Powered By Blogger
http://arif-healthy.blogspot.com/

Monday, March 5, 2012

Penyakit Paru Kronik Sering Dikira Asma

Selama ini,kebanyakan masyarakat masih sulit membedakan antara asma dengan penyakit paruobstruktif kronik (PPOK) atau juga dikenal dengan istilah COPD. Haltersebut menurut Prof. Dr. Faisal Yoenoes SpP (K), dari Departemen Paru danKedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)disebabkan karena gejala yang ditimbulkan hampir sama.

“Kadang-kadangorang bingung membedakan asma dan PPOK. Kalau asma itu biasanya terjadi padausia muda dan memburuk pada malam hari. Kalau malam hari makin sesak, makinsering batuk itu asma,” katanya saat acara Diskusi Publik Sosialisasi PenyakitTidak Menular, Senin, (15/8/2011) lalu, di Jakarta.
Sedangkan PPOK umumnya dialami pada usia sekitar 45 tahun dan tidak ada faktorketurunan atau riawat penyakit dalam keluarga. Faktor risiko terbesar karenakebiasaan merokok dan polusi udara.
Penyakit parukronik dapat menyebabkan kapasitas fungsional serta kualitas hidup yangmenurun. Meski telah ditangani dengan pengobatan yang standar dan rasional,banyak penderita paru kronik yang mengalami kecacatan (disability). Sesak nafasdan cepat lelah merupakan indikasi utama yang menggangu. Gejala sesak nafas iniakan bertambah dengan aktifitas fisik. Proses kecacatan mulai berjalan dimanapada waktu awal aktivitas fisik berat yang menimbulkan sesak. Penderita akanmengurangi aktivitas fisiknya sampai akhirnya sesak terjadi hanya denganaktivitas ringan.
Kemampuanfungsionalnya mulai berkurang, aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan atauberpakaian tidak bisa dilakukan sendiri sehingga memerlukan bantuan. Hubungandengan lingkungan sosial berkurang dan kemampuan individu untuk berperan dimasyarakat menjadi terbatas. Penderita hanya berdiam diri saja di rumahsehingga akhirnya akan terjadi sesuatu deconditioning syndrome, yang mana telahterjadi penurunan dari semua fungsi organ tubuh.
Upaya untukmeningkatkan kemampuan fungsional serta kualitas hidup penderita paru kronikharus sejalan dengan pengobatan medikamentosa. Upaya ini dilaksanakan melaluiprogram rehabilitasi paru. Berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang dikembangkan,rehabilitasi paru menjadi penanganan standar yang direkomendasikan untukpenderita penyakit paru kronik terutama penderita penyakit paru obstruktifkronik (PPOK).
Gejala awal sepertibatuk berdahak di pagi hari harus diwaspadai sebagai tanda PPOK. Selain itu,pada orang dengan PPOK akan mengalami sesak nafas pada saat jalan kaki.Sehingga, apabila orang tersebut berjalan lebih lambat dibanding orangseumurannya, ada kemungkinan mengidap PPOK.
“Gejalanya, batuk,sesak napas, makin lama makin buruk, jadi mirip asma. Selama ini, orang tahuhanya asma saja. Lebih baik periksa fungsi paru-paru apa sudah ada obstruksiatau tidak. Kalau sudah ada, berarti PPOK,” ucapnya.
Ia jugamenambahkan, untuk pengobatan orang dengan PPOK tidak jauh berbeda dengan asma.Tetapi yang membedakan adalah, asma bisa saja menghilang dengan bertambahnyaumur, sedangkan PPOK tidak dapat sembuh secara total dan akan terus berjalanmemburuk seiring bertambahnya usia.
Faisal menambahkan, sejauh ini belum ada data pasti mengenai jumlah kasus PPOKdi Indonesia. Dalam waktu dekat ini, kira-kira bulan September 2011, kataFaisal, Balitbangkes Kementerian Kesehatan akan melakukan survei bersama denganFKUI untuk meneliti kasus PPOK.
“Nanti kita akan tahu berapa jumlahnya. Surveinya sendiri akan kita lakukanselama tiga bulan, semoga di akhir tahun kita punya angka PPOK di Indonesia,”terangnya.
Untuk mengetahui apakah seseorang berisiko mengidap PPOK atau tidak, dapatdengan mudah diketahui dengan cara memperhitungkan indeks Brinkman. Seseorangdikatakan berisiko mengidap PPOK apabila indeksnya di atas 200.
“Caranya, banyaknya batang rokok rata-rata sehari dikali tahun. Misalnya kalauorang merokok 10 batang sehari, maka jika dikalikan 20 tahun hasilnya kan 200.Jadi kalau sudah diatas itu dia punya risiko PPOK,” tandasnya.