimpanan.
Cara penggunaan obat tetes mata keben untuk mengatasi berbagai penyakit mata umumnya sama, yaitu dengan meneteskannya di pelupuk mata. Masing-masing mata ditetesi sebanyak 2 tetes untuk dewasa atau 1 tetes untuk anak-anak di bawah usia 12 tahun. Penetesan ini cukup dilakukan 2 hari sekali. Setelah ditetesi mata dipejamkan selama 10 menit. Selanjutnya kotoran berwarna keputihan akan terus keluar di sudut mata. Untuk menghilangkan kotoran itu, cukup dilap dengan tisu bersih atau saputangan.Setelah mata dibuka, tidak diperbolehkan menggunakan kacamata selama kurang lebih 30 menit. Selain itu, sebaiknya hindari kontak mata dengan air selama 6 jam setelah penetesan. Bagi kaum muslim yang hendak berwudhu, pejamkan mata untuk mencegah air masuk ke mata. Waktu terbaik penetesan adalah pada waktu malam hari, sekitar 1 jam sebelum tidur. Dengan demikian obat akan bekerja selama penderita tidur dalam keadaan mata rileks.Obat tetes minus 2 yang belum habis digunakan bisa disimpan untuk pengobatan selanjutnya. Obat tetes mata yang botolnya sudah terbuka ini bisa tahan lama asalkan disimpan di tempat yang kering, bersih, sejuk (bisa di dalam kulkas dengan suhu 4°C). Tempat penyimpanan ini sebaiknya juga terhindar dari sinar matahari, panas yang berlebih, dan bau-bau yang dapat masuk dan mengontaminasi isi dalam botol.Pustaka-Minus 2 Sembuh Total Setelah 40-48 PenetesanKesembuhan melalui Air Mata (Terapi Penyakit Mata dengan Keben)

Hepatitis Disebut Juga Sakit Kuning Atau Lever

Hepatitis Disebut Juga Sakit Kuning Atau Lever: HepatitisProses peradangan pada jaringan hati yang menghancurkan sel-sel hati. Hepatitis dalam bahasa awam sering juga disebut sakit kuning atau lever.Penyebab
Penyebab yang paling umum karena infeksi virus (hepatitis virus). Namun, ada juga yang disebabkan obat-obatan, alkohol, dan bahan kimia yang merusak hati yang disebut dengan hepatitis non-virus. Hepatitis virus dibagi menjadi 5, yaitu hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, dan hepatitis E. Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Hepatitis virus dapat menjadi kronis dan bisa berlanjut menjadi sirosis (pengerasan hati) dan kanker hati.Gejala dan tanda-tanda
Umumnya, hepatitis akut mempunyai gejala-gejala sebagai berikut.- Tingkat awal merasa cepat lelah, sakit kepala, tidak nafsu makan, gelisah, pegal-pegal di seluruh badan, mual, serta kadang disertai muntah dan demam.- Selanjutnya, fase kuning (ikterik), yang ditandai dengan urin berwarna kuning kehitaman seperti air teh dan feses berwarna hitam kemerahan. Pada bagian putih bola mata, langit-langit mulut, dan kulit menjadi berwarna kekuning-kuningan. Fase ini berlangsung sekitar 1-2 minggu.Pencegahan dan perawatan
- Lakukan vaksinasi (imunisasi) untuk mencegah hepatitis.
- Cuci tangan sesering mungkin, terutama setelah buang air besar.
- Tidak menggunakan alat makan, sikat gigi, dan jarum suntik bersama-sama.
- Jangan minum alkohol, terutama pada hepatitis B.
- Hindari makanan yang mengandung lemak dan banyak gas.
- Tidak melakukan hubungan seksual dengan banyak orang.
- Penderita hepatitis jangan menjadi donor darah.Pengobatan herbal Hepatitis
Resep 1
40 g temulawak segar, kupas
15 g sambiloto kering
60 g akar alang alanga. Cuci bersih semua bahan, potong-potong. Rebus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, lalu saring.
b. Minum 200 cc 2 kali sehari.Resep 2
60 g mirten (daun serut segar)
30 g meniran segar
30 g pegagan kering (60-120 g segar)a. Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, lalu saring.
b. Minum 200 cc 2 kali sehari.Resep 3
3 g jamur kayu (ling zhi), buat bubuk
a. Seduh bubuk jamur dengan air panas secukupnya.
b. Minum selagi hangat 2 kali sehari (untuk hepatitis kronis).Resep 4
30 g rumput mutiara kering (60 g segar)
100 g rambut jagung
30 g semanggi gunung
20 g banglea. Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, lalu saring.
b. Minum 200 cc 2 kali sehari.Resep 5
30 g tumbuhan jombang (pu gong ying) segar (15 g kering) 10 g buah kacapiring (zhi zi)
30 g tumbuhan cakar ayamPustaka-Hepatitis Disebut Juga Sakit Kuning Atau LeverRamuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit Oleh Prof H. Hembing W.

Hormon Estrogen Pada Wanita

Hormon Estrogen Pada Wanita: Menurunnya hormon estrogen pada wanitaTeori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Sebagai contoh, ada poros hipotalamus-hipofise-testis, ada juga poros hipotalamus-hipofise-suprarenalis dan sebagainya.Pada usia muda berbagai hormon bekerja dengan baik mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh. Karena itu, pada masa muda fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal, seperti kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik, fungsi seksual, dan fungsi memori.Akan tetapi, ketika manusia menjadi tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit sehingga kadarnya menurun. Akibatnya berbagai fungsi tubuh terganggu. Lalu muncullah berbagai keluhan, seperti menjadi tidak tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, massa otot berkurang, lemak tubuh meningkat, ingatan menurun, dan fungsi seksual terganggu. Karena berbagai hormon saling berkaitan, berkurangnya produksi hormon tertentu dapat mempengaruhi produksi hormon yang lain.Contoh yang jelas ialah pada menopause. Menurunnya hormon estrogen pada wanita yang menyebabkan menopause, menunjukkan kegagalan fungsi ovarium karena proses penuaan. Lebih jauh kualitas hidup menurun karena berbagai keluhan yang muncul sebagai akibatnya. Demikian juga pada pria. Penurunan hormon testosteron terjadi setelah usia 30 tahun, dan terus menurun, yang kemudian menimbulkan berbagai keluhan yang dikenal dengan nama andropause atau ADAM (Androgen Deficiency in Aging Male).Sekresi growth hormone (hormon pertumbuhan) juga menurun seiring dengan proses penuaan. Tetapi, kadar insulin pada umumnya tidak menurun dengan bertambahnya usia, namun sensitivitasnya yang menurun. Perubahan dalam metabolisme kalsium, air, elektrolit, dan fungsi tiroid menandai proses penuaan.Semua perubahan yang terjadi dapat menimbulkan keluhan dan gejala klinis. Hypothyroidism dan hyperthyroidism berkaitan dengan dementia senilis. Asthenia dan kelemahan otot dapat disebabkan oleh gangguan elektrolit atau gangguan fisiologis hormon androgen dan growth hormone. Karena itu, ada dua sisi dalam hubungan antara proses penuaan dengan perubahan hormon. Proses penuaan mempengaruhi sistem hormon, tetapi gangguan hormon menimbulkan gejala dan tanda yang sama dengan yang terjadi karena proses penuaan.Pustaka-Hormon Estrogen Pada Wanita

HIV Berbeda Dengan AIDS,

HIV Berbeda Dengan AIDS,: Fase-Fase Infeksi HIVSekali lagi, penting untuk dipertegas lagi di sini bahwa HIV berbeda dengan AIDS, karena kebanyakan orang tidak bisa membedakan antara HIV dan AIDS. HIV adalah virus yang menyerang manusia, sedangkan AIDS adalah sebutan bagi tahap akhir dari infeksi HIV. Banyak orang yang statusnya sudah HIV, tetapi dia belum terkena AIDS. Untuk itu perlu saya kutipkan bahwa:AIDS DALAM ISLAM: KRIS1S MORAL ATAU KRIS1S KEMANUSIAAN?
Pada minggu-minggu awal terinfeksi, virus ini akan berkembang biak secara cepat luar biasa. Pada tahap berikutnya, biasanya tiga bulan, orang yang terinfeksi akan mulai memproduksi antibodi untuk HIV; proses ini disebut dengan istilah sero conversion. Sebagian besar orang yang terinfeksi akan mengalami infeksi akut pada saat sero conversion ini. Biasanya, orang tersebut akan mengalami demam dan pelebaran kelenjar getah bening. Reaksi sakit ini akan berjalan kurang lebih empat belas hari dan akan sembuh dengan sendirinya. Mungkin juga, seseorang yang terinfeksi akan mengalami gejala-gejala tidak normal pada sistem urat sarafnya.Berikutnya, sebagian besar orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apa-apa untuk waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Periode tenang ini disebut latency period. Pada masa latency period, sulit sekali mendeteksi apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak. Masa ini variatif antara empat bulan hingga sepuluh tahun. Namun, umumnya terjadi selama lima tahun. Setelah itu barulah tahap akhir dari infeksi HIV yang disebut AIDS, yang ditandai dengan terjadinya infeksi-infeksi oportunistik dan penyakit-penyakit ganas pada penderita yang memiliki sistem imun atau daya tahan tubuh lemah. Tubercolosys, Pnumocitystis Carinii Pneumonia (PCP), dan Cryptococcal Meningitis adalah infeksi-infeksi oportunistik yang biasanya terjadi pada pasien-pasien AIDS. Kaposi’s Sarcoma adalah jenis kanker yang biasanya juga dijumpai (AusAID, 1995).Dari kutipan tersebut, fase-fase perkembangan infeksi HIV pada diri seseorang bisa diklasifikasikan sebagai berikut:- Stadium Infeksi Primer
Pada stadium infeksi HIV primer biasanya belum ditemukan gejala apa pun, tetapi pada 30-60% setelah 6 minggu terinfeksi, penderita dapat mengalami gejala-gejala ringan, seperti influenza, demam, lelah, sakit pada otot dan persendian, sakit pada saat menelan, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Ada juga yang menunjukkan gejala radang selaput otak f(meningitis aseptic), sakit kepala, hingga terjadi kejang dan kelumpuhan saraf otak. Gejala ini biasanya sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus.- Stadium Tanpa Gejala
Stadium ini merupakan lanjutan dari infeksi primer yang dimulai sejak terinfeksi atau setelah sembuh dari gejala infeksi primer sampai beberapa bulan/tahun setelah infeksi. Selama bertahun-tahun juga tidak terlihat gejala apa pun, bahkan yang bersangkutan tidak mengetahui dan tidak merasa dirinya telah tertular HIV karena tetap merasa sehat seperti biasa. Pada stadium ini, hanya tes darah yang dapat memastikan bahwa yang bersangkutan telah tertular HIV. Ini yang disebut sebagai silence period.- Stadium dengan Gejala (Ringan/Berat)
Setelah melewati masa beberapa tahun tanpa gejala, akan mulai timbul gejala ringan pada kulit, kuku, dan mulut. Beberapa infeksi jamur, sariawan berulang-ulang, dan peradangan sudut mulut atau bercak-bercak kemerahan akan muncul di kulit. Gejala pada mulut berakibat pada penurunan nafsu makan dan diare ringan. Berat badan pasien juga akan turun, tetapi tidak mencolok (sekitar 10% dari berat badan sebelumnya). Sering juga ada infeksi saluran napas bagian atas yang berulang, tetapi penderita masih bisa beraktivitas seperti biasanya.
kemudian, seiring dengan berjalannya waktu, gejala seperti itu akan semakin berat. Beberapa gejala tersebut bisa timbul secara bersamaan sekaligus. Sering terjadi infeksi paru (pneumonia) bakterial atau berupa TBC (tubercolosis) yang berat. Aktivitas sudah menurun dan karena sakit, pada bulan terakhir, penderita bisa berada di tempat tidur hampir dua betas jam setiap hari.- Stadium AIDS
Pada tahap ini, berat badan menurun lebih dari 10% dari berat badan sebelumnya, ada pneumonia yang berat, taksoplasmosis otak, demam terus-menerus atau berulang lebih dari satu bulan, diare juga terjadi karena berbagai sebab misalnya, jamur kriptosporidiosis, virus sitomegalo (CMV), infeksi virus herpes, jamur kandida pada kerongkongan (kandidiasis eshopagus), jamur saluran napas, atau infeksi jamur lain seperti histoplasmosis, dan koksidioi-domikosis. Di samping itu, dapat juga ditemukan kanker kelenjar getah bening atau kanker kaposi sarkoma. Aktivitas sangat berkurang dan dalam bulan terakhir penderita Hiv sudah berada di tempat tidur lebih dari dua betas jam sehari, lebih lama daripada stadium sebelumnya. Periode ini juga disebut dengan istilah masa baring.Pustaka- HIV Berbeda Dengan AIDS,Aids Dalam Islam

Surveilans Epidemiologi

Surveilans Epidemiologi:
Kata Pengantar
Surveilanse adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit dan upaya tindakan yang diperlukan, dengan kegiatan mencakup:
• Mendiagnosis secara klinis atau laboratories
• Mengidentifikasi penyebab terjadinya sakit atau factor risiko terjadinya sakit
• Pencatatan hasil anamnese klinis dan identifikasi kasus menurut variable orang, tempat, dan waktu
• Analisis hasil identifikasi kasus
• Tindakan penanganan kasus (case management)
• Melakukan tindakan observasi di rumah kasus dan sekitar kasus dengan konsep wilayah satu kelompok Rukun Tetangga (RT) atau satu wilayah Posyandu.

• Analisis hasil identifikasi kasus dan hasil obeservasi lapangan di wilayah kasus
• Rencana tindak lanjut penaggulangan kasus penyakit di suatu wilayah dengan melibatkan aparat/pamong setempat dan ibu-ibu PKK (pembina kesejahteraan keluarga) atau kader.
Surveilanse merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb. Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain, misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
Surveilans didefinisikan juga sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus menerus juga.

A. PENGERTIAN SURVEILANS DAN EPIDEMIOLOGI
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan

Jadi, surveilans epidemiologi.
• Merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb. Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain, misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
• Merupakan kegiatannya yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus menerus juga.

B. KEGUNAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya.
Untuk mengukur kinerja upaya pelayanan pengobatan juga membutuhkan dukungan surveilans epidemiologi.
Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan dimanfaatkan dalam :
1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi program pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.

2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan serta bencana.

3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program Surveilans epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit, misalnya surveilans epidemiologi infeksi nosokomial, perencanaan di rumah sakit dsb.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi dapat diarahkan pada tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain :
a. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lain–lain
b. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya
c. Untuk menentukan reservoir dari infeksi
d. Untuk memastikan keadaan–keadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya transmisi penyakit.
e. Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan
f. Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya, distribusinya, dsb.

LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI BERBASIS MASYARAKAT

Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan, pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan.

a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas.

Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat.

b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman atau petunjuk teknis surveilans.

c. Sarana & Prasarana
Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.

d. Biaya
Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data, serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.

2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.

Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa tersebut.

3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri
Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di desanya. SMD ini harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang dihadapi di desanya, dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya berdasarkan kesepakatan dan potensi yang dimiliki. Informasi tentang situasi penyakit/ancaman penyakit dan permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD merupakan informasi untuk memilih jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang diselenggarakan di desa tersebut.

4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa.
Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa, Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain. Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa.

5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans
Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah membuat perencanaan kegiatan, meliputi :
a. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan
b. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau.
c. Lokasi pengamatan dan pemantauan
d. Frekuensi Pemantauan
e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan
f. Waktu pemantauan
g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat
h. dll.

B. Tahap pelaksanaan
1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa
1.a. Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja
Surveilans Desa.
Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa, dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit. Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi penyakit yang sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa.

Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per minggu/ per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi yang disampaikan berupa informasi :
1). Nama Penderita
2). Penyakit yang dialami/ gejala
3). Alamat tinggal
3). Umur
4). Jenis Kelamin
5). Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita, dll.

Flu Burung
a. Masyarakat kesulitan memperoleh air bersih
b. Masyarakat merasakan kekurangan jamban.
c. Lingkungan tidak bersih (pengelolaan sampah yang tidak baik).
d. Terlihat beberapa tetangga/famili terserang penyakit.

a. Merasakan sebagian warganya masih kekurangan pangan.
b. Anak balita banyak yang tidak naik berat badannya.
c. Anak balita banyak yang belum mendapat Imunisasi dan Vitamin A.
d. Terlihat beberapa anak yang terserang campak.

a. Masyarakat melihat dan merasakan banyak nyamuk di wilayahnya.
b. Masyarakat melihat dan merasakan banyak air yang tergenang.
c. Banyak kaleng-kaleng bekas yang tidak dikubur.
d. Banyak menemukan jentik pada tempat-tempat penampungan air.

a. Melihat beberapa tetangga atau famili terserang demam.
b. Masyarakat melihat dan merasakan timbulnya kasus batuk pilek yang menjurus pada sesak nafas terutama pada anak-anak.
c. Terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap dan mengganggu pernafasan.

• Masyarakat melihat munculnya kasus diare, muntah-muntah ataupun pingsan dari beberapa orang sehabis menyantap makanan secara bersama-sama.

a. Terdapat kematian unggas secara mendadak dalam jumlah banyak.
b. Ditemukan warga yang menderita demam panas ? 38 °C disertai dengan satu atau lebih gejala berikut : batuk, sakit tenggorokan, pilek dan sesak nafas/ nafas pendek yg sebelumnya pernah kontak dengan unggas yang mati mendadak.

Apabila ditemukan faktor risiko seperti tersebut diatas, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan oleh masyarakat dan apabila ditemukan kondisi di luar dari biasanya, misalnya ditemukan jumlah kasus “penderita” meningkat atau ditemukan kondisi lingkungan sumber air yang memburuk maka diharapkan masyarakat melapor kepada petugas untuk bersama-sama mengatasi masalah tersebut.

1.b. Pelaksanaan Surveilans oleh Petugas Surveilans Poskesdes
Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas petugas kesehatan/surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di Poskesdes adalah :
1) Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari laporan warga masyarakat.
2) Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data laporan tersebut diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan terlihat kecenderungan peningkatan suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis penyakit Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare, Malaria, dll serta jenis penyakit lain yang sering terjadi di masyarakat desa setempat.
PWS merupakan bagian dari sistem kewaspadaan dini KLB yang dilaksanakannoleh Poskesdes. Sebaiknya laporan masyarakat tidak dimasukkan dalam data W2, karena dapat membingungkan saat analisis. Laporan masyarakat dapat dilakukan analisis terpisah. Setiap desa/kelurahan memiliki beberapa penyakit potensial KLB yang perlu diwaspadai dan dideteksi dini apabila terjadi. Sikap waspada terhadap penyakit potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap siaga tim profesional, logistik dan tatacara penanggulangannya, termasuk sarana administrasi, transportasi dan komunikasi.
Contoh PWS Penyakit Diare dari data mingguan :

3) Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas (mingguan/bulanan).
4) Membuat peta penyebaran penyakit. Melalui peta ini akan diketahui lokasi penyebaran suatu penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi.

5) Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang situasi penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah masyarakat desa untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit.
6) Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman akan terjadinya KLB. Respon cepat berupa penyelidikan epidemiologi/investigasi bersama-sama dengan Tim Gerak Cepat Puskesmas.
7) Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit.

2. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas
Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas diharuskan:
1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan). Melalui PWS ini diharapkan akan terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat.
2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko.
3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan permasalah penyakit di wilayahnya.
4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.
5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada petugas di Poskesdes.
6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala (mingguan/bulanan/tahunan).

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
A. Pengertian Wabah/KLB serta Kriteria KLB
1. Wabah
Wabah penyakit menular adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka (UU No.4, 1984). Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah. Menteri menetapkan dan mencabut penetapan daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.

2. KLB
KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989). KLB penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah.

3. Kriteria Kerja KLB
Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah (KLB penyakit menular) di wilayahnya atau tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya, dengan bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak berkembang menjadi wabah (UU 4, 1984 dan Permenkes 560/Menkes/Per/VIII/1989).

Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb:
1. Timbulnya suatu penyakit/ menular yang sebelumnya tidak ada/ tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu), seperti contoh berikut:

3. Peningkatan kejoadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6. Case Fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
7. Proportional Rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua atau lebih diabnding periode, kurun waktu atau tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : kholera dan demam berdarah dengue
a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).
b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit seperti keracunan, menetapkan 1 (satu) kasus atau lebih sebagai KLB.
a. Keracunan makanan
b. Keracunan pestisida

Kriteria-kriteria diatas dalam penggunaan sehari-hari harus didasarkan pada akal sehat atau ”common sense”. Sebab belum tentu suatu kenaikan dua kali atau lebih merupakan KLB. Sebaliknya suatu kenaikan yang kecil dapat saja merupakan KLB yang perlu ditangani seperti penyakit : poliomyelitis dan tetanus neonatorum, kasus dianggap KLB dan perlu penanganan khusus.

B. Penyakit-penyakit Menular yang Berpotensi Wabah/KLB
Penyakit-penyakit menular yang wajib dilaporkan adalah penyakit-penyakit yang memerlukan kewaspadaan ketat yang merupakan penyakit-penyakit wabah atau yang berpotensi wabah atau yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).

Penyakit-penyakit menular dikelompokkan sebagai berikut:
1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting antara lain adalah:
• DHF
• Campak
• Rabies
• Tetanus Neonatorum
• Diare
• Pertusis
• Poliomyelitis

2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai mortalitas tinggi, dan penyakit yang telah masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera:
• Malaria
• Frambosia
• Influenza
• Anthrax
• Hepatitis
• Typhus abdominalis
• Meningitis
• Keracunan
• Encephalitis
• Tetanus
4. Penyakit-penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting.
5. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB tetapi diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR terpadu Puskesmas ke Kabupaten, dan seterusnya secara berjenjang sampai ke tingkat pusat. Penyakit-penyakit tersebut meliputi : Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis, Gonorhoe, Filariasis & AIDS, dll. Sehingga petugas Poskesdes diharapkan melaporkan kejadian-kejadian penyakit ini ke tingkat Kecamatan/Puskesmas jika.

Dari penyakit-penyakit diatas, pada keadaan tidak ada wabah/KLB secara rutin hanya yang termasuk kelompok 1 dan kelompok 2 yang perlu dilaporkan secara mingguan. Bagi penyakit kelompok 3 dan kelompok 4 bersama-sama penyakit kelompok 1 dan 2 secara rutin dilaporkan bulanan ke Puskesmas.

Jika peristiwa KLB atau wabah dari penyakit yang bersangkutan sudah berhenti (incidence penyakit sudah kembali pada keadaan normal), maka penyakit tersebut tidak perlu dilaporkan secara mingguan lagi. Sementara itu, laporan penyakit setiap bulan perlu dilaporkan ke Puskesmas oleh Bidan desa/petugas di Poskesdes.

C. Laporan Kewaspadaan (dilaporkan dalam 24 jam)
Laporan kewaspadaan adalah laporan adanya penderita, atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Yang diharuskan menyampaikan laporan kewaspadaan adalah:
• Orang tua penderita atau tersangka penderita, orang dewasa yang tinggal serumah dengan penderita atau tersangka penderita, Kepala Keluarga, Ketua RT, RW, Kepala Desa.
• Dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita, dokter hewan yang memeriksa hewan tersangka penderita.

Laporan kewaspadaan disampaikan kepada Lurah atau Kepala Desa dan atau Poskesdes/unit pelayanan kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 jam sejak mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita atau tersangka penderita (KLB), baik dengan cara lisan maupun tertulis. Kemudian laporan kewaspadaan tersebut harus diteruskan kepada Poskesdes untuk diteruskan ke Puskesmas setempat.
Isi laporan kewaspadaan antara lain:
1. Nama atau nama-nama penderita atau yang meninggal
2. Golongan Umur
3. Tempat dan alamat kejadian
4. Waktu kejadian
5. Jumlah yang sakit dan meninggal

Diharapkan setelah adanya laporan kewaspadaan dari desa ke Puskesmas maka pihak Puskesmas dapat segera merespon dengan melaporkan ke Dinkes Kabupaten/Kota dengan menggunakan format W1 (laporan KLB) selama kurang dari 24 jam dan ditindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan epidemiologi. Penyelidikan Epidemiologi dapat dilakukan oleh Tim Gerak Cepat (TGC) Puskesmas bekerjasama TGC Desa dan TGC Kabupaten. Bersamaan Penyelidikan Epidemiologi dilakukan juga upaya-upaya penanggulangan dengan melibatkan masyarakat setempat.

KEPUSTAKAAN
1. David G. Kleinbaum, Lawrence L. Kupper, Hal Morgenstern. Epidemiologic Research, Lifetime Learning Publications, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1982.
2. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Surveillans Epidemiologi Penyakit Menular, Ditjen PPM & PLP Dit. Epidemiologi dan Imunisasi, Januari 1994.
3. Departemen Kesehatan RI, Buku Pelajaran Epidemiologi I s/d IV, Ditjen PPM & PLP Dit. Epidemiologi dan Imunisasi, Subdit Surveilans, Januari 1994.
4. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: 395/Menkes-Kesos/SKB/V/ 2001 < Nomor 19 tahun 2001, tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Epidemiologi Kesehatan dan Angka Kredit.
5. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor: 17/KEP/M.PAN/II/ 2000 Jabatan Fungsional Epidemiologi Kesehatan dan Angka Kredit.
6. Junadi Purnawan, Pengantar Analisis Data, Edisi Pertama, Depok, Agustus 1993,
7. Michael B. Rothman, Modern Epidemiology, New York Oxford, Oxford University Pres, 1996
8. William Halperin & Edward L. Baker Jr, Public Health Surveillance, Van Nostrand Reinhold, New York, 1992.
9. Pusdiklat Pegawai Depkes. RI, Modul Surveilans Epidemiologi, untuk Pelatihan Fungsional bagi Tenaga Surveilans di Puskesmas, Jakarta, 1997.
10. Center for Disease Control and Prevention (CDC), Principles of Epidemiology, second edition, Selft Study Course 3030-G, An Introduction to Applied Epidemiology and Biostatistics, Epidemiology Program Office, Georgia 30333, December, 1992.

Health Promotion

Promosi Kesehatan ( Health Promotion ) adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimaldidefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja,namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat keputusan yang sehat.

Pengubahan gaya hidup dapat difasilitasi melalui penggabungan :
1. Menciptakan lingkungan yang mendukung
2. Mengubah prilaku , dan
3. Meningkatkan kesadaran.

Health Promotion is the process of enabling people to control over and improve their health ( WHO,1986 )

Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan prilaku yang menguntungkan kesehatan ( Green dan Ottoson , 1998 )

Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. ( Definisi yang selama ini dipakai oleh pusat promkes )

Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk bersama masyarakat; Artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui kelompok – kelompok potensial dimasyarakat, bahkan semua komponen masyarakat .
Proses pemberdayaan tersebut dilakukan sosial budaya setempat, artinya sesuai dengan keadaan, permasalahan dan potensial setempat.
Proses pembelajaran tersebut juga dibarengi dengan upaya mempengaruhu lingkunan, baik lingkungan fisik maupun nonfisik, tersebut kebijakan dan peraturan perundangan.
Promosi kesehatan di dunia dikenal sejak tahun 1980an, tetapi di indonesia baru dikembangkan sejak tahun 1995, sebagai pengambangan lebih lanjut dari ‘pendidikan” dan “penyuluhan” kesehatan.

Ruang lingkup promosi kesehatan
Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada perubahan atau perbaikan melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan.
Promosi kesehatan juga mencakup pemasaran sosial (social marketing) yang penekanannya pada pengenalan produk atau jasa melalui kempanye.
Promosi kesehatan adalah juga upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang penekanannya pada penyebaran informasi.
Berdasarkan kerangka konsep khususnya strategi pokok, kegiatan promosi kesehatan yang perlu di lakukan adalah :
1. Pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian semua komponen masyarakat untuk dapat hidup sehat.
2. Pengembangan kemitraan, yaitu upaya untuk membangun hubungan para mitra kerja berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling memberikan manfaat.
3. Upaya advokasi, yaitu upaya untuk mendekati, mendampingi, dan mempengaruhi para pembuat kebijakan secara bijak, sehingga mereka sepakat untuk memberi dukungan terhadap pembangunan kesehatan.
4. Pembinaan suasana, yaitu kegiatan untuk membuat suasana atau iklim yang mendukung terwujudnya perilaku sehat dengan mengembangkan opini publik yang positif melalui media masa, tokoh masyarakat, publik figur, dll.
5. Pengembangan sumber daya manusia, yaitu kegiatan pendidikan, latihan, pertemuan-pertemuan, dll untuk meningkatkan wawasan, kemauan, dan keterampilan baik petugas kesehatan maupun kelompok-kelompok potensial masyarakat.
6. Pengembangan iptek, yaitu kegiatan untuk selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam bidang promosi, informasi, komunikasi, pemasaran, advokasi, dll yang selalu tumbuh dan berkembang.
7. Pengembangan media dan sarana, yaitu kegiatan untuk mempersenjatai diri dengan penyediaaan media dan sarana yang diperlukan untuk mendukung kegiatan promosi kesehatan.
8. Pengembangan infra struktur yaitu kegiatan penunjang promosi kesehatan, sekretariat, tim promosi, serta berbagai perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan.

Sedangkan pesan-pesan kesehatan :
• Temanya adalah : kesehatan adalah hak asasi manusia, yang perlu dipelihara dan di tingkatkan kualitasnya, dan kesehatan adalah investasi sehingga perlu terus di pupuk dan dikembangkan.
• Fokus pesan adalah : peningkatan ketahanan keluarga dan kepedulian terhadap lingkungan ; sedangkan
• Pesan-pesan utama adalah : aktivitas fisik atau olahraga teratur, melaksanakan diet atau pengaturan pola makan dengan gizi seimbang, tidak merokok atau menjaga kawasan tanpa asap rokok, dan mempraktekkan 5S (senyum, salam, sapa, dan santun sebagai perwujudan pribadi yang sehat jasmani, rohani dan sosial).

Upaya Promotif dalam Pelayanan Kebidanan

Upaya kesehatan dalam pelayanan kebidanan secara promotif sangat penting untuk mengurangi AKI, AKA dan AKB. Pendekatan pemeliharaan pada ibu hamil merupakan upaya kesehatan yang pari purna dan berkesinambungan melalui upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), dimulai sejak awal kehamilan sampai dekat persalinan, deteruskan oleh upaya penyembuhan (kuratif) sebagai pertolongan persalinan yang memadai seswuia dengan tingkat resikonya, dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dengan masa nifas, laktasi / pemberian ASI dan Keluarga Berencana. Upaya pemeliharaan kesehatan ibu hamil dilakukan berbasis keluarga, sejak awal kepada suami dan keluarga perlu diberikan informasi mengenai kondisi ibu hamil.
Lingkup promosi kesehatan dalam praktek kebidanan menurut sasarannya :
1. Bayi.
1. Anak balita
2. Remaja
3. Ibu hamil
4. Ibu bersalin
5. Ibu nifas
6. Ibu menyusui
7. PUS/WUS
8. Klimakterium/ menopause.
Upaya promotif dalam praktek kebidanan pada ibu hamil adalah dengan mencegah adanya anemia dalam kehamilan melalui penyuluhan-penyuluhan dan kegiatan-kegiatan lain.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu baik dalam kehamilan maupun persalinan. Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti abortus, partus prematurus, syok, dll. Karena itulah usaha promotif dalam peningkatan gizi ibu hamil sangat dipentingkan untuk mengurangi angka kehamilan dengan anemia untuk mengurangi angka kematian ibu dan bayi.
Adapaun usaha promotifnya adalah dengan memberikan penyuluhan kepada ibu hamil tentang pencegahan anemi dengan perbaikan gizi yaitu dengan menjelaskan dan menginformasikan mengenai pola nutrisi yang baik bagi ibu hamil untuk menunjang kesehatan ibu dan pertumbuhan janin yang baik.
Upaya promotif dalam praktek kebidanan pada ibu untuk anak tentang pemberian imunisasi, yaitu menjelaskan mengenai keuntungan-keuntungan yang didapat setelah pemberian imunisasi, serta bahaya apabila imunisasi tersebut tidak diberikan. Selain itu juga menjelaskan mengenai gizi seimbang yang baik untuk diberikan kepada anak guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal serta menghindari terjadinya gizi buruk pada anak yaitu dimana gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dalam waktu yag cukup lama, yang ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada pada <-3 SD tabel baku WHO-NCHS atau tanda-tanda klinis gizi buruk yaitu marasmusdankwashiorkor.

Sebenarnya tidak sulit untuk mendeteksi kondisi gizi buruk, dengan melihat fisiknya si anak saja, bisa disimpulkan bahwa anak tersebut mengalami gizi buruk. Secara terperinci gejala klinis gizi buruk seperti berikut; marasmus dengan tanda-tanda tubuh sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, perut cekung, iga gambang/tulang rusuk menonjol, wajah seperti orang tua (monkey face), mata tidak bercahaya, rambut kusam, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada, penyakit infeksi umumnya bersifat kronis (diare kronik atau konstipasi), sedangkan kwashiorkor dengan tanda-tanda tubuh edema di seluruh tubuh terutama kaki, otot mengecil, wajah membulat dan sembab (moon face), pandangan sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut tanpa terasa sakit, apatis dan rewel, kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, penyakit infeksi biasanya bersifat akut (anemia dan diare). Gejala marasmik-kwashiorkor merupakan campuran dari beberapa gejala klinik marasmus dan kwashiorkor, disertai edema yang tidak mencolok.
Untuk itulah pentingnya usaha pelayanan kebidanan promotif bagi bayi dan anak dengan berbagai upaya dengan penyuluhan, ataupun kegiatan promotif lainnya agar angka gizi buruk dapat terus berkurangg agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berlangsung dengan baik. Adapun bentuk usaha promotifnya adalah dapat berupa berbagai penyuluhan ataupun kegiatan lainnya yang bias dilakukan di posyandu-posyandu bayi dan balita.







KESIMPULAN

Promosi Kesehatan ( Health Promotion ) adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimaldidefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja,namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat keputusan yang sehat.

Upaya kesehatan dalam pelayanan kebidanan secara promotif sangat penting untuk mengurangi AKI, AKA dan AKB. Pendekatan pemeliharaan pada ibu hamil merupakan upaya kesehatan yang pari purna dan berkesinambungan melalui upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), dimulai sejak awal kehamilan sampai dekat persalinan, deteruskan oleh upaya penyembuhan (kuratif) sebagai pertolongan persalinan yang memadai seswuia dengan tingkat resikonya, dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dengan masa nifas, laktasi / pemberian ASI dan Keluarga Berencana. Upaya pemeliharaan kesehatan ibu hamil dilakukan berbasis keluarga, sejak awal kepada suami dan keluarga perlu diberikan informasi mengenai kondisi ibu hamil.
Lingkup promosi kesehatan dalam praktek kebidanan menurut sasarannya :
1. Bayi.
2. Anak balita
3. Remaja
4. Ibu hamil
5. Ibu bersalin
6. Ibu nifas
7. Ibu menyusui
8. PUS/WUS
9. Klimakterium/ menopause





DAFTAR PUSTAKA

http//Dinas kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.com
http//hariankompas.com
Notoatmojo,soekidjo.Prof,Dr.”Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni”.2007.Jakarta:PT.Rineka Cipta.

Ketika Para Ibu Tak Mau Lagi Memberi ASI

Ketika Para Ibu Tak Mau Lagi Memberi ASI:
Sebelum para ilmuwan melakukan penelitian tentang manfaat air susu ibu, Islam sudah memerintahkan agar para ibu menyusui anak-anaknya. Perintah itu terdapat Surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi;

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang maruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.


Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. "

Berdasarkan ayat tersebut, hubungan intim dengan ibu melalui kegiatan menyusui adalah hak seorang anak yang dilahirkan dari keluarga Muslim. Apalagi berabad-abad kemudian para ilmuwan yang melakukan penelitian mengakui bahwa ASI (Air Susu Ibu) memberikan banyak manfaat bagi perkembangan anak. Bayi-bayi diberi ASI dengan cukup memiliki kekebalan tubuh yang kuat dan memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang lebih baik dibandingkan bayi-bayi yang diberi susu formula.

Meski sudah tahu manfaat ASI, banyak kaum perempuan zaman sekarang yang enggan memberikan ASI pada anak-anaknya, termasuk ketakutan untuk melahirkan secara normal dan lebih memilih melahirkan lewat operasi. Ada fenomena para ibu bersikap lunak terhadap asupan makanan untuk anak-anaknya. Mereka lebih memilih memberikan susu formula dan makanan bayi instan, karena produk susu dan makanan itu kini sudah banyak tersedia di pasaran.

Kecenderungan itu juga terjadi di kalangan perempuan Muslim. Kesadaran untuk memberikan ASI pada anak-anaknya justeru masih tinggi di kalangan muslimah konservatif dengan tingkat pendidikan tinggi. Di balik pakaian tertutup mereka, masih mau memberikan ASI pada anak-anaknya yang masih bayi. Mereka masih memegang teguh kebiasaan kalangan kaum muslimin di awal-awal perkembangan Islam. Para ibu ketika itu, menyapih anaknya setelah berusia dua tahun dan tidak memberikan makanan padat sebelum gigi si anak tumbuh. Jika mereka tidak mampu menyusui bayi-bayi mereka karena alasan yang kuat, maka mereka akan mencari perempuan lain yang bisa menyusui bayi mereka.

Di zaman sekarang, banyak hal yang menyebabkan anak-anak Muslim kehilangan kesempatan untuk mendapatkan ASI. Baik dari faktor si ibu, anak dan faktor luar seperti sistem rumah sakit yang tidak mempromosikan pemberian ASI Eksklusif pada bayi yang baru lahir. Baru belakngan ini saja, Indonesia mengkampanyekan inisiasi menyusui dini di rumah-rumah sakit.

Rumah-rumah sakit kadang memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir. Kadang terjadi praktik yang tidak etis, dimana terjadi kesepakatan antara pihak rumah sakit dan produsen susu atau obat tertentu untuk mempromosikan produk-produk mereka pada pasien. Ada juga kaum perempuan yang hanya mau menyusui bayinya sampai usia enam bulan dengan alasan produksi ASI nya sudah berkurang. Padahal hal itu bisa diatasi dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan berkalori.

Di sisi lain, karena faktor sang bayi, banyak para ibu yang harus berjuang agar bayinya mau menyusu ASI dan menolak memberikan susu botol pada bayinya yang baru lahir. Untuk kasus seperti ini, seorang ibi membutuhkan dukungan dari suami dan anggota keluarga lainnya dan si ibu dibiarkan untuk bersama-sama dengan bayinya paling tidak di 40 hari pertama kehidupan sang bayi.

Mengingat pentingnya ASI, patut disayangkan jika kaum perempuan Muslim enggan memberikan ASI pada bayi-bayinya yang baru lahir.Karena pemberian ASI yang baik akan menciptakan generasi-generasi Muslim yang kuat, sehat dan cerdas baik dari sisi intelektual maupun emosional, seperti hasil penelitian para ilmuwan tentang manfaat ASI. (ln/iol)


Melakukan Teknik Pencabutan Implant Metode Standar

Melakukan Teknik Pencabutan Implant Metode Standar:
INFORMATION SHEET

Topik Keterampilan : Melakukan Teknik Pencabutan Implant Metode Standar
Tujuan : Setelah melakukan demonstrasi, mahasiswa diharapkan dapat melakukan teknik pencabutan implant metode Standar dengan benar.
Alat Bantu : OHT dan Flipchart

REFERENSI : 1. Nuswantari D, Ed. 1998. Kamus Saku Kedokteran DORLAND. Jakarta : 113 - 392
2. Saifuddin AB, Djajadilaga, Affandi B, Bimo, eds. 1996. Buku Acuan Pelayanan KB. Jakarta : NRC POGI – YBPSP : 11.1 - 48
3. Saifuddin AB, Affandi B, Lu ER, eds. 2003. Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : YBPSP : PK.32 – 42

TEORI SINGKAT
Tidak seperti pada pemasangan, pelepasan implant tidak perlu menunggu saat haid dan dapat dilakukan setiap saat. Pencabutan implant memerlukan waktu lebih lama daripada pemasangan dan seringkali lebih sulit dibanding saat memasang. Pemasangan yang baik tepat dibawah kulit akan memudahkan pengangkatan.
Teknik Standar pencabutan implant dengan menggunakan klem mosquito atau Crile untuk menjepit kapsul telah digunakan sejak awal 1980-an, yang secara rinci disebarluaskan oleh WHO pada tahun 1990.

Indikasi pencabutan :
? Setelah tiga tahun insersi implant (Jadena)
? Atas permintaan klien
? oleh karena adanya keluhan
? oleh karena ingin hamil
? Keadaan yang tergolong sebagai perhatian khusus bagi insersi implant, sehingga sebaliknya mengganti dengan cara nonhormonal yang lain.

KESELAMATAN KERJA :
1. Pastikan syarat dan indikasi pemasangan implant pada klien sudah terpenuhi sebelum melakukan tindakan pencabutan implant.
2. Jagalah kesterilan alat dan bahan yang digunakan.
3. Lakukan tindakan pencabutan implant dalam ruangan yang sesuai standar.
4. Gunakan sarung tangan bebas bedak untuk mencegah infeksi silang serta untuk mencegah terbentuknya jaringan ikat pada luka insisi.
5. Jangan meneruskan tindakan pencabutan, bila ada kapsul yang belum tercabut setelah dilakukan tindakan selama 30-40 menit.
6. Lakukan teknik pembuangan sampah/limbah bekas pakai sesuai prosedur.

? Dalam materi ini, akan ditemukan istilah :
Insisi : irisan atau luka yang dihasilkan oleh pemotongan dengan alat yang tajam.
Aspirasi : pengeluaran dengan pengisapan, seperti pengeluaran cairan atau gas dari rongga tubuh (dalam materi ini pengisapan darah dari pembuluh darah dengan menggunakan spuit).
Larutan antiseptik : substansi yang akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikrooganisme tanpa perlu mematikannya.
Anestesi lokal : suatu obat yang menyebabkan mati rasa dengan melumpuhkan ujung syaraf sensorik atau serabut syaraf pada tempat pemberian obat.
Epinefrin : hormon katekolamin yang merupakan perangsang sistem syaraf simpatis dan vasopressan yang kuat, meningkatkan tekanan darah, merangsang denyut dan otot jantung, serta meningkatkan curah jantung.

PENGENALAN HUKUM KESEHATAN DALAM PRAKTEK UNTUK TENAGA BIDANG KESEHATAN

PENGENALAN HUKUM KESEHATAN DALAM PRAKTEK UNTUK TENAGA BIDANG KESEHATAN:
I. Pendahuluan :
Dalam tugas kerja sehari-hari khususnya dalam bidang kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara administratip maupun tehnisi operasional pelayanan kesehatan memerlukan aturan / pedoman / petunjuk yang berlaku, sehingga apa yang dilakukan atau hasilnya dapat dipertanggung-jawabkan baik secara pribadi, kelompok/Tim profesi maupun secara instansi.

Aturan tersebut secara umum ada 2 macam ialah sebagai hukum kesehatan dan Etika kesehatan, yang dalam praktek sukar dipisahkan dari tugas profesi kesehatan.
Hukum kesehatan mempunyai berbagai sumber hukum dan Etika kesehatan juga banyak variasi / macam yang tidak dapat keluar dari Etika umum atau etika pada umumnya. Dalam praktek menerapkan hukum bila melanggar dapat terkena sanksi hukum, sedang pelanggaran etika sanksinya moral, dimana sanksi moral hukum dapat tergabung menjadi sanksi terpadu.

Sebagai contoh sanksi terpadu ialah seseorang kena sanksi pidana, dapat terkena sanksi perdata ditambah sanksi administrative terhadap pelanggaran perilaku / perbuatan.
Jadi cara pekerja kesehatan pada prinsipnya dalalam tugas berdasarkan hukum dan Etika kesehatan yang berlaku serta dapat orientasi dengan Hukum yang terkait.

II. Data inventarisasi hukum kesehatan. etika kesehatan dan hukum lain yang terkait.
1. Hukum kesehatan :
a. UU Kesehatan no. 23 th 1992
b. UU No. 9 th 1960 pokok tentang tenaga kesehatan
c. UU No 32 th 1996 tentang tenaga kesehatan
d. Informed Consent, Permenkes RI No 585/Menkes/PER/IX/1989
e. Rekam Medis Permenkes RI No 749/Menkes/PER/VI/1989
f. PP 10 th 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
g. UU No 8 th 1999 tentang perlindungan konsumen
h. UU Narkotika no 22 Th 1997 dan Psykitropika no 5 th 1997
i. UU Praktek kedokteran (proses)
j. UU mengenai kefarmasian, keperawatan dan kebidanan
k. Dll

2. Etika kesehatan :
a. Lafal sumpah dokter, dokter gigi, Apoteker
b. Lafal sumpah tenaga keperawatan, kebidanan dan teknisi kesehatan
c. Kode Etik Kedokteran, kedokteran gigi dan Apoteker
d. Kode etik keperawatan, kebidanan dan teknisi kesehatan
e. Kode etik Rumah Sakit

3. Hukum dan Etik yang terkait
a. Hukum Pidana, Perdata
b. Hukum Administrasi (Tata Usaha Negara)
c. Hukum Agama, Militer
d. Etika Umum dan bisnis
e. Etika tenaga profesi lain (Hukum, Wartawan)
f. UU No 39 th 1999 (HAM)

Adanya hukum dan Etika tsb diatas, ada berbagai Badan yang melaksanakan pengawasan, mengontrol dan memberi sanksi. Badan-badan peradilan tersebut antara lain:
1. Peradilan Pidana – Perdata
2. Peradilan Agama, Militer
3. Peradilan Administrasi / Tata Usaha Negara
4. Peradilan Hak Asasi Manusia
5. Peradilan Profesi Kesehatan
a. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
b. Badan Perlindungan Kesehatan Nasional
c. Majelis Pembinaan Pengawasan Etika Kesehatan Medis
d. Majelis Etika Profesi dan Rumah Sakit

Dan secara administrasi, pada prinsipnya tenaga dalam bidang kesehatan mendapat perlindungan hukum, antara lain tersebut dalam :
1. Ps 53 UU No 23 th 1992
2. Ps 44, 48, 49, 50 dan 51 KUHP
3. Badan Pembela Tenaga Profesi Kesehatan

III. Aturan operasional tenaga kesehatan dalam praktek di Rumah Sakit / Unit Pelayanan Kesehatan

Pada prinsipnya, semua jajaran tenaga kesehatan didukung tenaga non kesehatan dalam prakteknya memperhatikan beragam aturan sbb :
1. Status tenaga kesehatan dalam profil standart
2. Menerapkan standart pelayanan medis sesuai dengan disiplin ilmu.
3. Operasional standart pelayanan medis sesuai dengan indikasi, sistematika ditindaklanjuti dengan protap atau SOP
4. Dalam semua tindakan medis sangat memperhatikan saling memahami dan menyetujui serta menghormati akan hak pasien yang tertuang dalam Informed Consent (IC)
5. Rekaman tindakan medis yang dibantu / bersama / oleh dengan tenaga kesehatan dan non kesehatan yang lain, sebaiknya cukup lengkap dan benar. Rekaman kesehatan terpaku (RM, asupan keperawatan, kefarmasian, gizi, Lab dan Administrasi )
6. Penjaringan/selektif mengenai kerahasiaan pelayanan medis, diagnosa dan prognosa atau efek samping harus diwaspadai, perlu dicermati.
7. Indikasi penggunaan sarana medis khususnya alat canggih betul selektif dan tepat guna.
8. Administrasi standart termasuk tarif normative saja
9. Semua tindakan medis dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah medis ada transparasi.
10. Adanya kemungkinan aspek hukum, rambu-rambu antisipasi atau kenetralan perlu mendapat kewaspadaan.
Semua tindakan atau perilaku tewrsebut untuk suatu upaya pengamanan timbal balik antara tenaga kesehatan dan pasien/keluarga dan berhasil.

IV. Bagaimana proses tanggung jawab medis, bila ada atau terjadi sengketa dalam pelayanan medis ?

Dalam pelayanan medis, khususnya di Rumah Sakit / Unit Pelayanan Kesehatan pelaksanaannya secara terpadu, dan dalam tindakan atau perilaku dapat timbul berbagai hal dimana pihak pasien/keluarganya tak berkenan berakibat sengketa.
Sengketa tersebut secara intern atau dapat terlibat pihak ketiga. Diharapkan bila ada rasa tidak berkenan lebih cepat ditanggapi, jangan sampai ke pihak ketiga atau muncul di mass media.

Penyelesaiannya secara bertahap dan berkomunikasi transparan dan sehat ialah :
1. Antara pasien/keluarga dengan pihak petugas Rumah Sakit atau
2. Antara pasien / kel. pasien dengan tim medis yang menangani atau
3. Antara pasien/keluarga dan panitia rumah sakit (Panitia Etik, Panitia Etik Medis, Hukum) atau
4. Antara pasien / keluarga dengan pihak Rumah Sakit yang lebih luas (Direktur, Wakil Direktur Yan Med, Komite Medis, Kepala Bidang Yan Med dan Panitia yang lain serta Tim Medis Pelaksana)
5. Lebih luas lagi dengan Kadinkes dan MP2EPM bersama Tim medis termasuk Pengurus Ikatan Profesi Tenaga Kesehatan.

Hal tersebut merupakan penyelesaian intern (Peradilan Profesi Kesehatan) tanpa melibatkan pihak ketiga. Biasanya kalau sudah dengan pihak ketiga amat sulit, lalu dapat terbawa ke Peradilan Umum., Perdata berlanjut ke Peradilan Pidana dan dapat pula ke Peradilan Administrasi, Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Gawat Janin

Gawat Janin: Gawat janin menunjukkan suatu keadaan bahaya yang relatif dari janin yang secara serius, yang mengancam kesehatan janin.1 Istilah gawat janin (fetal distress) terlalu luas dan kurang tepat menggambarkan situasi klinis. Ketidakpastian dalam diagnosis gawat janin yang didasarkan pada interpretasi pola frekuensi denyut jantung janin menyebabkan munculnya isti­lah-istilah deskriptif misalnya “reassuring” (meyakinkan) atau “nonreassuring” (meragukan, tidak meyakinkan).2 Gawat janin juga umum digunakan untuk menjelaskan kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan penyelamatan akan berakibat buruk yaitu menyebabkan kerusakan atau kematian janin jika tidak diatasi secepatnya atau janin secepatnya dilahirkan. Hipoksia ialah keadaan jaringan yang kurang oksigen, sedangkan hipoksemia ialah kadar oksigen darah yang kurang. Asidemia ialah keadaan lanjut dari hipoksemia yang dapat disebabkan menurunnya fungsi respirasi atau akumulasi asam. 3
Kegawatan yang kronik dapat timbul setelah suatu periode waktu yang panjang selama periode antenatal bila status fisiologis dari unit ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu. Hal ini dapat dipantau melalui evaluasi dari pertumbuhan janin intar uteri, keadaan biofisikal janin, cordosintesis, dan velosimetri Doppler. (springer) Gawat janin akut disebabkan oleh suatu kejadian yang tiba-tiba yang mempengaruhi oksigenasi janin 1. Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia (kurang oksigen) pada janin. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi (perlambatan) lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis (pemecahan glukosa) anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun.4,5
Sebagian besar diagnosis gawat janin didasarkan pada pola frekuensi denyut jantung. Penilaian janin ini adalah penilaian klinis yang sarna sekali subyektif dan pastilah memiliki kelemahan dan harus diakui demikian. Salah satu penjelasannya adalah bahwa pola-pola ini lebih merupakan cerminan fisiologi daripada patologi janin. Pengendalian frekuensi denyut jantung secara fisiologis terdiri atas beragam mekanisme yang saling berkaitan dan bergantung pada aliran darah serta oksigenasi. Selain itu, aktivitas mekanisme-mekanisme pengendali ini dipengaruhi keadaan oksigenasi janin sebelumnya, seperti tampak pada insufisiensi plasenta kronik, sebagai contoh. Yang juga penting, jika janin menekan tali pusat, tempat aliran darah terus menerus mengalami gangguan. Selain itu, persalinan normal adalah proses yang menyebabkan janin mengalami asidemia yang semakin meningkat (Rogers dkk., 1998). Dengan demikian, persalinan normal adalah suatu proses saat janin mengalami serangan hipoksia berulang yang menyebabkan asidemia yang tidak terelakkan. Dengan kata lain, dan dengan beranggapan bahwa “asfiksia” dapat didefinisikan sebagai hipoksia yang menyebabkan asidemia, persalinan normal adalah suatu proses yang menyebabkan janin mengalami asfiksia.2

Ada beberapa kemungkinan penyebab gawat janin, namun biasanya gawat janin terjadi karena beberapa mekanisme yang berkesinambungan. Penurunan aliran darah plasenta akibat kontraksi dapat menyebabkan kompresi terhadap tali pusat. Sehingga pada wanita yang mengalami persalinan lama hal ini dapat menyebabkan kegawatan pada bayi melalui mekanisme di atas. Kegawatan akut dapat terjadi akibat abrupsio plasenta, prolaps tali pusat (terutama dengan presentasi bokong), keadaan hipertonik uterine dan penggunaan oksitosin. Hipotensi dapat terjadi akibat anestesi epidural atau posisi supine, dimana hal ini dapat mengurangi aliran darah vena cava kembali ke jantung. Penurunan aliran darah pada hipotensi dapat menyebabkan kegawatan pada janin.5,6
Hendaknya kita dapat menganalisa kondisi janin dan ibu,untuk kemudian membuat pemeriksan khusus dalam membuktikan kebenaran analisa tersebut. Kondisi klinik yang berkaitan dengan hipoksia ialah :
1. Kelainan pasokan plasenta : solutio plasenta, plasenta previa, postterm, prolapsus tali pusat, lilitan tali pusat, pertumbuhan janin terhambat, isufisiensi plasenta
2. Kelainan arus darah plasenta : hipotensi ibu, hipertensi, kontraksi hipertonik,
3. Saturasi oksigen ibu berkurang: hipoventilasi, hipoksia, penyakit jantung.
Bila pasokan oksigen dan nutrisi berkurang , maka janin akan mengalami retardasi organ bahkan risiko asidosis dan kematian. Bermula dari upaya redistribusi aliran darah yang akan ditujukan pada organ penting seperti otak dan jantung dengan mengorbankan visera (hepar dan ginjal). Hal ini tampak dari volume cairan amnion yang berkurang (oligohidramnion). Bradikardia yang terjadi merupakan mekanisme dari jantung dalam bereaksi dari baroreseptor akibat tekanan (misalnya hipertensi pada kompresi tali pusat) atau reaksi kemoreseptor akibat asidemia. 3
Hal – hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan keadaan Gawat Janin:
Denyut jantung janin (DJJ)
Dellinger dkk. (2000) secara retrospektif menganalisis pola frekuensi denyut jantung janin intrapartum pada 898 kehamilan dengan menggunakan suatu sistem klasifikasi yang mereka rancang sendiri. Pola frekuensi denyut jantung janin selarna persalinan sebelum pelahiran diklasifikasikan sebagai “normal”, “stres”, atau “gawat”. “Gawat” janin didiagnosis pada 8 (1 persen) rekaman dan 70 persen diklasifikasikan sebagai “normal”. Hampir sepertiga adalah pola intermediet. Yang digolongkan ke dalam “gawat” janin antara lain tidak adanya variabilitas plus deselerasi larnbat atau deserasi variabel sedang sampai parah atau denyut basal kurang dari 110 dpm selama 5 menit atau lebih. Hasil akhir seperti seksio sesarea, asidemia janin, dan rawat inap di ruang perawatan intensif secara bermakna berkaitan dengan pola frekuensi denyut jantung janin. Para penulis ini menyimpulkan bahwa sistem klasifikasi mereka secara akurat dapat memprediksi hasil akhir normal bagi janin serta membedakan gawat janin yang sesungguhnya. 2
Singkatnya, setelah lebih dari 30 tahun pengalaman dengan interpretasi pola frekuensi denyut jantung janin, akhirnya ditemukan bukti bahwa beberapa kombinasi pola frekuensi denyut jantung janin dapat digunakan untuk mengidentifikasi janin normal dan abnormal parah. Pola gawat janin yang sejati tampaknya berupa tidak adanya variabilitas denyut-demi-denyut disertai deselerasi berat atau perubahan frekuensi basal persisten atau keduanya. Salah satu penjelasan mengapa manfaat pemantauan frekuensi denyut jantung sulit dibuktikan secara ilmiah adalah gawat janin semacam itu jarang terjadi sehingga sulit dilakukan uji klinis yang sahih (Hornbuckle dkk., 2000). 2
Pemantauan dan pencatatan denyut jantung janin yang segera dan kontinyu dalam hubungan dengan kontraksi uterus memberikan sutu penilaian kesehatan janin yang sangat membantu selama persalinan. Akselerasi periodik pada gerakan janin merupakan keterangan dari reaktifitas janin yang normal.2
Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin:
1.Bradikardi.
Denyut jantung janin kurang dari 120 denyut per menit.
2.Takikardi.
Akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>160) dapat dihubungkan dengan demam pada ibu yang sekunder terhadap infeksi intrauterine. Prematuritas atropine juga dihubungkan dengan denyut jantung janin yang meningkat.
3.Variabilitas denyut jantung dasar yang menurun.
Yang berarti depresi system saraf otonom janin oleh medikasi ibu (atropine , skopolamin, diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesic narkotik).
4.Pola deselerasi.
Deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang disebabkan oleh insufisiensi uteriplasenter. Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus adalah lebih sering dan muncul untuk menunjukkan kompresi sementara waktu saja dari pembuluh darah umbilicus. Peringatan tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau tiadanya variabilitas, bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.4,7
Air ketuban hijau dan kental (mekonium)
Mekonium akan keluar dari usus pada keadaan stres hipoksia, telah terbukti bahwa pasase mekonium disebabkan karena rangsangan saraf dari saluran pencernaan yang sudah matur. Pada saat janin aterm, saluran pencernaan menjadi matur, terjadi stimulasi vagal dari kepala atau kompresi tali pusat yang akan menyebabkan timbulnya peristaltik dan relaksasi dari spinkter ani yang menyebabkan keluarnya mekonium. Walaupun etiologinya belum dipahami dengan baik, namun efek dari mekonium telah diketahui.8,9
Pasase mekonium pada janin yang matur difasilitasi oleh myelinisasi serabut saraf, peningkatan tonus parasimpatis dan bertambahnya konsentrasi motilin (suatu peptida yang yang merangsang kontraksi usus). Ditemukan adanya hubungan antara kejadian gawat jain dengan peningkatan kadar motilin. 8,9
Mekonium secara langsung merubah air ketuban, menekan efek antibakteri dan selanjutnya meningkatkan risiko infeksi perinatal, juga dapat mengiritasi kulit janin sehingga meningkatkan kejadian erythema toksikum. Namun komplikasi yang paling berbahaya dari keluarnya mekonium in utero adalah aspirasi air ketuban yang mengandung mekonium sebelum, selama dan sesudah persalinan.8
Mekonium menyebabkan inflamasi dan obstruksi jalan nafas. Mekonium yang teraspirasi ke jalan nafas akan menimbulkan fenomena katup bola dimana udara yang melewati mekonium pada saat inspirasi akan terperangkap di bagian distal pada saat ekspirasi, menyebabkan peningkatan resistensi ekspirasi paru, kapasitas residu fungsional dan diameter anteroposterior rongga dada.9
Udara yang terjebak di bagian distal saluran pernafasan menyebabkan hiperekspansi alveoli dan atelektasis dan menimbulkan terjadinya ventilasi yang tidak seimbang dan shunt intrapulmoner. Kebocoran udara terjadi pada sekitar 50 % bayi dengan aspirasi mekonium, dan umumnya terjadi pada saat dilakukan tindakan resursitasi. Hipertensi pulmonar merupakan komplikasi yang sering ditemukan.8,9
Aspirasi mekonium merupakan penyebab utama dari penyakit yang berat dan kematian pada bayi baru lahir. Pendidikan obstetri sepanjang abad ini mengajarkan konsep bahwa keluamya mekonium kemungkinan merupakan peringatan adanya asfiksia janin. J.Whitridge Williams mengamati pada tahun 1903 bahwa “tanda khas ancaman asfiksia adalah keluamya mekonium”. Ia menyatakan bahwa keluamya mekonium disebabkan oleh “relaksasi otot sfingter ani yang dipicu oleh kurangnya aerasi darah janin”. Namun, para ahli kebidanan juga telah lama menyadari bahwa deteksi mekonium selama persalinan menimbulkan masalah dalam memprediksi asfiksia atau gawat janin. Memang, walaupun 12 sampai 22 persen persalinan pada manusia dipersulit oleh mekonium, hanya sedikit yang mengakibatkan kematian bayi. Dalam sebuah penelitian baru-baru ini di Parkland Hospital, mekonium terbukti sebagai bahaya obstetris “risiko-rendah” karena angka kematian perinatal yang disebabkan oleh mekonium adalah 1 kematian per 1000 kelahiran hidup (Nathan dkk.,1994). Tiga teori diajukan untuk menjelaskan keluamya mekonium dari janin dan mungkin, sebagian menjelaskan korelasi yang lemah antara deteksi mekonium dan mortalitas bayi. Penjelasan patologis menyatakan bahwa janin mengeluarkan mekonium sebagai respons terhadap hipoksia, dengan demikian mekonium merupakan tanda gangguan janin (Walker, 1953). Penjelasan lain, keluamya mekonium in utero mungkin merupakan pematangan normal saluran cerna di bawah kontrol saraf (Mathews dan Warshaw, 1979). Ketiga, keluamya mekonium juga terjadi setelah stimulasi vagus akibat terjepitnya tali pusat yang sering terjadi tetapi berlangsung singkat dan menyebabkan peningkatan peristalsis (Hon et al., 1961). Dengan demikian, pengeluaran mekonium oleh janin juga mungkin mencerminkan proses fisiologis. 2
Ramin dan rekan (1996) mempelajari hampir 8000 persalinan yang air ketubannya tercemar mekonium di Parkland Hospital. Sindrom aspirasi mekonium secara bermakna berhubungan dengan asidemia janin saat lahir. Hal-hal lain yang secara bermakna berkaitan dengan aspirasi antara lain seksio sesarea, pemakaian forseps untuk mempercepat kelahiran, kelainan frekuensi denyut jantung intrapartum, penurunan skor Apgar, dan perlunya bantuan ventilasi saat lahir. Analisis jenis asidemia janin berdasarkan gas darah tali pusat menunjukkan bahwa gangguan janin yang menyertai sindrom aspirasi mekonium merupakan suatu kejadian yang akut karena sebagian besar janin asidemik lebih memperlihatkan peningkatan abnormal PC02 daripada asidemia metabolik murni. 2
Yang menarik, hiperkarbia pada janin domba terbukti memicu janin tersengal-sengal (gasping) dan menyebabkan peningkatan inhalasi cairan amnion (Dawes dkk., 1972). Jovanovic dan Nguyen (1989) mengamati bahwa mekonium yang terhirup ke dalam paru menyebabkan sindrom aspirasi hanya pada janin hewan yang mengalami asfiksia. Ramin dan rekan (1996) berhipotesis bahwa patofisiologi sindrom aspirasi mekonium melibatkan, tetapi tidak terbatas pada: hiperkarbia janin-yang merangsang respirasi janin sehingga terjadi aspirasi mekonium ke dalam alveolus, dan kerusakan parenkim paru akibat asidemia yang memicu kerusakan sel alveolus. Dalam skenario patofisiologi ini, mekonium dalam cairan amnion lebih merupakan suatu bahaya potensial yang terdapat di lingkungan janin daripada menjadi penanda sudah terjadinya suatu gangguan. Rangkaian proses patofisiologi yang dihipotesiskan ini tidak bersifat menyeluruh, karena tidak memperhitungkan sekitar separuh kasus sindrom aspirasi mekonium dengan janin yang tidak mengalami asidemia saat lahir. Disimpulkan bahwa tingginya insiden ditemukannya mekonium dalam cairan amnion selama persalinan sering mencerminkan pengeluaran isi saluran cerna janin yang merupakan proses fisiologis normal. Namun, mekonium ini dapat menjadi suatu bahaya potensial lingkungan apabila disertai asidemia janin. Yang penting, asidemia janin tersebut terjadi secara akut sehingga aspirasi mekonium tidak dapat diperkirakan dan besar kemungkinannya tidak dapat dicegah. 2
Pemeriksaan pH darah janin
Contoh darah janin memberikan informasi yang objektif tentang status asam basa janin. Pemantauan janin secara elektronik dapat menjadi begitu sensitive terhadap perubahan-perubahan dalam denyut jantung janin dimana gawat janin dapat diduga bahkan bila janin itu dalam keadaan sehat dan hanya memberi reaksi terhadap stress dari kontraksi uterus selama persalinan. Oleh karena itu, pengukuran pH kapiler janin dikombinasikan dengan pemantauan denyut jantung janin memberikan informasi kesehatan janin yang dapat dipercaya dibandingkan jika hanya melakukan pemantauan denyut jantung janin saja. 4,10
Pengambilan contoh darah janin diindikasikan bilamana pola denyut jantung janin abnormal atau kacau. Jika pH kulit kepala yang lebih besar dari 7,25, hal ini menandakan pH normal. Sedangkan pH kulit kepala yang kurang dari 7,20 menandakan hipoksia janin dengan asidosis. Jika hal ini terdeteksi maka persiapan kelahiran segera dilakukan. Sksiosesaria dianjurkan, kecuali jika kelahiran pervaginam sudah dekat. 1,7
Jika terjadi pH patologis, hal ini membuat rangsangan pada kemoreseptor, yang mengakibatkan :
- Takikardi.
- Irama detak jantung irreguler ; rangsangan saraf simpatikus dan saraf vagus yang bersamaan.
- Detak jantung menurun dan irama tidak teratur.
- Rangsangan saraf vagus mempengaruhi sfingter ani terbuka sehingga mekonium keluar.
- Metabolisme anaerobik membuat cadangan glukosa menurun dan kontraksi melemah sehingga terjadi kegagalan total dan janin mati.


Daftar Pustaka
1. Benzion T. 1994. Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta, EGC.

2. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins Gea. Intrapartum Assessment.. 2002. Williams obstetrics. Ed.22. Stamford: Appleton and Lange.

3. Hariadi R. Gawat Janin. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Ed.1. Surabaya : Himpunan Kedokteran Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

4. Sutrisno, kurnia E. Fetal Distress (Gawat Janin) . Available at: URL:http://kbi.gemari.or.id/indexberita.php?catId=1. Accessed June 27,2009

5. The Cleveland Clinic Foundation. Fetal Distress. Available at : URL: http://my.clevelandclinic.org/healthy_living/Pregnancy/hic_Fetal_Distress.aspx#content. Accessed June 27,2009

6. Reece EA, Hobbins J. Normal and Abnormal placentation. 2007. Clinical Obstetrics : The Fetus and Mother. Ed.3. Massachusetts: Blackwell

7. DeCherney AH, Nathan L. Methods of Assessment for Pregnancy at Risk. 2003. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. Ed.9. California : The McGraw-Hill Companies, Inc.

8. Clark D, Clark M. Meconium aspiration syndrome. Available at: URL: http://www.e.medicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@do/em/ga?book=ped&authroid=543&topicid=768. Accessed June 27, 2009.

9. Klingner M, Kruse J. Meconium aspiration syndrome : pathophysiology and prevention. J Am Board Fam Pract 1999.

10. Datta S. Fetal Distress. 2004. Anesthetic and obstetric management of high-risk pregnancy. Ed.3. New York : Springer.

Vagina Membersihkan Sendiri

Vagina Membersihkan Sendiri: Perawatan Vagina Itu PentingJaga kebersihan di sekitar “Mrs. V”. Setelah buang air kecil dan buang air besar, bilas dengan air bersih dari arah depan (vagina) ke belakang (anus). Hal ini untuk menghindari terbawanya kuman dari anus ke vagina yang dapat menyebabkan infeksi. Jaga “Mrs. V” agar tidak lembab. Setelah “Mrs. V” dibilas dengan air bersih, keringkan sebelum Anda memakai celana dalam. Suasana lembab sangat disukai jamur.Hindari memakai celana yang terlalu ketat karena akan membuat suasana “Mrs. V” menjadi panas dan lembab. Gunakan celana yang berbahan dapat menyerap keringat, seperti katun.Sebaiknya segera ganti celana apabila basah dan kena keringat, apalagi untuk yang berbadan gemuk. Usahakan daerah kemaluan dan selangkangan selalu kering.“Mrs. V” mempunyai PH/tingkat keasaman sekitar 4. Kondisi area “Mrs. V” yang asam ini akan menghambat pertumbuhan kuman jahat. Penggunaan sabun pencuci vagina (bersifat basa) akan mengubah keseimbangan asam-basa “Mrs. V” Anda sehingga menyebabkan iritasi dan infeksi pada vagina. Infeksi ini kemungkinan bisa menjalar ke rahim dan indung telur. Cara yang paling aman dan sehat untuk membersihkan “Mrs. V” adalah dengan membiarkan vagina membersihkan sendiri.Jangan melakukan douching, menggunakan wewangian atau sejenisnya di sekitar “Vagina“. Tahukah Anda apakah douching itu? Itu adalah suatu cara membersihkan “Ms. V” dengan cara menyemprotkan air atau cairan tertentu. Sama seperti halnya pemakaian sabun pencuci “Ms. V”, melakukan douching, menggunakan wewangian dan sejenisnya justru akan mengganggu keseimbangan asam-basa “Ms. V”.Jangan menggaruk “Ms V” apabila Anda sedang terinfeksi yang menyebabkan gatal-gatal. Konsultasi ke dokter Anda segera agar mendapatkan perawatan dan infeksi tersebut tidak menjalar ke bagian organ tubuh lainnya.Lakukan pola hidup yang sehat, rawat kesehatan secara umum dan konsumsi asupan makanan yang bergizi seimbang, lakukan hubungan seks hanya dengan pasangan agar Vagina Anda terhindar dari penyakit.

Angina Pektoris

Angina Pektoris: Faktor yang mempengaruhi nyeri anginaAngina pektoris adalah sindrom klinis yang ditandai oleh nyeri paroksisme atau perasaan tekanan pada dada anterior. Penyebabnya adalah insufisiensi aliran darah koroner. Angina biasanya merupakan akibat dari penyakit aterosklerosis jantung dan berkaitan dengan obstruksi signifikan pada arteri koroner yang besar. Faktor-Faktor yang mempengaruhi nyeri angina adalah latihan fisik, pemajanan terhadap dingin, makan terlalu banyak, stres atau setiap stimulasi yang menimbulkan dampak emosional yang meningkatan beban kerja miokardial.Manifestasi Klinis
- Nyeri bervariasi dari perasaan tertekan pada dada bagian atas sampai nyeri yang menjalar.- Disertai dengan ketakutan hebat dan perasaan terancam akan kematian.- Biasanya retrosternal, jauh didalam dada di belakang sternum alas atau sepertiga tengah.- Sering kali setempat, dapat menjalar ke leher, rahang, bahu, dan aspek dalam ekstremitas atas.- Sensasi tegang, rasa tertusuk, atau sensasi- Perasaan lemah atau kebas pada lengan, pergelangan tangan, dan tangan.- Karakteristik penting dari nyeri angina adalah nyeri yang akan menghilang ketika penyebab yang mencetuskannya dihilangkan.Evaluasi Diagnostik
- Evaluasi manifestasi klinis nyeri dan riwayat pasien.
- Perubahan gambaran EKG (elektrokardiogram); pemeriksaan stres.Penatalaksanaan
Sasaran dari penatalaksanaan medis adalah untuk mengurangi kebutuhan oksigen miokardium dan untuk meningkatkan suplai oksigen melalui terapi farmakologis dan mengontrol faktor-faktor risiko. Secara pembedahan, tujuan penatalaksanaan dicapai melalui revaskularisasi suplai darah ke miokardium. Sering kali digunakan kombinasi terapi medis dan bedahan.Pendekatan untuk Revaskularisasi Miokardium
- Pembedahan arteri koroner bypass.
- Angioplasti koroner transluminal perkutan (PTCA).
- Pemasangan stem intrakoroner untuk meningkatkan aliran darah.
- Laser untuk menghancurkan plak.
- Endarterektomi koroner perkutan untuk mengekstraksi obstruksi.Terapi Farmakologis
- Nitrat tetap merupakan terapi utama (nitrogliserin (NTG1).
- Penyekat Beta-adrenergik (propranolol hidroklorida 1 Inderal1).
- Penyekat antagonis/saluran ion kalsium (nifedipin [Procardial], verampamil [Isoptin, Calam] diltiazem [Cardizemp].Mengontrol Faktor-Faktor Risiko
- Rujuk pada faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada bagian penyakit arteri koroner.Proses Keperawatan
Pengkajian
- Amati dan catat semua aspek aktivitas pasien yang menyebabkan dan mencetuskan serangan nyeri angina.
- Rancang program pencegahan yang logis dari riwayat pasien.Diagnosa Keperawatan Utama
- Nyeri yang berhubungan dengan iskemia miokardial.
- Ansietas yang berhubungan dengan ketakutan akan kematian.
- Kurang pengetahuan tentang sifat yang mendasari penyakit dan metoda untuk menghindari komplikasi.
- Potensial ketidakpatuhan terhadap regimen terapeutik yang berhubungan dengan tidak menerima perubahan gaya hidup yang diperlukan.Masalah-Masalah Kolaboratif
- Potensial komplikasi angina termasuk infark miokardium.Perencanaan dan Implementasi
Tujuan pasien termasuk pencegahan nyeri, reduksi ansietas, kesadaran akan sifat yang mendasari kelainan, pemahaman tentang perawatan yang dianjurkan, dan kepatuhan terhadap program perawatan diri.Intervensi
Pencegahan Nyeri
- Ajarkan pasien untuk memahami kompleks gejala dan hindari aktivitas-aktivitas yang diketahui menjadi penyebab nyeri angina.
- Hindari latihan mendadak, pemajanan terhadap dingin, tembakau: makan dengan teratur tetapi jangan banyak, pertahankan berat badan yang dianjurkan.
- Ajarkan pasien untuk mempertahankan langkah yang tidak terburu-buru sepanjang hari.
- Jangan anjurkan pasien menggunakan obat-obat yang dijual bebas, mis., pil diit, dekongestan nasal, atau obat-obat yang meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah.Reduksi Ansietas
- Tetap bersama pasien yang dirawat untuk meminimalkan ketakutan akan kematian.
- Berikan informasi yang penting tentang penyakit dan jelaskan pentingnya untuk mematuhi pengarahan yang dianjurkan untuk pasien ambulatori di rumah.Penyuluhan Pasien Dan Pemeliharaan Kesehatan: Perawatan Di Rumah Dan KomunitasPemahaman Penyakit dan Strategi untuk Menghindari Komplikasi
- Ajarkan pasien tentang sifat dasar penyakit.
- Perbaiki fakta yang diperlukan untuk mengenali kebiasaan hidup: untuk mengurangi frekuensi dan keparahan serangan angina: perlambat penyakit yang mendasari; berikan perlindungan dari komplikasi lain.Kepatuhan terhadap Program Perawatan Diri
- Siapkan program perawatan diri dalam kolaborasi dengan pasien, keluarga, atau teman pasien.
- Rencanakan aktivitas untuk meminimalkan kekambuhan episode angina.
- Ajarkan pasien bahwa setiap nyeri yang tidak menghilang dengan metoda penanganan yang biasa dilakukan harus ditangani di pusat kedaruratan terdekat.Pertimbangan Gerontologi
Individu lansia yang mengalami angina mungkin tidak menunjukkan sifat nyeri yang khas karena perubahan dalam neuroseptor..-
Nyeri sering dimanifestasikan sebagai kelemahan dan pingsan. Saran-kan pasien untuk mengenali perasaan kelemahan sebagai indikasi untuk istirahat atau minum obat yang diresepkan. Selama pemajanan terhadap dingin pasien mungkin mengalami gejala-gejala angina lebih cepat dari iodividu yang lebih muda karena individu lansia memiliki lebih sedikit lapisan lemak subkutan untuk memberikan insulasi. Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian lebih tebal.Pustaka-Angina PektorisKeperawatan Medikal- Bedah Oleh Diane C. Baughman JoAnn C. Hackley

Buah Dan Sayuran Untuk Kesehatan

Buah Dan Sayuran Untuk Kesehatan: Buah Dan Sayur Meningkatkan Kualitas Sumber Daya ManusiaSeiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, diketahui bahwa hal-hal yang dulu dianggap ketinggalan zaman ternyata memiliki dasar ilmiah yang tinggi, tak terkecuali pengobatan secara tradisional. Misalnya, pengobatan menggunakan sayur dan bumbu dapur. Hasil penelitian membuktikan bahwa jenis bahan pangan tersebut ternyata memang berkhasiat obat.Untuk mempopulerkan hal tersebut, bertepatan dengan hari pangan sedunia tahun 2003, WHO dan FAO menyelenggarakan inisiasi promosi buah dan sayuran untuk kesehatan. Di Indonesia, tema yang diangkat adalah “Buah dan Sayur Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia”.Gaya Hidup Kembali ke Alam
Trend gaya hidup yang mengarah kembali ke alam (back to nature) di jaman yang mengedepankan kemajuan teknologi seperti sekarang ini membuktikan bahwa hal-hal yang alami bukan berarti ketinggalan jaman. Dunia kedokteran modern banyak yang kembali mempelajari obat-obat tradisional. Tanaman-tanaman berkhasiat obat ditelaah dan dipelajari secara ilmiah. Hasilnya pun mendukung bahwa tanaman obat memang memiliki kandungan zat atau senyawa yang secara klinis terbukti bermanfaat bagi kesehatan.Jenis-jenis tanaman yang berkhasiat obat ternyata sangat banyak. Tanaman obat tersebut ada yang berupa rempah-rempah, tanaman buah, tanaman hias, tanaman sayur, bahkan tanaman liar. Nenek moyang bangsa Indonesia yang sejak dulu telah menekuni pengobatan dengan memanfaatkan aneka tumbuhan ini telah meninggalkan warisan yang amat berharga. Warisan tersebut berupa cara pengobatan yang diajarkan secara turun-temurun dari generasi terdahulu ke generasi selanjutnya.Hampir semua rumah tangga sudah tak asing lagi dengan sayur dan bumbu dapur karena sudah sering mewarnai hidangan yang disajikan setiap hari. Dapat dikatakan bahwa dapur sudah menjadi apotik yang bermanfaat bagi kesehatan keluarga.Tanaman buah dan sayuran bumbu dapur mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk kesehatan. Bahkan serat kasar yang tidak memiliki nilai gizi pun ternyata amat bermanfaat dalam membantu pencernaan. Beberapa jenis sayur dan bumbu dapur bermanfaat menurunkan kolesterol darah, menurunkan kadar gula darah, mencegah penyebaran sel kanker, menyembuhkan luka lambung, mengurangi serangan rematik, mencegah diare, menyembuhkan sakit kepala, menurunkan suhu tubuh, mengobati demam, sebagai antibiotik, serta bersifat menenangkan dan menyejukkan.Mudah Didapat dan Bermanfaat
Sebagai bahan obat yang selalu tersedia di rumah, sayur dan bumbu dapur penting untuk penyembuhan penyakit yang ringan dan pengobatan awal bagi penderita penyakit berat sebelum penderita dibawa ke dokter atau ke rumah sakit.Selain murah dan mudah didapat,buah dan sayuran merupakan bahan alami asal tumbuhan yang memiliki efek samping yang jauh lebih rendah tingkat bahayanya dibandingkan obat-obatan kimia. Efek obat alamiah tidak sekeras efek obat kimia.Tubuh pun relatif lebih mudah menerima obat dari bahan tumbuhan dibandingkan dengan obat kimiawi.