Powered By Blogger
http://arif-healthy.blogspot.com/

Friday, February 10, 2012

ETIOLOGI PEMBESARAN GINGIVA



ETIOLOGI PEMBESARAN GINGIVA

Pembesaran pada gingiva papilari dan marjinal jelas merupakan temuan umum yang ada pada manusia yang sehat dan mamalia lainnya. Pembengkakan (“tumor”) adalah salah satu dari lima gejala kardinal peradangan. Pembengkakan gingiva hampir secara universal hasil akumulasi cairan dalam jaringan: edema. jaringan gingiva membesar biasanya memiliki konsistensi lunak, biasanya lebih atau kurang eritem, dan berdarah pada saat dilakukan probing. pembesaran gusi yang edematous dapat benar-benar reversibel pada orang sehat, jika plak mikroba penyebab lokal, secara teratur dan efektif dihapus oleh prosedur membersihkan gigi mekanis. (Marakoglu dkk., 2004)

Pembesaran, pertumbuhan jaringan gingival yang berlebihan dapat merusak estetis biasanya dikaitkan dengan pendamping umum leukemia dan scurvy dan tidak sering terlihat pada subyek yang mengalami lonjakan hormon pubertas, kehamilan dan menopause. Epilepsi merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami kejang berulang karena proses yang kronis. Obat-obatan antiepilepsi yang tersedia saat ini bertindak baik dengan menekan aktivitas neuronal pada titik fokus asal, baik dengan menghalangi mekanisme propagasi. (Hassell dan Hefti, 1991)

Pembesaran gingiva adalah salah satu efek samping yang paling umum yang terkait dengan pemberian fenitoin, yaitu obat anti-epilepsi paling sering digunakan. pembesaran gingiva, dalam hubungannya dengan fenitoin, pertama kali dijelaskan pada tahun 1939, dengan beberapa penulis berikutnya lain melaporkan pertumbuhan berlebih terkait dengan phenobarhital, asam valporic dan vigabatrin. (Hassell dan Hefti, 1991)

Hassell, T.M. dan Hefti, A.F. Drug-Induced Gingival Overgrowth: Old Problem, New Problem Critical Reviews in Oral Biology and Medicine, 2(1): 103—137 (1991)

Marakoglu, I., Gursoy, U.K., Cakmak, H., Marakoglu, K. Phenytoin-induced gingival overgrowth in epilepsy patients. Yonsei medical Journal, 2004; 45: 337-340







Hipersensitivitas Dentin

\


I. PENDAHULUAN
I.1. KARIES
Karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan kematian. Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email. Sisa makanan yang bergula (termasuk karbohidrat) atau susu yang menempel pada permukaan email akan bertumpuk menjadi plak dan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada email. Bila proses ini sudah terjadi maka terjadi progresivitas yang tidak bisa berhenti sendiri, kecuali dilakukan pembuangan (penambalan) pada permukaan gigi yang terkena karies oleh dokter gigi.
Macam-macam karies:
1. Karies Email.
Karies email adalah karies yang terjadi pada permukaan enamel gigi (lapisan terluar dan terkeras pada gigi), dan belum terasa sakit, hanya ada pewarnaan hitam atau coklat pada enamel. Setelah karies terbentuk proses demineralisasi berlanjut, email mulai pecah. Sekali permukaan email rusak gigi tidak dapat memperbaiki dirinya sendiri. Rencana perawatan karies:
Remineralisasi dengan pengulasan fluor.
Konsul diet dan factor risiko yang lain.
Aplikasi penutupan fisur.
Restorasi setelah ekkavasi lesi atau preparasi minimal.
2. Karies Dentin
Karies yang sudah mencapai bagian dentin atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa. Gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsang dingin, makanan masam, dan manis. Karies sudah mencapai kedalaman dentin, dimana karies ini dapat menyebar dan mengikis dentin. Karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsangan dingin, makanan masam, dan manis. Jika pembusukan telah mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk harus diangkat dan diganti dengan tambalan (restorasi). Biasanya penumpatan secara langsung masih bisa dilakukan dengan memberikan bahan pelapis sebelum diberikan bahan penumpat.
Dewasa ini telah banyak dikembangkan bahan tumpatan untuk memperbaiki gigi yang rusak. Salah satu bahan tumpatan tetap yang pada saat ini banyak digunakan oleh dokter gigi adalah semen glass ionomer. Bahan tumpatan yang memenuhi persyaratan estetika adalah yang sewarna atau hampir mendekati warna gigi, baik gigi anterior maupun posterior tanpa mengesampingkan faktor kekuatan, keawetan, dan biokompabilitas dari bahan tersebut (Nurdin, 2001).
Rencana perawatan karies email:
a) Pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan.
b) Pertimbangan resistensi dan retensi.
c) Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi.
d) Penyingkiran karies dentin.
e) Menghaluskan bagian dalam kavitas.
f) Menghaluskan tepi preparasi.
3. Karies Pulpa
Karies pulpa adalah yang telah mendekati atau telah mencapai pulpa sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit waktu makan dan sakit secara tiba-tiba tanpa rangsangan. Pada tahap ini, apabila tidak dirawat, maka gigi akan mati dan memerlukan perawatan yang lebih kompleks. Jika karies dibiarkan dan tidak dirawat maka akan mencapai pulpa gigi. Disinilah dimana syaraf gigi dan pembuluh darah dapat ditemukan. Pulpa akan terinfeksi. Abses atau fistula (jalan dari nanah) dapat terbentuk dalam jaringan ikat yang halus. Rencana perawatan dengan restorasi dengan preparasi minimal dan perawatan endodontik.
I.2. PULPITIS
Pulpitis atau inflamasi pulpa dapat akut atau kronis, sebagian atau seluruhnya, dan pulpa dapat terinfeksi atau steril. Keradangan pulpa dapat terjadi karena adanya jejas yang dapat menimbulkan iritasi pada jaringan pulpa. Jejas tersebut dapat berupa kuman beserta produknya yaitu toksin, dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa adanya kuman). Namun kebanyakan inflamasi pulpa disebabkan oleh kuman dan merupakan kelanjutan proses karies, dimana karies ini proses kerusakannya terhadap gigi dapat bersifat lokal dan agresif. Apabila lapisan luar gigi atau enamel tertutup oleh sisa makanan, dalam waktu yang lama maka hal ini merupakan media kuman sehingga terjadi kerusakan di daerah enamel yang nantinya akan terus berjalan mengenai dentin hingga ke pulpa.
Ada tiga bentuk pertahanan dalam menanggulangi proses karies yaitu:
1. Penurunan permebilitas dentin.
2. Pembentukan dentin reparatif.
3. Reaksi inflamasi secara respons immunologik.
Apabila pertahanan tersebut tidak dapat mengatasi, maka terjadilah radang pulpa yang disebut pulpitis. Radang adalah merupakan reaksi pertahanan tubuh dari pembuluh darah, syaraf dan cairan sel di jaringan yang mengalami trauma (anonim, 2009). Pulpitis secara klinis terdiri dari 2 macam kondisi berdasarkan tingkat pemulihan jaringan pulpa, yaitu reversibel dan ireversibel. Pulpitis reversibel merupakan pulpitis yang jaringan pulpanya masih dapat dipertahankan sedangkan pulpitis irreversible merupakan pulpitis yang sudah tidak dapat pulih kembali.
a) Pulpitis Reversibel
Pasien dapat menunjukan gigi yang sakit dengan tepat. Diagnosis dapat ditegaskan oleh pemeriksaan visual, taktil, termal, dan pemeriksaan radiograf. Pulpitis reversibel akut berhasil dirawat dengan prosedur paliatif yaitu aplikasi semen seng oksida eugenol sebagai tambalan sementara, rasa sakit akan hilat dalam beberapa hari. Bila sakit tetap bertahan atau menjadi lebih buruk, maka lebih baik pulpa diekstirpasi. Bila restorasi yang dibuat belum lama mempunyai titik kontak prematur, memperbaiki kontur yang tinggi ini biasanya akan meringankan rasa sakit dan memungkinkan pulpa sembuh kembali. Bila keadaan nyeri setelah preparasi kavitas atau pembersihan kavitas secara kimiawi atau ada kebocoran restorasi, maka restorasi harus dibongkar dan aplikasi semen seng oksida eugenol. Perawatan terbaik adalah pencegahan yaitu meletakkan bahan protektif pulpa dibawah restorasi, hindari kebocoran mikro, kurangi trauma oklusal bila ada, buat kontur yang baik pada restorasi dan hindari melakukan injuri pada pulpa dengan panas yang berlebihan sewaktu mempreparasi atau memoles restorasi amalgam.
b) Pulpitis Irreversibel
Definisi irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal. Pulpitis irreversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan untuk beberapa menit sampai berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus/jejas termal dihilangkan. Pulpitis irreversibel kebanyakan disebabkan oleh kuman yang berasal dari karies, jadi sudah ada keterlibatan bakterial pulpa melalui karies, meskipun bisa juga disebabkan oleh faktor fisis, kimia, termal, dan mekanis. Pulpitis irreversibel bisa juga terjadi dimana merupakan kelanjutan dari pulpitis reversibel yang tidak dilakukan perawatan dengan baik.
Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena.
Secara mikroskopis pulpa tidak perlu terbuka, tetapi pada umunya terdapat pembukaan sedikit, atau kalau tidak pulpa ditutup oleh suatu lapisan karies lunak seperti kulit. Bila tidak ada jalan keluar, baik karena masuknya makanan ke dalam pembukaan kecil pada dentin, rasa sakit dapat sangat hebat, dan biasanya tidak tertahankan walaupun dengan segala analgesik. Setelah pembukaan atau drainase pulpa, rasa sakit dapat menjadi ringan atau hilang sama sekali. Rasa sakit dapat kembali bila makanan masuk ke dalam kavitas atau masuk di bawah tumpatan yang bocor.
Pulpitis irreversible merupakan suatu infeksi jaringan pulpa yang merupakan proses lanjut dari karies yang bersifat kronis, oleh karena itu pada pemeriksaan histopatologi tampak adanya respon inflamasi kronis yang dominan. Selain itu terdapat daerah mikro abses dan daerah nekrotik serta mikroorganisme bersama-sama dengan limfosit, sel plasma, dan makrofage. pulpitis irefersibel umumnya disebabkan oleh mikroorganisme dan sistem pertahanan jaringan pulpa sudah tidak mampu mengatasinya, serta tidak dapat sembuh kembali. Rasa nyeri pulpitis irreversible dapat berupa nyeri spontan, nyeri berdenyut, menjalar, dan menyebabkan penerita tidak dapat tidur sehingga membuat kondisi menjadi lemah dan akan mengganggu aktifitas penderita. Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis irreversibel adalah:
Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta menyebar.
Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan sakit), nyeri lama sampai berjam-jam.
Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi dan tekan kadang-kadang ada keluhan.
Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi dinyatakan vital.
Macam Pulpitis irreversible berdasarkan lokasi nyeri terdiri dar 2 macam, yaitu pulpitis irreversibel terlokalisasi dan pulpitis irreversible tidak terlokalisi. Pulpitis irreversibli terlokalisasi lebih mudah dan cepat didiagnosis. Tanda dan gejala dari pulpitis irreversible terlokalisasi antara lain:
1. Nyeri yang terus menerus hingga beberapa sampai berjam-jam.
2. Nyeri berdenyut atau nyeri yang hebat hingga menganggu aktifitas pasien.
3. Nyeri spontan berlangsung sepanjang hari atau ketika malam.
4. Nyeri ketika makan makanan yang dingin maupun panas.
Perawatan Pulpitis Irreversible
Dalam melakukan perawatan pulpitis irreversible terlokalisasi agar perawataan yang dilakukan dapat akurat, ada dua faktor yang dapat mempengarui proses perawatan, antara lain:
1. Lokasi gigi yang pulpitis irreversible (anterior atau posterior).
2. Sensasi gigi saat dilakukan perkusi (sensitif atau nyeri).
Terapi: pulpektomi
Pulpektomi adalah pembuangan seluruh jaringan nekrotik pada ruang pulpa dan saluran akar diikuti pengisian saluran akar dengan bahan semen yang dapat diresorbsi. Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi, dan penumpatan suatu medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden (meringankan rasa sakit) misalnya kresatin, eugenol, atau formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor, maka pengambilan pulpa koronal atau pulpektomi dan penempatan formokresol atau dressing yang serupa di atas pulpa radikuler harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi. Prognosa gigi adalah baik apabila pulpa diambil kemudian dilakukan terapi endodontik dan restorasi yang tepat.
I.3. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan klinis merupakan tahapan yang penting dalam prosedur perawatan gigi. Dengan dilakukannya pemeriksaan klinis, dapat diketahui bentuk-bentuk yang tidak normal maupun kerusakan yang terjadi pada jaringan keras gigi, jaringan lunak, serta jaringan pendukung pada mulut seperti muskulus ataupun TMJ. Pemeriksaan klinis dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Pemeriksaan ekstra oral.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan TMJ, sinus ekstraoral, pembengkakan pada wajah, kelenjar limfe, dan tampilan umum wajah pasien (Heasman, 2003).
2. Pemeriksaan intra oral.
Pemeriksaan ini dibagi lagi menjadi 2 tahapan, yaitu pemeriksaan jaringan keras dan jaringan lunak.
Pemeriksaan jaringan keras gigi
Gigi yang akan dilakukan perawatan harus diperiksa apakah terdapat karies, restorasi, diskolorisasi, pemeriksaan mahkota, fraktur, atrisi, abrasi, dan erosi (Heasman, 2003). Pemeriksaan pada jaringan keras pada umumnya dilakukan dengan bantuan sonde atau explorer, oleh karena itu biasa disebut dengan sondasi. Dengan bantuan sonde, kita dapat mengetahui adanya margin atau celah tepi pada restorasi, kedalaman karies, serta kedalaman pit dan fissure gigi (Stefanac, 2001).
Pemeriksaan jaringan lunak gigi (jaringan periodontal)
Mukosa oral dan gingiva diperiksa, apakah terdapat diskolorisasi, inflamasi, ataupun pembentukan sinus (Heasman, 2003). Selain dua pemeriksaan di atas, terdapat pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang akan membantu dalam menentukan diagnosis dan tindakan.
II. PEMBAHASAN
II.3. DIAGNOSIS DAN TREATMENT
ELEMEN GIGI DIAGNOSIS TREATMENT ALAT DAN BAHAN

6

Karies klas 6(MOD) pulpitis reversibel • Bongkar tumpatan
• Pembersihan kavitas (sterilisasi kavitas)

• Kaping pulpa
• Pembuatan tumpatan • Round diamond bur
• Round steel bur dan disterilisasi dengan klorhexidin dikloronat 2%
• Dengan hidroksida
• Resin komposit

5

Karies klas 2 (proksimal) • Pembersihan kavitas (sterilisasi kavitas)

• Pembuatan tumpatan • Round steel bur dan disterilisasi dengan klorhexidin dikloronat 2%
• Resin komposit

7

Karies klas 2 (proksimal) • Pembersihan kavitas (sterilisasi kavitas)

• Pembuatan tumpatan • Round steel bur dan disterilisasi dengan klorhexidin dikloronat 2%
• Resin komposit
A. Pemeriksaan subjektif :
1. Keluhan gigi belakang kiri atas ngilu bila minum / kumur air dingin.
2. Pernah ditambal, sering terselip makanan, lubang di sela-sela gigi.
3. Belum pernah sakit spontan.
4. Ingin ditambal sewarna gigi, tetapi tidak seperti tambalan sebelumnya.
B. Pemeriksaan objektif :
1. Gigi molar satu atas kiri terdapat kavitas di daerah mesial dan sebagian tumpatan yang telah hilang, dengan kedalaman dentin. Rangsangan taktil yang digoreskan pada dentin dengan alat sonde.
Sondasi (+) Palpasi (-)
Perkusi (-) CE (+)
2. Gigi premolar kiri atas terdapat kavitas pada sisi distal dengan kedalaman dentin.
3. Gigi molar 2 atas kiri terdapat kavitas di proksimla dengan kedalaman dentin.
Untuk kedua gigi tersebut sondasi, perkusi, palpasi (-), CE (+)
C. Inventarisasi Masalah :
- Kavitas di daerah gigi molar 1 kiri atas (gigi posterior) merupakan kavitas kelas II
- Tumpatan sebelumnya SIK
- Belum pernah sakit spontan menandakan tidak adanya lesi yang dalam, contoh pulpitis ireversibel
- Pernah ditambal dan terselip makanan sehingga ada lubang
• Tumpatan kelas II yang overhanging
• Tumpatan kelas II yang tidak bagus sehingga terjadi microleakage pada tumpatan
- Gigi molar 1, kedalaman dentin
Sondasi (+) : karies dentin
Perkusi (-) : tidak ada kelainan jaringan periodontal
Palpasi (-) : tidak ada peradangan periosteum
CE (+) : gigi vital

- Gigi premolar 2 dan molar 2
Sondasi (-) : karies enamel
Perkusi (-) : tidak ada kelainan jaringan periodontal
Palpasi (-) : tidak ada peradangan periosteum
CE (+) : gigi vital
A. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan subyektif diketahui bahwa gigi mengalami rasa “ngilu” saat terkena rangsang dingin dan belum pernah mengalami sakit spontan. Berdasarkan teori hidrodinamika dikemukakan bahwa rangsangan yang menyebabkan rasa sakit diteruskan ke pulpa dalam suatu mekanisme hidrodinamik yaitu pergerakan cairan secara cepat pada tubulus dentin. Gerakan cairan ini akan mengubah bentuk odontoblas atau prosesusnya sehingga menimbulkan rasa sakit (Markowit, 1990 sit. Prijantojo, 1996). Berkurangnya pergerakan cairan dalam tubulus dentin akan mengurangi rasa sakit yang akibat adanya rangsangan. (Berman, 1984 sit. Prijantojo, 1996). Pergerakan cairan di dalam tubulus mengaktifkan ujung-ujung saraf dan pergerakan cairan ini diawali secara mekanis oleh bebrapa hal diantaranya perubahan temperatur, dehidrasi dentin, atau pemakaian bahan-bahan kimiawi. Sensasi dingin menyebabkan cairan pada tubuli dentin bergerak lebih cepat daripada di dentin, menghasilkan pergerakan cairan ke arah luar. Suhu di luar dentin lebih rendah daripada di dalam dentin, sehingga menyebabkan tekanan di luar dentin lebih rendah di dalam dentin, sehingga cairan bergerak ke arah luar dentin. Gerakan cepat cairan yang melewati membran sel reseptor sensoris merusak membrane serta mengaktifkan reseptor. Semua sel saraf memiliki saluran membran yang bisa dilewati ion, dan aliran ini, jika cukup besar, dapat menstimulasi sel dan menyebabkan sel saraf mengirimkan impuls ke otak. Pada kasus seperti ini, serabut saraf pulpa diaktivasi oleh gaya hidrodinamik, tekanan akan ditransduksi dengan terbukanya saluran ion yang kemudian aliran ion sodium meningkat, sehingga menginisiasi generator potensial. (Cohen & Hargreaves, 2006) Kualitas ketajaman nyeri merupakan aktivitas dari serabut nosiseptor A-delta. (Hargreaves & Goodis, 2002)
Teori lain yang menyebutkan bahwa sensasi tersebut dipindahkan secara langsung melalui perluasan odontoblast. Daerah yang paling sensitif pada dentin adalah di pertautan dentin-email, menunjukkan bahwa jumlah reseptor sensoris yang terbanyak terjadi sebagai akibat dibatasi oleh email. ( Baum et al., 1994 )
Definisi dari vitalitas pulpa adalah kemampuan pulpa untuk menjaga suplai darah yang ada di dalam pulpa tersebut. Tetapi sangat disayangkan bahwa tes integritas dari suplai darah dalam pulpa yang sehat belum dapat dijelaskan secara pasti. Ini memungkinkan untuk menguji apakah ada suplai saraf yang cukup dengan stimulus termal dan elektrik. Jika terdapat respon yang positif terhadap stimulus, dapat diasumsikan bahwa suplai saraf dan suplai darah tercukupi. Pada keadaan sebaliknya, terjadi sejumlah kondisi dimana suplai saraf terdegenerasi tanpa kehilangan suplai darah. ( Kidd & Smith, 1990 )
Pulpa yang sehat, dengan proteksi normalnya dalam email, memiliki kemampuan untuk merubah temperature selama aplikasi substansi makanan dan minuman dalam mulut. Temperatur bervariasi antara 74o-32oF untuk dingin dan 118o-152oF untuk suhu panas. Aplikasi temperature di luar rentang ini akan menimbulkan kontraksi nyeri yang cepat dan tajam tiba-tiba hilang. Reaksi ini disebabkan karena transmisi dari sensasi ini melalui enamel ke fibril dentin dan ke sel odontoblas ke pusat akhiran saraf pulpa lalu ke reseptor pusat di otak. ( McGehee et al., 1956 )
B. Pemeriksaan Obyektif
Terdapat beberapa hal yang bisa dijelaskan melalui pemeriksaan obyektif yang dilakukan yaitu:
Aplikasi dingin dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, salah satunya dengan menyemprotkan etil klorida atau meletakkan kapas yang dibasahi dengan etil klorida pada gigi yang dites. (Grossman et al., 1995) Pada skenario, tes CE menunjukkan hasil positif yang berarti pulpa masih vital.
Sondasi dengan sonde dapat menunjukkan karies yang luas atau sekunder , terbukanya pulpa, fraktur mahkota dan restorasi yang rusak. Pada beberapa keadaan (yakni karies besar di korona), sonde dapat memberikan bantuan yang memadai dalam menegakkan diagnosis. ( Walton & Torabinejad, 1998 ) Pada skenario, terdapat lesi karies yang dapat ditunjukkan dengan hasil positif dari tes sondasi.
Tes perkusi dilakukan dengan mengetukkan secara lembut mahkota dengan instrumen ringan, contohnya ujung kaca mulut.Mahkota terlebih dahulu diketuk pada arah lurus lalu miring pada bagian pemukaan bukal atau lingual. Hasil tes ini tidak berhubungan secara langsung dengan kondisi pulpa. Tes ini untuk mendeteksi adanya inflamasi jaringan periapikal. Jika terdapat inflamasi, gigi akan bereaksi seperti piston dalam soketnya. Jaringan periapikal dapat mengalami inflamasi sebagai hasil dari nekrosis pulpa atau trauma. ( Kidd & Smith, 1990 ) Pada skenario, tes perkusi menunjukkan hasil negatif. Hal ini berarti tidak terjadi inflamasi pada jaringan periapikal.
Palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi telah meluas ke arah periapeks. Respon positif pada palpasi menandakan adanya inflamasi periradikuler. Palpasi dilakukan dengan menekan mukosa di atas apeks dengan cukup kuat. (Walton & Torabinejad, 1998) Palpasi pada mahkota gigi dapat menyatakan kehilangan atau perlunakan akar, yang memerlukan investigasi lebih lanjut. Jika terjadi inflamasi akut, akan terlihat halus dan lunak. Jika menjadi keras dan mudah dirasakan, maka terjadi gangguan kronis. ( McGehee et al., 1956 ) Pada skenario, tes palpasi menunjukkan hasil negatif yang berarti tidak terjadi inflamasi periradikuler.
Electric Pulp Tester digunakan untuk mengetahui apakah serabut saraf pada pulpa masih dapat berfungsi dengan baik atau tidak (Heasman, 2003). Pulp tester diletakkan dengan posisi alat dapat melewati dentin dan pulpa tanpa ada hambatan.Respon positif menandakan bahwa serabut saraf masih dapat memberikan respon yang baik terhadap impuls elektrik (Frank, 1983).
Hasil radiograf dapat memberikan gambaran tentang kondisi gigi secara menyeluruh, seperti kedalaman kavitas, fraktur akar, atau karies yang tidak dapat kita lihat secara langsung. Namun, hasil radiograf belum dapat menunjukkan gejala atau penampakan awal akan terjadinya pulpitis pada gigi (Heasman, 2003).
Test Cavity merupakan metode lain yang berfungsi untuk mengetahui sensitifitas pulpa. Tekniknya adalah dengan membuat sebuah lubang kecil pada gigi pasien yang tidak diberi anestesi. Apabila pulpa masih vital, maka pasien akan merasa nyeri saat mata bur mengenai lapisan DEJ (dentino enamel junction). Pulpa yang nekrosis atau inflamasi tidak akan memberi respon yang sesuai (Frank, 1983).
C. Diagnosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan subyektif dan obyektif diperoleh hasil diagnosis bahwa terjadi karies sekunder yang terjadi di daerah mesial gigi molar 1 kiri atas. Lesi karies yang terjadi di daerah proksimal gigi premolar atau molar termasuk dalam klasifikasi Black kelas II. ( Barclay, 2003 ). Restorasi resin komposit untuk gigi posterior telah menjadi prosedur yang diterima dalam praktek kedokteran gigi modern. Restorasi komposit memiliki keberhasilan dan preparasi yang lebih konservatif. Namun, restorasi menggunakan komposit untuk gigi posterior kurang memuaskan, memiliki tingkat resistensi terhadap keausan yang rendah, microleakage, karies sekunder dan kontak proksimal yang tidak adekuat sering terjadi. Jika ikatan antara komposit dan gigi rendah, pengerutan memungkinkan terjadinya penetrasi bakteri dan karies berulang.
Menurut Fejerskov & Kidd (2008), karies sekunder biasanya terletak pada batas restorasi. Karies sekunder menunjukkan kerja plaque yang tidak terkontrol. Sekunder karies sering berlokasi pada batas gingiva restorasi kelas II-IV, dan jarang terjadi pada kelas I. Lesi karies harus direstorasi, dan lebih disukai dilakukan restorasi dengan teknik adhesif, karena memungkinkan untuk memelihara dan menguatkan bagian lemah dari gigi dengan restorasi bonding. Untuk dapat mencapai bonding yang bagus ke dentin, preparasi lebih jauh dari dentin bagian dalam, sebaiknya mempertimbangkan dentinoenamel junction. Meskipun tidak memerlukan pemindahan dentin yang terinfeksi, untuk menghentikan perkembangan lesi, dapat mengurangi sifat adhesif yang dapat membahayakan umur restorasi. Terutama ketika stress-bearing restoration yang lebih besar ditempatkan, adhesi optimal sangatlah penting, meskipun tidak ada bukti eksperimentalnya. Bagaimanapun, preparasi sentral dari karies dentin yang terpengaruh dan terdiskolorisasi pada pulpa harus dihindari untuk membatasi resiko kerusakan pulpa. Prosedur preparasi pada akhirnya diikuti dengan penyesuaian outline kavitas. Secara tradisional, garis tepi atau batas enamel dari preparasi komposit diselesaikan dengan bevel. Keuntungan bevel adalah dapat mengurangi microleakage dan mencegah frakturnya prisma email. ( Fejerskov & Kidd, 2008 )
D. Struktur Email dan Dentin
Sebelum melakukan restorasi perlu diketahui mikrostruktur email dan dentin untuk mendapatkan hasil restorasi yang baik. Email tersusun atas jutaan batang email / prisma email. Prisma email pada dasarnya berhubungan satu sama lain dan berjalan dari dentoenamel junction lalu keluar dalam pola radial (menjari). Pada daerah cusp enamel, prisma enamel tersusun tegak lurus terhadap dentoenamelo junction. ( Craig & Powers, 2002 ) Struktur dasar email adalah batang email yang bentuknya seperti jamur, dimulai pada pertautan dentin-email dan berakhir pada permukaan email. Bisanya email berawal pada sudut tegak lurus terhadap permukaan dentin dan mengikuti pola spiral menuju ke permukaan, berakhir pada sudut hampir tegak lurus terhadap permukaan. Menurut Baum et al. (1994), gambaran struktur email perlu dipahami sewaktu merencanakan preparasi kavitas karena ini memberikan pada operator pengetahuan dasar yang menyangkut kekuatan dan kelemahan permukaan email dan tepi-tepi email. Preparasi operatif harus dirancang sedemikian rupa sehingga mempertahankan email dan pada waktu yang sama menghasilkan stabilitas mekanis dan penyatuan biologis yang baik.
Dentin tersusun dalam bentuk tubulus yang didukung oleh anyaman serabut kolagen yang mengalami kalsifikasi. ( Baum et al., 1994 ). Menurut Craig & Powers (2002).Tubulus dentinalis merupakan saluran-saluran kecil yang memanjang ke keseluruhan lebar dentin, mulai dari dentinoenamel junction sampai ke pulpa. Baum et al. (1994) menambahkan jumlah tubulus per unit di dekat pulpa lebih banyak bila dibandingkan dengan yang terdapat pada pertautan email. Tubulus tersebut cenderung mengalami kalsifikasi, menghasilkan lumen yang lebih kecil.
E. Preparasi kelas II
Preparasi gigi kelas II dengan bahan komposit dapat dilakukan dengan desain konvensional atau desain modifikasi. Desain modifikasi digunakan untuk preparasi kecil, biasa menggunakan berlian atau bur kecil dan membentuk tepian membulat atau seperti kotak. Desain konvensional digunakan untuk restorasi komposit kelas II yang sedang hingga besar. Pada restorasi ini digunakan inverted cone diamond. Hasil preparasi dari desain seperti kotak ini, kedalaman pulpa dan axial seragam, preparasi dinding tegak lurus terhadap oklusal. Pada permukaan oklusal, instrumen (diamond / bur) digunakan secara paralel terhadap sumbu panjang mahkota gigi. Lantai pulpa dipreparasi hingga kedalaman 1,5 mm. Pada bagian proksimal operator memegang sepanjang dentinoenamelo junction (DEJ) dengan ujung instrumen memotong bagian dalam DEJ 0,2 mm. Hal ini dilakukan pada permukaan fasial, lingual, gingival. Pemotongan faciolingual mengikuti DEJ. Selama pemotongan, instrumen dipegang paralel terhadap sumbu panjang mahkota gigi. ( Roberson et all, 2006 )
Untuk kavitas kelas II dapat menggunakan komposit karena dengan bonding dapat membuat struktur gigi yang lemah menjadi kuat. Selain komposit, dapat digunakan amalgam tetapi amalgam sudah ditinggalkan karena adanya residu berbahaya yaitu merkuri, serta warna amlgam yang tidak sewarna gigi asli. ( Roberson et all, 2006 )
Setelah preparasi gigi tumpatan selesai, diperlukan penambalan retensi yang didapatkan dari groove, kunci, slot. Semua retensi harus diltakkan pada dentin. Pada beberapa kasus, bevel dapat diletakkan pada batas email. Dentin kemudian di etsa dan priming. Lalu penempatan adhesif dari komposit diisikan secara meningkat. Pertama, komposit ditempatkan pada ketinggian 1-2 mm ke dalam area gingiva pada daerah proksimal. Lalu mengkontur dan menyesuaikan oklusinya. ( Roberson et all, 2006 )
Pada restorasi kavitas kelas II diperlukan bonding dalam penumpatan menggunakan resin komposit. Pertama struktur gigi dipreparasi menggunakan bur atau instrument lain, komponen residu organic dan inorganic akan membentuk smear layer. Smear layer akan mengisi tubulus dentinalis dan membentuk smear plug, dan menurunkan permeabilitas dentin pada 86%. Untuk mendaptkan ikatan komposit dengan dentin yang kuat, dapat digunakan etsa. Untuk mengetsa digunakan asam fosforik sehingga serabut kolagen pada tubulus dentinalis terekspos, kemudian dibilas melalui tahap priming, dimana pada dentin ditambahkan larutan yang mengandung monomer hidrofilik dalam etanol, aseton, atau air. Kemudian ditempatkan komposit (unfilled/filled resin bonding agent) sehingga terbentuklah iktan dentin dan komposit yang kuat. Teknik ini disebut total etch technique. Teknik lain dapat berupa self-etch primer systems dan all-in-one-etch adhesive. ( Roberson et all,2006 )
Pada kasus ini, adanya kemungkinan terjadi microleakage. Microleakage ini dapat menjadi jalan masuk bagi bakteri dan dapat menyebabkan iritasi pulpa. Microleakage dapat disebabkan oleh restorasi adesif yang tidak terikat pada dentin dengan baik, smear layer sendiri dapat menyediakan jalan bagi microleakage melalui nanno-channels. Hal terbaik untuk mencegah adanya microleakage adalah ikatan resin terhadap preparasi dengan batas cavosurface pada email. Perlu diketahui pula, adanya gap antara resin dentin tidak semata-mata segera menyebabkan debonding restorasi. ( Roberson et all,2006 )
Kerusakan gigi yang berdekatan sering terjadi pada preparasi kelas II. Penempatan bevel dengan bur merupakan resiko tambahan untuk kerusakan permukaan gigi yang berdekatan. Untuk menghindari kerusakan gigi-gigi yang berekatan, matriks metal dapat ditempatkan untuk proteksi. Cara praktis dan dapat diprediksi untuk menghindari kerusakan gigi-gigi yang berdekatan ketika preparasi box-mode dibuat, adalah untuk menguntungkan jalan masuk ke lasi karies dari permukaan oklusal dengan bur memasuki bagian dalam marginal ridge. Lalu preparasi karies dentin dilakukan, sementara mempertahankan dinding email dapat tetap utuh dan menyediakan proteksi terhadap instrument putar. Sekali preparasi selesai, dinding kecil dan tipis email patah dengan instrument keras setelah outline diselesaikan menggunakan alat-alat preparasi sonic. Peralatan sonic memungkinkan dokter gigi untuk menjaga dari permukaan aproksimal yang berdekatan sehingga melindungi gigi-gigi yang berdekatan. ( Fejerskov & Kidd, 2008 )
Untuk menghasilkan restorasi kelas II yang baik perlu diperhatikan area kontak proksimal. Kualitas dari area kontak proksimal pada restorasi kelas II sangat dipengaruhi oleh tipe dari sistem matriks yang digunakan. Banyak teknik untuk memanipulasi material komposit untuk membentuk kontak dengan gigi yang lebih kuat. Salah satunya adalah teknik “for achieving broad”, kontak proksimal yang kuat dengan resin komposit di gigi posterior menggunakan komposit pre-polimerisasi di dalamnya. Pada kasus dengan karies di bagian mesial dan oklusal, preparasi gigi yang dilakukan, didesain untuk menerima bahan komposit, sehingga hanya dilakukan pada struktur gigi secukupnya dan membuang karies tanpa tambahan retentive feature. Setelah semua karies dihilangkan, a metal sectional matrix dan plastic wedge dimasukkan di bagian mesial untuk membentuk matriks proksimal kemudian bitine ring diaplikasikan. (Dunn, 2004)
F. Restorasi Sandwich
Resin komposit memiliki keterbatasan dalam merestorasi kavitas yang meluas ke dentin, karena dapat mengiritasi pulpa dan terbentuknya celah mikro . Untuk menutupi keterbatasan ini maka dipakailah semen ionomer kaca sebagai basis karena bahan tersebut memiliki biokompabilitas yang sangat baik antara struktur gigi dan semen. Berdasarkan kelebihan dan kelemahan resin komposit dan semen glass ionomer, dikembangkanlah suatu modifikasi tumpatan yang dikenal sebagai restorasi sandwich
Semen ionomer kaca memiliki kebaikan yang menguntungkan seperti daya adhesinya yang sangat baik. Resin komposit memiliki estetis yang memuaskan sehingga dikembangkan modifikasi tempatan yang menguntungkan, semen ionomer kaca sebagai basis untuk menutupi tepi kavitas dentin yang terbuka dan resin komposit sebagai tempatannya. Kemampuan membentuk pelekatan yang kuat dan lama pada dentin merupakan hal yang paling diharapkan pada restorasi resin. Resin komposit juga mempunyai warna tempatan yang sangat baik, sehingga dari segi estetis sangat memuaskan. Dari beberapa kelebihan tersbut, resin komposit juga mempunyai kekurangan yaitu bila tidak ada sisa email yang mendukung maka potensi untuk bocor sangat besar. Semen ionomer kaca memungkinkan untuk menutupi kekurangan dari resin komposit yaiut dari sifat adesi fisikokimia pada email dan dentin. Sifat adesi antara semen ionomer kaca dapat mengurangi kebocoran tepi. Keuntungan semen ionomer kaca yang lain adalah melepaskan flour yang memungkinkan untuk mencegah terjadinya sekunder karies, tidak hanya resin komposit, semen ionomer kaca juga memiliki kekurangan yaitu tidak dapat menerima tekanan kunyah yang besar, mudah abrasi, erosi, dan dari segi estetisnya tidak sempurna karena trans lusensinya lebih rendah dari resin komposit.
Tujuan dari restorasi sandwich adalah untuk mendapatkan fungsi estesis, pengunyahan, mencegah celah mikro serta menambah kekuatan gigi. Fungsi estetis didapat dari bahan resin komposit sebagai tempatan karena resin komposit memiliki trans lusensi yang lebih tinggi dibanding semen ionomer kaca. Resin komposit juga dapat menerima tekanan kunyah yang besar. Untuk mencegah celah mikro digunakan semen ionomer kaca sebagai basis karena dapat melepaskan flour untuk mencegah terjadinya sekunder karies.
Menurut Yanti (2004), prosedur restorasi sandwich meliputi:
1. Preparasi dan lining
Kavitas dipreparasi, semua jaringan karies dibuang dengan menggunakan bur diamond. Diamond stone yang rata atau tungsten karbit bertujuan untuk menyelesaikan tepi email, liner kalsium hidroksida digunakan hanya apabila keadaan dentin yang hampir terbuka dengan perkiraan dentin yang menutupinya hanya sekitar 1mm atau kurang. Walaupun demikian ia tidak boleh menutupi daerah yang besar yang dapat mengganggu bonding (ikatan semen ionomer kaca). Setelah kavitas dipreparasi kemudian tepi email di bevel.
2. Perawatan permukaan
Kavitas dibersihkan, dikeringkan, kemudian diolesi kondisioner pada permukaan kavitas ikatan semen ionomer kaca ke gigi. Dapat diperkuat dengan menggunakan larutan yang mengandung asam poliakrilik, asam tannik, atau dodicin.
3. Pemberian semen
Semen ionomer kaca diijeksikan ke dalam kavitas dan dibiarkan menutupi tepi kavo surface. Alternatifnya pencampuran dengan tangan secara standar dapat digunakan, dan semen tersbut diaduk sampai menyerupai plastik yang berkilau sebelum digunakan. Warna semen harus dipilih agar sesuai dengan warna dentin. Pengerasan semen yang diajurkan adalah dalam waktu lima menit.
4. Preparasi semen tepi email
Setelah mengeras semen yang berlebihan dilepaskan dari tepi email dan dikamfer ke dinding dentin.
5. Pemeberian resin bonding.
Agen bonding resin liquid dioleskan segera ke basis semen dan dinding-dinding kavitas, harus hati-hati untuk memastikan bahwa lapisan tersebut tipis. Sistem visible light cured diajurkan karena pengerasan yang cepat dari agen bonding adalah penting untuk menjamin semen dan permukaan email tidak terkontaminasi
6. Pemberian resin komposit
Tempatan resin dimasukan dan dikontur ke posisinya. Bahan tersbut tidak boleh berlebihan, dan adaptasi yang tepat bisa dicapai dengan memakai matriks plastik bening.
7. Penyelesaian
Setelah disinari restorasi tersbut diselesaikan dengan bur diamond rata atau bur karbit. Pemolesan restorasi dapat dieselesaikan dengan menggunakan karet abrasif dan bubuk alumunium oksida yang halus.






Sakit Nonodontogenik



Frequency of Nonodontogenic Pain after Endodontic

Therapy: A Systematic Review and Meta-Analysis

Donald R. Nixdorf, DDS, MS,*† Estephan J. Moana-Filho, DDS, MS,‡ Alan S. Law, DDS, PhD,§

Lisa A. McGuire, MLIS,k James S. Hodges, PhD,¶ and Mike T. John, DDS, MPH, PhD**

JOE — Volume 36, Number 9, September 2010

Sakit nonodontogenik

sakit gigi, dapat berarti nyeri pada pulpa atau diketahui etiologi periradicular, bukan merupakan satu-satunya alasan untuk rasa sakit yang dapat dirasakan di wilayah dentoalveolar (1). Nonodontogenic terdiri dari berbagai etiologi, menyebabkan seperti nyeri myofascial (2), sakit kepala (3), gangguan neuropatik (4), dan rasa sakit yang berasal dari berbagai kondisi patologis (5). Mengukur frekuensi nyeri nonodontogenic setelah terapi saluran akar merupakan aspek penting bagi dokter gigi dan pasien, sehingga pasien dapat membuat keputusan cerdas dengan mengetahui risiko dan manfaat terkait dengan pengobatan. Menentukan sejauh mana masalah ini adalah langkah pertama menuju tujuan jangka panjang untuk mengurangi kesalahan diagnosa yang sering menyebabkan prosedur gigi ireversibel dalam upaya untuk mengurangi rasa sakit, seperti saluran akar ulang operasi perawatan saluran akar dan pencabutan gigi (6). Beberapa studi telah menyelidiki komponen diagnostik, yang terdaftar sebelumnya, yang terdiri dari grup ini kasus nyeri nonodontogenic dimaksud persen perawatan tersier

sakit Nonodontogenic dentolalveolar seringkali sulit untuk didiagnosis. karena kurang dipahami . Bahkan mendefinisikan dan mengklasifikasikan nyeri persisten ini sulit, tetapi secara konseptual nyeri nonodontogenic di wilayah dentoalveolar timbul dari empat proses yang mungkin: (1) disebut gangguan nyeri muskuloskeletal, gangguan nyeri neuropatik (2), gangguan sakit kepala (3) yang memiliki di daerah dentoalveolar dan (4) suatu proses penyakit di luar daerah langsung dentoalveolar yang mengacu pada rasa sakit di daerah ini, seperti sindrom sakit pada sinus, gangguan kelenjar ludah , tumor otak, angina, kanker tenggorokan dan gangguan pembuluh darah Craniofacial .

Secara teori, perkiraan kami frekuensi nyeri nonodontogenic adalah perkiraan insiden kondisi ini. Dalam prakteknya, karena kondisinya yang sulit untuk mendiagnosis awalnya keliru dalam mengidentifikasi alasan untuk hasil rasa sakit nonodontogenic .Trauma kasus nyeri neuropatik awalnya terus menyakitkan setelah perawatan endodontik atau menjadi lebih sakit, sementara kasus nonodontogenic disebut nyeri dari jaringan jauh, seperti penyakit otot, dan gangguan sakit kepala, mungkin tidak akan cukup diatasi dengan perawatan endodontik. Jumlah klasifikasi tidak diketahui karena untuk pengetahuan kita tentang hasil penelitian tidak dilaporkan.

Odontogenik pain Endodontic Topics 2002, 3, 93–105. Building effective strategies

for the management of endodontic pain. KARL KEISER & KENNETH M. HARGREAVES

sakit odontogenik

Tahap awal mengobati nyeri pasien endodontik adalah mendiagnosis. Diagnosa harus menjadi titik awal untuk pengobatan rasa sakit, karena kondisi banyak yang bisa meniru rasa sakit odontogenik tetapi tidak selalu membutuhkan perawatan endodontik. Sebuah contoh klasik adalah pasien dengan sakit nyeri tumpul pada gigi posterior rahang atas, jelas diagnosis diferensial harus mempertimbangkan sinusitis sebagai sumber sakit. Dengan demikian, mengembangkan diagnosis diferensial merupakan langkah awal yang penting dalam strategi untuk pengelolaan nyeri yang efektif.

Meskipun mayoritas pasien yang datang dengan keluhan sakit gigi benar-benar menderita gangguan odontogenik, jelas bahwa hal ini tidak selalu terjadi. Para dokter yang cerdas akan mempertimbangkan alternatif ini pathoses menandai presentasi, gejala dan hasil pemeriksaan klinis karena, tentu saja, strategi pengobatan dan prognosis tergantung pada diagnosis. Biasanya, pasien yang membutuhkan evaluasi endodontik mengalami semacam sakit, pernah mendengar cerita buruk tentang ‘root kanal’. Oleh karena itu, sangat penting bahwa dokter harus tetap objektif dan membuat prosedur diagnostik yang metodis dan konsisten, agar tidak disesatkan oleh kesalahpahaman pasien







Prevalensi Hepatitis A Dan Demam Tifoid di Wilayah Jember



Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Djoko Widodo, 2007). Hal ini disebabkan oleh kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat (Harrison, 2005). Dinas Kesehatan Kabupaten Jernber mencatat demam tifoid menduduki peringkat 11 dari keseluruhan penyakit yang ada. Insiden demam tifoid tahun 2006 tercatat 23.347 orang dan insiden terbanyak terjadi pada usia 20-44 tahun. UPT Unej Medical Center melaporkan jumlah penderita demam tifoid mulai bulan Januari sampai bulan Oktober tahun 2007 adalah sebanyak 135 orang dan 100 diantaranya adalah mahasiswa. Prosentase jumlah penderita demam tifoid antara mahasiswa fakultas kesehatan dengan mahasiswa fakultas non kesehatan yaitu ada 14 penderita demam tifoid dari 374 mahasiswa fakultas kesehatan (3,74%) dan 86 penderita dari 2.533 mahasiswa fakultas non kesehatan (3,39%). Hepatitis A merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia. Penyakit tersebut ataupun gejala sisanya bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Secara global virus hepatitis merupakan penyebab utama viremia yang persisten. Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar 39,8-68,3% (Sanitoso, 2007). Pada tahun 2002-2003 terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) hepatitis dengan 80% penderita berasal dari kalangan mahasiswa. Dari data penderita hepatitis pada mahasiswa menunjukkan 56% mahasiswa tersebut terbiasa makan di warung atau pedagang kuliner kaki lima dengan hygiene sanitasi yang tidak baik (Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2003). Di Jember sendiri, jumlah kasus terbanyak dari kelurahan Sumbersari di dominasi oleh Hepatitis A (Seksi P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2007). Semenjak Desember 2006, situasi KLB hepatitis telah kembali ditetapkan di daerah Jember (Laporan Dinas kesehatan Kabupaten Jember, 2007). Dari permasalahan di atas, diperlukan penggunaan suatu media promosi kesehatan yang kreatif dan informatif dalam mencegah serangan penyakit demam tifoid dan hepatitis A.
Demam Tifoid Pengertian Demam tifoid (bahasa Inggris: typhoid fever) atau yang di masyarakat indonesia lebih dikenal dengan nama tifus, adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica khususnya turunannya yaitu Salmonella typhii. (Mansjoer, 2000). Cara Penyebaran Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56ºC dan pada keadaan kering. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu (Mansjoer, 2000) Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia dan disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan tau tanpa gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000).

Hepatitis A Pengertian Keradangan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). (medterms.com, 2003). Cara Penyebaran HAV (Hepatitis A Virus) biasanya menular dari orang ke orang melalui makanan atau minuman yang telah terkontaminasi dengan orang yang telah terkontaminasi hepatitis A. tipe penularan ini disebut “fecal oral”. Virus ini sangat mudah menyebar pada daerah yang memiliki kondisi sanitasi yang buruk atau kebersihan lingkungan yang baik tidak dapat ditemukan





GTSL



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Untuk melakukan perawatan gigi tiruan sebagian, kita harus mengetahui tahapan-tahapan dari penatalaksanaan atau perawatan gigi tiruan sebagian. Diawali dengan pemeriksaan, pemeriksaan utama maupun pemeriksaan penunjang. Mencetak merupakan tahapan kedua yang dilakukan. Mencetak dilakukan berdasarkan pertimbangan resiliensi jaringan mukosa mulut. Preparasi gigi pencangkaran termasuk salah satu dalam tahap perawatan preprotestik. Penentuan relasi rahang atas dan rahang bawah dari pasien. Pemilihan elemen gigi tiruan yang dilihat dari bentuk, ukuran dan warna serta tahapan penyusunan gigi.
Untuk menentukan desain gigi tiruan sebagian lepasan pada rencana perawatan kita harus mengetahui terlebih dahulu bagian-bagian dari GTSL (Gigi Tiruan Sebagian Lepasan) tersebut berdasarkan indikasi dari tiap komponen tersebut serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya.


1.2 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dibahas adalah:
1. Apa saja faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan rencana perawatan prostodontik?
2. Apa saja prosedur pemeriksaan prosdodontik?
3. bagaimana penatalaksanaan gigi tiruan sebagian lepasan?
4. Apa macam-macam bahan cetak?
5. Apa macam-macam sendok cetak?
6. Apa macam-macam teknik cetak?
7. Apa saja komponen GTSL?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

Klasifikasi gigi tiruan sebagian lepasan berdasarkan bahan
1. Gigi sebagian lepasan dengan kerangka logam
GTSKL memiliki kualitas mekanik sangat baik dan memberikan kemungkinan desain denture yang mempertimbangkan kesehatan jaringan periodonsium gigi abutment, estetis dan kenyamanan pasien. Hasil ini dapat dicapai dengan membuat desain kerangka sesederhana mungkin, dengan basis dan konektor major dan minor yang didesain tidak berkontak dengan alveolar ridge atau palatum secara aproksimal 3 mm dari gigi, untuk mencegah atau mengurangi efek negatif dari oral hygiene yang buruk.

2. Gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik
Gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik secara normal tidak digunakan untuk lebih dari beberapa bulan, karena gigi tiruan jenis ini memiliki kualitas mekanik yang buruk, lebih tidak nyaman digunakan, dan kondusif bagi oral hygiene yang buruk, namun gigi tiruan jenis ini banyak digunakan, khususnya pada prostodontik geriatri, karena relatif tidak mahal dan mudah dimodifikasi.Perawatan dengan gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik diindikasikan pada pasien lanjut usia dengan gigi yang jaringan periodonsiumnya relatif masih sehat, dalam bentuk gigi tiruan sementara.Penggunaan gigi tiruan sementara ini membantu pasien untuk beradaptasi dengan gigi tiruan penuh nantinya dan gigi tiruan sementara sering dapat dengan mudah ditansformasikan menjadi gigi tiruan penuh.
Ketika perawatan dengan gigi tiruan sebagian lepasan dengan kerangka logam terhambat karena alasan keuangan, gigi tiruan sebagian lepasan resin akrilik sering menjadi alternatif yang lebih baik daripada gigi tiruan penuh jika pasien tidak memiliki masalah fungsional.

Dilepas/tidak dapat dilepas
a.removable partil denture= GTS Lepasan
b.fixed denture/bridge= GTC

Saat pemasangan
a.convesional-dipasang setelah gigi hilang
b.immediete-dipasang segera setelah gigi hilang / dicabut

Jaringan pendukung
a.tooth borne-didukung oleh gigi
b.mucosa / tissue borne-didukung mukosa
c.mucosa and tooth-didukung gigi&mukosa

Letak daerah tak bergigi / sadel
a.anterior tooth suported case
b.all tooth suported case
c.free and supotred case

Memakai wing bagian bukal/labial atau tidak
A. Open face : GTS yang dibuat tanpa gusi tiruan labial, gigi tiruan tsb dibuat apabila
1.keadaan prosessus aleolaris masih baik
2.biasa pada gigi anterior
3.pasien mempunyai lebar mulut terlalu lebar

B. Close face : GTS yang dibuat gusi tiruan bagian labial, gigi tiruan tsb dibuat apabila
1.prosessus alveolaris telah mengalami absorbsi
2.perbaikan profil

Indikasi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan
1. Bila tidak memenuhi syarat untuk suatu gigi tiruan cekat :
• Usia :
usia pasien masih muda, ruang pulpa masih besar, panjang mahkota klinis masih kurang. Pasien usia lanjut dengan kesehatan umum yang buruk, karena perawatannya memerlukan waktu yang lama
• Panjang daerah edentulous tida memenuhi syarat Hukum Ante
• Kehilangan tuang yang banyak pada daerah edentulous
2. tidak ada abutment gigi posterior pada ruang edentulous(free end saddle)
3. bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat
4. bila dibutuhkan stabilisasi dari lengkung yang berseberangan
5. bila membutuhkan estetik yang lebih baik
6. bila dibutuhkan gigi segera setelah dicabut
7. keinginan pasien

2.2. Desain GTSL akrilik

Desain : gambaran bentuk
Mendesain : merencanakan gambaran dengan menggambar dan perincian data pendukung

Guna :
1. sebagai penuntun dari gigi tiruan sebagaian lepasaan yang akan dibuat
2. sebagai sarana komunikasi antara dokter gigi dan tekniker gigi dalam hal pendelegasian pembuatan gigi di laboratorium

Prinsip dasar desain GTSL:
Memelihara/mempertahankan kesehatan jaringan pendukung gigi tiruan sebagian lepsan dengan memperhatikan:
1. distribusi tekanan yang luas(melalui cengekram)
2. mepersamakan tekanan (keseimbangan kiri dan kanan)
3. phisiologic basing(tekanan phisiologis pada mukosa di bawah basis)

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan desain GTSL
1. anatomi dan fisiologi jaringan yang terlibat dalam penempatan GTSL dalam rongga mulut(gigi, mukosa, tulang)
2. letak gigi yang hilang dan yang kaan diganti

3. besarnya beban kunyah:
bila gigi hilang gigi belakang, dimana beban kunyah besar, sedangkan gigi penjangkarannya kurang kuat untuk mensupport beban kunyah yang besar tersebut, sebiknya dibuatkan GTS gingival
4. macam gigi tiruan:
• GTS paradental:cengkeram yang dipakai adalah cengkeran paradental.gigi penjangkaran sedapat mungkin dekat gigi yang hilang, kecuali bila mengganggu estetis. Basis tidak perlu terlalu luas.
• GTS gingival:cengkeram yang dipakai adalah gingival,gigi penjangkaran sedapat mungkin dekat gigi yang hilang, basis dibuat seluas mungkin
• GTS kombinasi paradental-gingival:
Cengkeram yang dipakai adalah pada sisi paradental menggunakan paradental, pada sisi gingival menggunakan cengkeram gingival. Pada satu sisi tidak boleh ada cengkeram paradental dan gingival bersama-sama
• Basis pada sisi paradental tidak luas, pada sisi gingival luas
5. pertimbangan biomekanik
jaringan penyangga GTSL adalah jaringan hidup. Karena itu keseimbangan tekanan oleh adanya beban kunyah harus diperhatikan.
6. garis fulcrum:adalah garis imaginer yang ditarik melalui dua gigi penjangkaran yang dapat merupakan sumbu berputarnya atau terungkitnya gigi tiruan
7. estetika
letak cengkeram harus lebih diperhatikan
8. kenyamanan
gigi tiruan harus dapat dipakai dengan nyaman
9. penyakit
untuk pasien DM dibuat desain gingival mengingat keadaan dari sisa gigi yang ada sering goyang

Bagian-bagian gigi tiruan sebagian lepasan
Gigi tiruan sebagian lepasan terdiri dari komponen-komponen:
1. Basis
disebut juga plat protesa
adalah bagian dari gigi tiruan yang menutupi mukosa mulut di daerah palatum labial, bukal, lingual.

Bahan dasar basis:akrilik, logam

Beda basis akrilik dengan logam:
No akrilik logam
1 Proses pembuatan mudah Sukar
2 Kekuatan Kurang Kuat
3 Penghantar panas Kurang Baik
4 Menyerap air Dapat Tidak dapat
5 Perubahan warna Dapat Tidak dapat
6 Luas basis Luas/lebar Tak luas
7 biaya murah mahal

Fungsi basis:
 untuk meneruskan tekanan kunyah ke mukosa dan tulang alveolar di bawahnya
 untuk memberi retensi dari protesa, karena adanya gaya adhesif antara basis dengan mukosa yang dibatasi dengan media air ludah
 tempat melekatnya cengkeram
 menggantikan jaringan yang hilang serta memberikan dukungan kepada bibir dan pipi(estetik)

2. Sadel
adalah bagian dari gigi tiruan yang menutupi mukosa di atas prosesus alveolaris dan mendukung elemen gigi tiruan

bila sadel letaknya:
antara gigi asli diseut bounded saddle
posterior dari gigi asli disebut free end saddle

3. Elemen gigi tiruan
adalah bagian dari gigi tiruan yang merupakan bentuk gigi tiruan dari gigi asli yang hilang
Bahan dasar gigi tiruan dapat bermacam-macam, yaitu:resin akrilik, porselen,logam

Elemen gigi tiruan resin akrilik
o mudah aus, terutama pada penderita yang mempunyai kekuatan kunyah yang kuat
o perlekatannya dengan basis merupakan persenyawaaan kimia, karena bahannya sama
o dapat berubah warna
o mudah tergores
o mudah dibentuk/diperkecil sesuai dengan ruangan
o lebih ringan dibanding gigi tiruan yang dari porselen dan logam
o dapat diasah dan dipoles
o karena sifat mudah aus, baik sekali dipakai untuk prosesus alvolaris yang datar

Elemen gigi tiruan porselen:
o tidak mudah aus/tergores
o perlekatannya dengan basis secara mekanis, sehingga elemen gigi tiruan harus mempunyai retensi untuk pelekatnya terhadap basis
bentuk retensi gigi tiruan porselen:undercur,pin,alur
o tidak berubah warna
o tidak dapat diasah
o lebih berat daripada akrilik
o tidak baik dipakai untuk prosesus alveoalris yang datar(resorbsi)

Elemen gigi tiruan logam:
o biasanya dibuat sendiri sesuai dengan ruang protesa yang ada, terutama untuk gigi posterior yang ruang protesanya sempit
o estetis kurang baik
o tahan terhadap daya kunyah yang besar/kuat

4. Cengkeram
disebut juga klammer

Cengekram adalah bagian dari gigi tiruan lepas yang berbentuk bulat/gepeng. Terbuat dari kawat stainless steel/ logam tuang, yang melingkari/ memegang gigi penjangakaran

Fungsi cengkeram
o untuk retensi
o untuk stabilisasi
o untuk meneruskan beban kunyah ke gigi penjangkaran

Syarat umum gigi penjangkaran
1. gigi vital atau non vital yang telah dilakukan PSA dengan sempurna
2. bentuk anatomis dan besarnya noraml
3. tidak ada kerusakan/kelainan.Misalnya:tambalan yang besar, karies, hypoplasia, konus
4. posisi dalam lengkung gigi normal
5. keadaan akar gigi:
• bentuk ukurannya normal
• tertanam dalam tulang alveolar dengan perbandingan mahkota akar 2:3
• jaringan periodonta sehat
• tidak ada kelainan periapikal
6. sedapat mungkin tidak goyang

Cengkeram kawat
Bagian-bagian dari cengkeram kawat:
1. lengan cengekeram
2. jari cengkeram
3. bahu cengkeram
4. badan cengkeram
5. oklusal rest
6. retensi dalam akrilik

Bagian-bagian dari cengkeram kawat:
1. lengan
yaitu bagian dari cengkeram kawat yang terletak/melingkari bagian bukal/lingual gigi penjangkaran
sifat:agak lentur
fungsi:retensi dan stabilisasi
2. jari
bagian dari lengan yang terletakdi bawah lingkaran terbesar gigi
sifat:lentur/fleksibel
fungsi/retensi
3. bahu
bagian dari lengan yang terleta di atas lingkaran terbesar dari gigi
sifat:kaku
fungsi:stabilisasi yaitu menahan gaya-gaya bucco-lingual
4. badan/body
bagian yang cengekaram kawat yang terletak di atas titik kontak gigi di daerah aproksimal
sifat:kaku
fungsi:stabilisasi yaitu menaha gaya-gaya antero-posterior
5. oklusal rest
yaitu bagian dari cengekaram kawat yang terletak di bagaian oklusal gigi
sifat:kaku, panjang ±1/3 lebar mesio-distal gigi
fungsi:meneruskan beban kunyah ke gigi penjangkaran
6. retensi dalam akrilik
bagian dari cengkeram kawat yang tertanam dalam basis akrilik

Syarat-syarat cengkeram kawat yang melingkari gigi:
1. harus kontak garis
2. tidak boleh menekan/harus pasif
3. ujung jari tidak boleh menyinggung gigi tetangga dan tidak boleh tajam/harus dibulatkan
4. tidak ada lekukan bekas tang(luka)pada lengan cengkeram
5. bagian cengkeram yang melalui oklusal gigi tidak boleh mengganggu oklusi/artikulasi
6. jarak bagian jari ke servikal gigi:
cengkeram paradental:1/2-1 mm
cengekeram gingival:1 ½-2 mm
7. bagian retensi dalam akrilik harus dibengkokkan

Macam-macam desain cengkeram
Desain cengkeram menurut fungsinya dibagi dalam dua bagian:
1. Cengkeram paradental
yaitu cengkeram yang fungsinya selain dari retensi dan stabilisasi protesa, juga sebagai alat untuk meneruskan beban kunyah yang diterima gigi tiruan ke gigi penjangkarannya
Jadi,cengkeram paradental harus mempunyai bagian yang melalui bagian oklusal gigi penjangkaran atau melalui titik kontak antara gigi penjangkaran dengan gigi tetangganya

2. Cengkeram gingival
yaitu cengkeram yang fungsinya hanya untuk retensi dan stabilisasi protesa. Jadi, karena tidak berfungsi untuk meneruskan beban kunyah yang diterima protesa ke gigi penjangkaran, maka cengkeram ini tidak mempunyai bagian yang melalui bagian oklusal gigi penjangkaran, bisa diatas permukaan oklusal.

Macam-macam cengkeram paradental
1. Cengkeram 3 jari
terdiri dari:
• lengan bukal dan lingual
• body
• bahu
• oklusal rest
• bagian retensi dalam akrilik
indikasi:gigi molar dan premolar

2. Cengkeram jackson
Disain cengkeram ini mulai dari palatal/lingual, terus ke oklusal di atas titik kontak, turun ke bukal melalui di bawah lingkaran terbesar, naik lagi ke oklusal di atas titik kontak, turun ke lingual masuk retensi akrilik.
Indikasi:
Gigi molar,premolar yang mempunyai kontak yang baik di bagian mesial dan distalnya
Bila gigi penjangkaran terlalu cembung, seringkali cengkeram ini sulit masuk pada waktu pemasangan protesa.

3. Cengkeram ½ jackson paradental
Disainnya mulai dari bukal terus ke oklusal di atas titik kontak, turun ke lingual dan terus ke retensi akrilik

Indikasi:
gigi molar dan premolar
gigi terlalu cembung sehingga cengkeram jackson sulit melaluinya
ada titik kontak yang baik di anatar 2 gigi

4. Cengkeram S
Disain cengkeram ini mulai dari bukal terus ke oklusal/insisal di atas titik kontak, turun ke lingual melalu atas cingulum, kemudian turun ke bawah masuk ke dalam akrilik

Indikasi:
Untuk kaninus rahang atas perlu diperhatikan agar letak cengkeram tidak mengganggu oklusi

5. Cengkeram Kippmeider
Tidak mempunyai lengan, yang ada hanya rest di atas cingulum
Indikasi:
Hanya untuk kaninus
Bentuk cingulum harus baik

Fungsi:hanya untuk menerusan beban kunyah dan stabilisasi

6. Cengkeram rush angker
Disainnya mulai dari oklusal di aproksimal(daerah mesial/distal)terus ke arah lingual ke bawah, masuk dalam akrilik

Indikasi:molar, premolar yang mempunyai titik kontak yang baik

Fungsi:hanya untuk meneruskan beban kunyah protesa ke gigi penjangkaran dan sebagai retensi pada pembuatan splin

7. Cengkeram roach
Disainnya mulai dari oklusal di daerah titik kontak aproksimal, turun ke bukal dan lingual terus ke aproksimal di daerah diastema, masuk dalam akrilik
Indiksai:gigi molar dan premolar yang mempunyai konta yang baik
Macam-macam cengkeram gingival
1. Cengkeram 2 jari
Disainnya sama dengan cengkeram 3 jari, hanya tidak mempunyai rest
Indikasi:gigi molar dan premolar

2. Cengkeram 2 jari panjang
Disainnya seperti cengkeram 2 jari, hanya disini melingkari 2 gigi berdekatan
Iindikasi:gigi molar,premolar, dimana gigi yang deat diastema urang kuat(goyang 10 )

3. Cengkeram ½ jacson
hampir sama dengan cengkeram ½ jacson paradental
bedanya cengkeram ini melalui bagian proksimal dekat diastema dan di bagian lingual lurus ke bawah, tetap di tepi lingual
indikasi:gigi molar,premolar dan kaninus

4. Cengkeram vestibular finger
cengkeram ini berjalan mulai dari sayap bukal protesa ke arah undercut di vestibulum bagian labial, ujungnya ditutupi akrilik
indikasi:
gigi sisa hanya gigi anterior yangtidak dapat dilingkari cengkeram, dan bagian vestibulum labial harus mempunyai undercut yang cukup
fungsi:
untuk tambahan retensi, tetapi kurang efektif

2.3.Tahapan Perawatan

2.3.1 Pemeriksaan Utama
a. Pemeriksaan subjektif
Anamnsesis yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tanya jawab. Cara ini umumnya dilakukan untuk mencari riwayat penyakit dan data pribadi pasien dan keluarga.
Beberapa hal yang ditanyai dalam anamnesis antara lain:
1. daftar pribadi
(nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,dll)
2. Data kesehatan umum
- Penyakit sistemik, misalnya hipertensi diabetes mellitus.
- obat yang digunakan.
- kebiasaan pasien untuk mengontrol kesehatannya.
3. Data jenis kesehatan gigi mulut
- jenis penyakit yang ada atau sedang diderita
- riwayat hilangnya gigi
- Kebiasaan jelek,misalnya mengunyah satu sisi atau bruksism
- Apakah pernah memakai gigi tiruan, jika pernah bagaimana keluhan- keluhan gigi tiruan yang lama.
- frekuensi kunjungan ke dokter gigi
- keinginan khusus tentang gigi tiruannya.
- perawatan yang ada atau yang sedang diterimanya.

b.Pemeriksaan objektif
Terbagi dua:
1. Pemeriksaan ekstraoral
2. Pemeriksaan intraoral

Pada pemeriksaan objektif ini pemeriksaan dapat dilakukan dengan :
a. Melihat
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Sonde
e. Termis
f. Roentgen foto

Pemeriksaan ekstraoral
Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan terhadap:
1. Bentuk muka/wajah
a. Dilihat dari arah depan:
-Oval/ovoid
-Persegi/square
-Lonjong/tapering
b. Dilihat dari arah samping
-cembung
-lurus
-cekung

2. Bentuk bibir
- Panjang, pendek
- Normal
- Tebal,tipis
- Flabby

3. Sendi Rahang
- Menggeletuk
- Krepitasi
- Sakit

Pemeriksaan intraoral
Pemeriksaan intraoral meliputi pemeriksaan terhadap gigi, antara lain:
1. Gigi yang hilang
2. Keadaan gigi yang tinggal:
- Gigi yang mudah terkena karies
- Banyaknya tambalan pada gigi
- Mobilitas gigi
- Elongasi
- Malposisi
- Atrisi
Jika dijumpai adanya kelainan gigi yang mengganggu pada pembuatan gigi tiruan, maka sebaiknya gigi-gigi tersebut dicabut.
3. Oklusi: diperhatikan hubungan oklusi gigi atas dengan gigi bawah yang ada, apakah hubungan Angle Kelas I, II, III.
4. Adanya overclosedocclusion pada gigi depan dapat disebabkan antara lain karena:
- Erupsi yang tidak teratur.
- Kehilangan gigi posterior dalam waktu yang lama.
- Atrisi gigi geligi
Overclosed occlusion dapat menyebabkan:
1. Angular cheilosis
2. Disfungsi TMJ
3. Spasme otot kunyah
5. Warna gigi
Warna gigi pasien harus dicatat sewaktu akan membuat gigi tiruan sebagian lepasan, terutama pada pembuatan gigi tiruan di daerah anterior untuk kepentingan estetis.
6. Oral Hygiene
- adanya karang gigi
- adanya akar gigi tertinggal
- adanya gigi yang karies
- adanya peradangan pada jaringan lunak, misalnya gingivitis.
7. Resesi gingival
Terutama pada gigi tiruan sebagian lepasan yang dilihat untuk gigi penyangga dari gigi tiruan tersebut.

- Pemeriksaan terhadap mukosa/ jaringan lunak yang menutupi tulang alveolar,seperti:
1. Inflamasi
2. Keras/ lunak.

- Pemeriksaan terhadap bentuk tulang alveolar; bentuk U atau V, datar, sempit, luas

- Pemeriksaan ruang antar rahang
1. Besar , dapat disebabkan karena pencabutan yang terlalu lama.
2. Kecil, dapat disebabkan karena elongasi
3. Cukup, minimal jaraknya 5 mm

-Pemeriksaan torus:
1. Pada palatum, disebut torus paltina
2. Pada mandibula disebut torus mandibula
Torus ini bila mengganggu pada pembuatan gigi tiruan harus dibuang.

-Pemeriksaan jaringan pendukung gigi
Pemeriksaan terhadap frenulum, apakah perlekatannya tinggi atau rendah sampai puncak tulang alveolar.3

2.3.2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiograf
Berfungsi sebagai informasi tambahan bagi pemeriksan klinis. Dapat diketahui adanya:
1. Kualitas tulang pendukungdari gigi penyangga
2. Gigi yang terpendam, sisa-sisa akar
3. Kista
4. Kelainan periapikal
5. Resorpsi tulang
6. Sklerosis

Pemeriksaan Laboratorium
1. Penyakit tulang
Tingkat kalsium dan fofsor dalam serum darah dan urin dan serum enzim da alkalin fosfat melibatkan penyakit tulang.
a. Normal kalsium dalam darah 8,9-10,1 mg/dl dan diseimbangkan oleh beberapa faktor. Hormon paratiroid (PTH) mempengaruhi keseimbangan kalsium dalam ginjal, tulang, intestinal, dan kelenjar laktasid mammary. Jika sirkulasi PTH secara abnormal tinggi, maka resiko terhadap osteoporosis.

c. Normal Fosfor dalam darah 2,5-2,4 mg/dl. Tingginya fosfor diasosiasikan dengan hiperparatyroidisme dan juga bisa dikaitkan dengan penyebab kanker.

2. Hematology
Pemeriksaan ini berfungsi untuk:
- kapisitas daya angkut oksigen
- identifikasi elemen selular
- analisis mekanisme pembekuan darah
penjelasan beberapa komponen dalam darah:
a. Hemoglobin
Normal laki-laki 14-17 g/dl
Normal perempuan 12-15 g/dl
b. Hematokrit
Normal laki-laki 42-54 %
Normal perempuan 38-46 %
c. Eritrosit
Normal laki-laki 4,5-6,2 million/mm3
Normal perempuan 4,2-5,4 million/mm3
d. leukosit
normal 4100-10900/mm3
e. glukosa dalam darah
normal 70-100mmg/dl (puasa)
jika terjadi peningktan maka terjadi DM atau penyakit lever kronik

3. Urinalisis
Yang dianalisis :
a. warna
normal urin berwarna kuning bersih. Jika berwarna merah, coklat, atau hitam menunjukkan adanya konsistensi darah pada beberapa tahap fisiologis abnormal pada urine.
b. PH
Normal PH 4,8-8,0

c. Gravity spesifik
normal 1003-1026. kapasitas fungsional ginjal ditentukan oleh kemampuannya untuk mecairkan atau konsentrasi urin.

Temuan mikroskopik :
a. gula
normalnya tidak ada gula dalam urin. Jika ada maka pasien menderita DM.
b. Keton
Memproduksi metabolisme lemak. Ada dalam urin pasien yang menderita busung lapar, dehidrasi, atau acidosis saat mengalami DM.
c. Protein
` tidak biasa terdapat dalam urin, tapi normal ada pada saat sedang hamil.

4. Pemeriksaan dan tes lainnya
a. Tes serology
Untuk konfirmasi penyakit kelamin, seperti sifilis.
b. Tes patch (kulit)
Biasanya digunakan untuk mengetahui atau membuktikan adanya alergi dalam pemakaian basis material. Kontak lokal dermatitis biasanya terjadi antara 24-48 jam setelah aplikasi material.4

2.3.3 Mencetak
Macam-macam sendok cetak
1. Stock tray:sendok cetak yang sudah dibuat oleh pabrik
bahan:metal/aluminium,plastik
ukuran:nomor 1,2,3
huruf S,M,L
fungsi:untuk rahang bergigi,bentuk dasar bersudut
untuk rahang tak bergigi,bentuk dasar agak membulat

Syarat-syarat sendok cetak yang sesuai:
 lebar bucco-lingual: jarak tepi sendok cetak ke arah bukal gigi/ lingual gigi=1/2 cm
 panjang ke distal:
rahang bawah:sampai retromolar pad
rahang atas:tuber maksila dan batas palatum molle
 harus ada retensi untuk bahan cetak.
 Tinggi sendok cetak sesuai dengan tinggi gigi dalam kedalaman vestibulum

Indikasi stock tray
 Untuk mendapatkan model studi
 Untuk mendapatkan model kerja pada kasus kelas II dan kelas IV Kennedy dengan sadel yang pendek
 Untuk mendapatkan model pendahuluan untuk membuat sendok cetak perseorangan

2. Custom tray:sendok cetak yang dibuat sendiri sesuai dengan ukuran rahang pasien

Bahan yang dipakai:akrilik, shellac, compound

Tujuan:untuk mendapatkan hasil cetakan yang akurat, terutama pada daerah tepi sendok cetak(daerah vestibulum, frenulum, dan retromylohyoid dari rahang)
Cara membuat custom tray
 cetak rahang dengan sendok cetak anatomis
 gambar batas sendok cetak pada model
 tutup gigi pada model dan bagian labial/bukal model yang mempunyai undercut dengan wax setebal ±2mm sehingga tidak ada undercut
 lapisi permukaan model dengan bahan separasi
 siapkan bahan sendok cetak, tempelkan selapis tipis(1-2mm)diseluruh permukaan model sampai batas yang sudah digambar
 buat pegangan sendok cetak
 cobakan ke mulut pasien, bila ukuran sudah sesuai dilubangi untuk retensi bahan cetak

batas-batas custom tray
• daerah posterior:
rahang atas:sampai batas palatum durum dan palatum molle serta menutupi daerah tuber maxilae
rahang bawah:sampai menutupi retromolar pad
• daerah bukal/labial:sampai batas mukosa bergerak dan tidak bergerak
• tidak boleh menutupi frenulum
• daerah lingual:sampai batas dasar mulut di lingual/retromylohyoid

macam-macam bahan cetak
proses pengerasannya ada 2 macam
 secara reaksi kimia.Contohnya:Plaster of Paris, Zinc oxide eugenol pasta, irreversible hydrocolloid, mercaptan rubber base dan silicone
 secara pemanasan(termoplastik). Contohnya: Modelling compound, reversible hydrocolloid, wax. Bahan ini memerlukan pemanasan untuk melunakkan dan pendinginan untuk mengeras.

1. Impression plaster
Digunakan untuk membuat cetakan akhir guna mendapatkan model kerja dengan tekanan minimal. Sifat bahan ini tidak elastis, jadi tidak dapat digunakan bila ada ceruk. Diperlukan sendok cetak khusus dengan dibuat ruangan antara sendok cetak dengan jaringan penyangganya. Ini bertujuan agar ketebalan bahan cetaknya cukup.
2. Zinc oxide eugenol pasta
Digunakan untuk membuat cetakan akhir guna mendapatkan model kerja. Bahan ini dapat mencatat detail jaringan dengan baik, karena sifatnya yang mudah mengalir sebelum mengeras dan dalam keadaan tidak elastis waktu mengeras. Keuntungan lain dari bahan ini, sendok cetak perseorangan yang dibuat, berkontak langsung dengan mukosa pendukung.
3. Bahan cetak elastomer
Digunakan untuk membuat cetakan akhir sama mendapatkan model kerja. Bahan ini dapat mencatat detail jaringan dengan baik. Oleh karena sifatnya elastis, dapat digunakan bila ada ceruk. Jaringan mulut perlu dikeringkan sebelum dicetak dengan bahan ini.
4. Tissue conditioning material
Tissue conditioning material dapat didefinisikan sebagai bahan yang lunak yang diletakkan untuk sementara pada permukaan cetakan gigi tiruan, bertujuan agar distribusi beban menjadi lebih sama, jadi membiarkan jaringan mukosa untuk embali ke bentuk yang normal.
5. Irrevesible hydrocolloid
Bahan ini dapat mencatat detail yang baik, tetapi sangat dipengaruhi oleh cairan saliva. Hasil cetakan harus segera dituang dengan stone gips karena bahan ini dipengaruhi oleh kelembaban.
6. Reversible hydrocolloid
Diperlukan pemanasan untuk mencairkan bahan ini.Proses pengerasannya:dari gel ke sol ke gel.Bahan ini dapat memberikan detail yang baik untuk cetakan, tetapi ia mempunyai beberapa kekurangan. Diperlukan sendok cetak khusus yang ada saluran air di tepinya untuk mendinginkan bahan cetak.Umumnya digunakan untuk cetakan permulaan.
7. Malam cetak
Diperlukan pemansan untuk mencairkan bahan ini. Umumnya digunakan untuk koreksi pada cetakan akhir yang menggunakan bahan lain seperti plaster atau zinc oxide eugenol pasta/
8. Modelling compound/impression compound
Sifatnya termoplastik, menjadi lunak bila dipanaskan pada temperatur 55-700 C.Viskositas yang tinggi dari bahan ini, dan kenyataannya menjadi keras bila didinginkan, serta dapat dilunakkan kembali, merupakan keuntungan tersendiri.

Teknik mencetak
1. Secara mukostatis→untuk tahanan jaringan rendah
2. Secara mukokompresi/mukofungsional→untuk tahanan jaringan yang tinggi

Penjelasan:
Pada tahanan jaringan tinggi, keadaan mukosa bila tertekan bergerak, bila dicetak secara muko statis, akan didapat model dengan bentuk mukosa yang pasif/tidak tertekan secara fungsional.
Pada kasus GTSL, bila mencetak dengan tekanan fungsional, akan menghasilkan protesa yang stabil waktu berfungsi. Dalam keadaan istirahat, protesa tersebut tetap akan stabil/tak bergerak, karena ada cengkeram yang menahan sebagai retensi protesa.

Hasil cetakan yang baik
• bahan cetak tidak terlepas dari sendok cetak
• pada hasil cetakan boleh terdapat gelembung udara, sobek dan lipatan
• bagian-bagian sendok cetak tidak boleh terlihat
• gigi-gigi, mukosa, frenulum, vestibulum, batas mukosa bergerak dan tidak bergerak, teromolar pad, tubermaxila batas palatum durum dan palatum molle, batas gingiva dengan gigi, perlekatan otot-otot, harus terlihat dengan jelas

cara memelihara hasil cetakan:
hasil cetakan yang baik, dicuci sampai bersih
bila diletakkan di atas meja kerja harus ditopang di bawahnya agar bagian posterior tidak menyentuh meja.
Tujuannya: untuk menghindari terlepasnya bahan cetak bagian posterior dan sendok cetak

2.3.4. Perawatan preprostetik:
Perawatan periodontal
Perawatan bedah
Konservasi gigi
Rekonturing (mahkota tiruan, pengasahan gigi miring, pengasahan gigi ekstrud)
Persiapan tempat cengkeram
Macam cetakan RA & RB (mukostatis, muko- kompresi/mukofungsional/selective pressure

Faktor pertimbangan Dalam Rencana Perawatan
1. Faktor Personal
Yang perlu diperhatikan pada pasien :
- keinginan atau ketidakpuasan terhadap protesa
- kesehatan dan pola hidup pasien
- kondisi dan kesehatan jaringan oral dan perioral
- tidak adekuatnya protesa yang digunakan.
Selain itu, faktor personal yang perlu dipertimbangkan adalah:
- faktor sosial ekonomi
memperhatikan biaya pembuatan dan pemeliharaan
- faktor umur
restorasi protesa dapat direkonstruksi pada pasien dengan semua umur.
- faktor pengalaman
faktor pengalaman hidup sehari-hari dapat mengubah rencana terbaik untuk perawatan dan sering tidak bisa dihindari, seperti :
pekerjaan
profesi
status sosial
lingkungan
2. Faktor Fisik
- Tulang
Faktor klinis yang berhubungan dengan resorpsi tulang bervariasi. Kategori menurut Atwood adalah :
b. faktor anatomi
ukuran, bentuk dan densitas ridge
karakteristik dan ketebalan mukosa penutup
hubungan ridge
jumlah dan kedalaman alveolar
c. faktor metabolik
segala faktor nutrisi, hormonal dan metabolik lainnya yang mempengaruhi aktivitas relative selular pembentuk tulang (osteoblas) dan peresorpsi tulang (osteoklas).
d. faktor fungsional
frekuensi, intensitas, durasi, serta direksi pengalikasian tekanan pada tulang yang mempengaruhi densitas (resorpsi dan deposisi) pada tulang.
e. faktor protesa
banyaknya teknik, material, prinsip, konsep, dan praktek termasuk ke faktor protesa.
- Faktor kontrol
Tiga hal yang termasuk ke bagian faktor kontrol adalah :
a. genetik
b. sistemik
c. lokal
yang termasuk bagian ini yaitu :
faktor biomekanika
faktor neurotropik
vascular
enzim dan PH
potensial bioelektrik
tekanan udara
suhu(temperatur)
persarafan
reflek neuromuscular

- Faktor prostetik
Perkembangan dan pemeliharaan prosesus alveolar secara langsung berkaitan dengan erupsi dan hadirnya gigi geligi. Dua konsep yang diperhatikan mengenai hilangnya residual bone yang tidak dapat dihindari:
Satu pendapat bahwa saat gigi hilang akan adanya variasi perkembangan hialngnya residual bone. Satu pendapat lainnya mengatakan bahwa hilangnya resdual bone belum tentu akibat hilangnya gigi geligi.

- Gigi
Harus dievaluasi secara seksama terlebih dahulu:
Jumlah gigi
Lokasi gigi di dalam lengkung
Posisi individual gigi
Mobilitas dan vitalitas
Rasio mahkota akar
Ukuran dan bentuk akar
Kerentanan adanya karies
Keterlibatan patologis
Kondisi bidang oklusal gigi yang tersisa
Morfologi yang mempengaruhi perawatan dan tipe protesa yang digunakan.

- Jaringan Lunak
Karakteristik dan respon perlu dipertimbangkan untuk retensi, persepsi, stabilitas dari protesa yang akan digunakan. Sedangkan pola sensori pada jaringan pendukung khususnya penting dalam pemakaian gigi tiruan.4

2.3.5. Relasi Rahang

Oklusi gigi pada kasus GTSL ada kemungkinan:
1. oklusi ada, dan fixed(mantap/stabil)
minimal ada 3 gigi pada 3 regio kiri, kanan dan anterior yang beroklusi dengan benar.
2. oklusi ada tapi tidak fixed(tidak mantap/tidak stabil)
hanya ada 2 regio dari gigi yang berkontak dengan oklusi yang benar(kiri+kanan, atau kiri+anterior,atau kanan+anterior)
3. oklusi tidak ada
tidak ada gig yang beroklusi dengan benar

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diagnosis kasus
Diagnosis ditentukan setelah merangkum semua informasi yang didapat dari pemeriksaan utama dan penunjan. Klinisi harus menentukan etiologi utamadari ketidaknyamanan pasien tersebut. Dari kasus ditemukan :
Nama : Bapak Tasrif
Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Pedagang asongan

Keluhan utama
Tidak enak makan karena giginya sudah banyak hilang.

EO.E
Bentuk wajah persegi dan simetri

IO.E
RA
(14)(15)(24)(25) hilang
(16) karies dentin distal
(26) karies email bukal
(27) ekstrud
Ketahanan jaringan mukosa kanan dan kiri rendah

RB
(35) (36) (37) (38) (46) hilang
(47) tipping mesial lebih kurang 10 derajat
(33) karies email oklusal
Ketahanan jaringan mukosa kiri dan kanan tinggi

RA : kelas 3 modifikasi 1
RB : kelas 2 modifikasi 1

RA kelas 3 Modifikasi 1
Dukungan : Paradental
Reainer : Direct retainer
(13) (23) cengkeram S → C RA
(17)(27) Full Jackson(16) Half Jackson
RB kelas 2 modifikasi 1
Kanan (bounded)
Dukungan : ParaDental
Retainer : (47) Cengkeram 3 jari
Cengkeram S
Kiri (Free End Saddle)
Dukungan : gingival
Retainer : cengkeram 2 jari







Ortho



BAB I

PENDAHULUAN

  1. A. Latar Belakang

Sistem stomagthonathi adalah suatu pendekatan dalam bidang kedokteran gigi yang mana mempertimbangkan hubungan saling ketergantungan antara bentuk dan fungsi gigi, hubungan rahang, artikulasi TMJ, konformasi (kesesuaian) orocraniofasial dan oklusi dental. Jika adanya suatu kelainan proses mastikasi maupun gangguan pada oklusi gigi geligi, maka hal tersebut ikut mempengaruhi komponen sisitem stomatognathi yang lainnya.

Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditanda dengan tidak benarnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spatial atau anomaly abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi adalah kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai kondisi yang tidak reguler. Keadaan ini dikenal dengan istilah maloklusi tetapi batas antara oklusi normal dengan tidak normal sebenarnya cukup tipis. Maloklusi sering pula tidak mengganggu fungsi gigi secara signifikan dan termodifikasi pemakaian gigi

Untuk menghilangkan suatu maloklusii diperlukannya perawatan orthodonti. Karena perawatan orthodonti dapat memulihkan fungsi sistem stomatognathi dan diperlukan prosedur-prosedur untuk mendiagnosis serta melakukan perawatan.

  1. B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah :

  1. Maloklusi
    1. Definisi
    2. Etiologi
    3. Klasifikasi
    4. Pengaruh terhadap Sistem Stomatognatik
    5. Sistem Stomatognati
      1. Definisi
      2. Kelainan pada Sistem Stomatognati ( TMJ )
      3. Profil Wajah
      4. Orthodontic Diagnosis
        1. Prosedur Diagnosis
        2. Studi Model, Analisis Ruang dan Sefalometri

BAB II

PEMBAHASAN

  1. A. Maloklusi
  2. 1. Definisi

Maloklusi adalah oklusi abnormal yang ditanda dengan tidak benarnya hubungan antar lengkung di setiap bidang spatial atau anomaly abnormal dalam posisi gigi. Maloklusi adalah kondisi oklusi intercuspal dalam pertumbuhan gigi diasumsikan sebagai kondisi yang tidak reguler. Keadaan ini dikenal dengan istilah maloklusi tetapi batas antara oklusi normal dengan tidak normal sebenarnya cukup tipis. Maloklusi sering pula tidak mengganggu fungsi gigi secara signifikan dan termodifikasi pemakaian gigi.1

Maloklusi terjadi pada kondisi-kondisi berikut ini :

  1. Ketika ada kebutuhan bagi subjek untuk melakukan posisi postural adaptif dari mandibula.
  2. Jika ada gerak menutup translokasi dari mandibula, dari posisi istirahat atau dari posisi postural adaptif ke posisi interkuspal.
  3. Jika posisi gigi adalah sedemikian rupa sehingga terbentuk mekanisme refleks yang merugikan selama fungsi pengunyahan dari mandibula.
  4. Jika gigi-gigi menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak mulut.
  5. Jika ada gigi berjejal atau tidak teratur, yang bias merupakan pemicu bagi terjadinya penyakit periodontal dan gigi.
  6. Jika ada penampilan pribadi yang kurang baik akibat posisi gigi.
  7. Jika ada posisi gigi yang menghalangi bicara yang normal.3
  1. 2. Etiologi

Etiologi darimaloklusi dapat terbagi 2, yaitu :

  • Primary etiologi site
  • Etiologi pendukung

Primary etiologi site terbagi menjadi :

  1. System Neuromuskular

Beberapa pola kontraksi neuromuscular beradaptsi terhadap ketidakseimbangan skeletal / malposisi gigi. Pola- pola kontraksi yang tidak seimbang adalah bagian penting dari hamper semua maloklusi.

  1. Tulang

Karena tulang muka, terutama maxilla dan mandibula berfungsi sebagai dasar untuk dental arch, kesalahan dalam marfologi / pertumbuhannya dapat merubah hubungan dan fungsi oklusi. Sebagian besar dari maloklusi ynag sangat serius adalah membantu dalam identifikasi dishamorni osseus.

  1. Gigi

Gigi adalah tempat utama dalam etiologi dari kesalahan bentuk dentofacial dalam berbagai macam cara. Variasi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan posisis gigi semua dapat menyebabkan maloklusi. Hal yang sering dilupakan adalah kemungkinan bahwa malposisisi dapat menyebabkan malfungsi, secara tidak langsung malfungsi merubah pertumbuhan tulang. Yang sering bermasalah adalah gigi yang terlalu besar.

  1. Jaringan Lunak (tidak termasuk otot)

Peran dari jaringan lunak, selain neuromuskulat dalam etiologi maloklusi, dapat dilihat dengan jelas seperti tempat- tempat yang didiskusi sebelumnya. Tetapi, maloklusi dapat disebabkan oleh penyakit periodontal / kehilangan perlekatan dan berbagai macam lesi jaringan lunak termasuk struktur TMJ.

Etiologi Pendukung antara lain :

  1. Herediter

Herediter telah lama dikenal sebagai penyebab maloklusi. Kesalahan asal genetic dapat menyebabkan penampilan gigi sebelum lahir / mereka tidak dapat dilihat sampai 6 tahun setelah kelahiran (contoh : pola erupsi gigi). Peran herediter dalam pertumbuhan craniofacial dan etiologi kesalahan bentuk dentalfacial telah menjadii banyak subjek penelitian. Genetic gigi adalah kesamaan dalam bentuk keluaraga sangat sering terjadi tetapi jenis transmisi / tempat aksi genetiknya tidak diketahui kecuali pada beberapa kasus ( contoh : absennya gigi / penampilan beberapa syndrome craniofacial).

  1. Perkembangan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya

Misalnya : deferensiasi yang penting pada perkembangan embrio. Contoh : facial cleft.

  1. Trauma

Baik trauma prenatal atau setelah kelahiran dapat menyebabkan kerusakan atau kesalahan bentuk dentofacial.

  1. Prenatal trauma / injuri semasa kelahiran
  • Hipoplasia dari mandibula

Disebabkan karena tekanan intrauterine (kandungan) atau trauma selama proses kelahiran.

  • Asymetri

Disebabkan karena lutut atau kaki menekan muka sehingga menyebabkan ketidaksimetrian pertumbuhan muka.

  1. Prostnatal trauma
  • Retak tulang rahang dan gigi
  • Kebiasaan dapat menyebabkan mikrotrauma dalam masa yang lama.
  1. Agen Fisik
    1. Ekstraksi yang terlalu awal dari gigi sulung.
    2. Makanan

Makanan yang dapat menyebabkan stimulasi otot yang bekerja lebih dan peningkatan fungsi gigi. Jenis makanan seperti ini menimbulkan karies yang lebih sedikit.

  1. Habits
  • Mengisap jempol / jari

Biasanya pada usia 3 tahun – 4 tahun anak-anak mulai mengisap jempol jika M1 nya susah saat erupsi. Arah aplikasi tekanan terhadap gigi selama mengisap jempol dapat menyebabkan Insisivus maksila terdorong ke labial, sementara otot bukal mendesak tekanan lingual terhadap gigi pada segmen leteral dari lengkung dental.

  • Desakan lidah

Ada 2 tipe, yaitu :

  • Simple tounge, desakan lidah yang berhubungan dengan gigi, sekalian menelan.
  • Kompleks tounge, normalnya anak-anak menelan dengan gigi dalam oklusi bibir sedikit tertutup dan lidah berada pada palatal di belakang gigi anterior. Simple tounge dihubungkan dengan digital sucking walaupun kebiasaannya tidak lagi dilakukan karena perlunya lidah untuk mendesak ke depan kea rah open bite untuk menjaga anterior seal dengan bibir selama penelanan. Kompleks tounge dihubungkan dengan stress nasorespiratoty, bernapas dengan mulut.
  • Lip sucking and lip biting

Menyebabkan open bite, labioversion maksila / mandibula ( terkadang).

  • Menggigit kuku
  • Dan lain- lain
  1. Penyakit
  • Penyakit sistemik

Mengakibatkan pengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhan gigi.

  • Gangguan endokrin

Disfungsi endokrin saat prenatal bias berwujud dalam hipoplasia, gangguan endokrin saat postnatal bias mengganggu tapi biasanya tidak merusak / merubah bentuk arah pertumbuhan muka. Ini dapat mempengaruhi erupsi gigi dan resorpsi gigi sulung.

  • Penyakit local
    • Penyakit gingival periodontal dapat menyebabkan efek langsusng seperti hilangnya gigi, perubahan pola penutupan mandibula untuk mencegah trauma, ancylosis gigi.
    • Trauma
    • Karies
  1. Malnutrisi

Berefek pada kualitas jaringan dan kecepatan dari kalsifikasi.2

3. Klasifikasi

Klasifikasi angel

  1. Class I

Lengkung mandibula normalnya mesiodistal berhubungan terhadap lengkung maksila, dengan mesiobukal cusp dari M1 permanen maksila menutupi grove bukal dari M1 permanen mendibula dan mesio lingual cusp M1 maksila menutupi fossa oclusal dari M1 permanen mandibula ketika rahang diistirahatkan dan gigi dalam keadaan tekanan.

  1. Class II

Cusp mesiobukal m1 permanen maksila menutupiu antara cusp mesio bukal M1 mandibula permanen dan aspek distal dari P1 mandibula. Juga mesiolingual cusp M1 permanen maksila menutupi mesiolingual cusp dari M1 permanen mandibula.

Angle membagi class II maloklusi dalam 2 divisi dan 1 subdivisi berdasarkan angulasi labiolingual dari maksila, yaitu ;

  1. Class II – divisi I

Dengan relasi Molar terlihat seoerti tipe kelas II, gigi insisivus maksila labio version.

  1. Class II – divisi II

Dengan relasi molar terlihat seperti tipe kelas II, Insisivus maksila mendekati normal secara anteroposterior atau secara ringan dalam linguoversion sedangakan I2 maksila tipped secara labial atau mesial.

  1. Class II – sbdivisi

Saat relasi kelas II molar, terjadi oada satu sisi pada lengkung dental.

  1. Class III

Lengkung dan badan mandibula berada pada mesial lengkuna maksila dengan cusp mesiobukal M1 permanen maksila beroklusi pada ruang interdental di antara ruang distal dari cusp distal pada M1 permanen mandibula dan aspek mesial dari cusp mesial m2 mandibula.

Class III terbagi 2, yaitu :

  1. Psedo class III – maloklusi

Ini bukan maloklusi kelas 3 yang sebenarnya, tapi tampak serupa, disini mandibula bergesar ke anterior dengan fossa gleroid dengan kontak premature gigi atau beberapa alas an lainnya ketika rahang berada pada oklusi sentrik.

  1. Kelas III – subdivisi

Maloklusi sesuai denagn unilaterally.

Pada kondisi normal, relasi antar molar pertama normal begitu juga gigi-gigi yang ada di anteriornya (depan-red).

Pada maloklusi kelas 1, relasi antar molar pertama normal, tetapi garis oklusi gigi-gigi di daerah depan dari molar pertama tersebut tidak tepat.

Pada maloklusi kelas 2, tampak molar pertama bawah tampak lebih belakang dari pada molar atasnya sehingga relasi tidak lagi normal. Kondisi ini merupakan overbite / gigitan berlebih.

Pada maloklusi kelas 3 ini merupakan kebalikan dari Kelas 2, yaitu molar pertama atas yang tampak lebih belakang daripada molar pertama bawah. Kondisi ini merupakan underbite atau terkadang disebut gigitan terbalik.

Klasifikasi dewey, yaitu modifikasi dari angle kelas I dan kelas III

  1. Modifikasi angle’s kelas I
    1. Tipe 1

Anle Class I dengan gigi anterior maksila crowding.

  1. Tipe 2

Angle Class I dengan gigi I maksila labio version

  1. Tipe 3

Angle Class I dengan gigi I maksila lingual version terhadap I mandibula. ( anterior cross bite ).

  1. Tipe 4

M dan atau P pada bucco atau linguo version, tapi I dan C dalam jajaran normal ( cross bite posterior ).

  1. Tipe 5

M kea rah mesio version ketika hilangnya gigi pada bagian mesial gigi tersebut, ( contoh hilangnya M susu lebih awal dan P2 ).

  1. Modifikasi angle’s kelas III
    1. Tipe 1

Suatu lengkungan saat dilihat secara individu bidang pada jajaran yang normal, tetapi oklusi di anterior terjadi edge to edge.

  1. Tipe 2

I mandibula crowding dengan I maksila ( akibat I maksila yang terletak kea rah lingual ).

  1. Tipe 3

Lengkung maksila belum berkembang sehingga terjadi cross bite pada I maksila yang crowding dan lengkung mandibula perkembangannya baik dan lurus.

klasifikasi Lischers modifikasi dengan Klasifikasi angel

  1. Neutroklusi

Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 1

  1. Distoklusi

Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 2

  1. Mesioklusi

Sama halnya dengan klasifikasi Angel kelas 3

Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi menyangkut penambahan ”versi” pada sebuah kata untuk mengindikasikan penyimpangan dari posisi normal.

  1. Mesioversi

Lebih ke mesial dari posisi normal

  1. Distoversi

Lebih ke distal dari posisi normal

  1. Lingouversi

Lebih ke lingual dari posisi normal

  1. labioversi

Lebih ke labial dari posisi normal

  1. Infraversi

Lebih rendah atau jauh dari garis oklusi

  1. Supraversi

Lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi

  1. Axiversi

Inklinasi aksial yang salah, tipped.

  1. Torsiversi

Rotasi pada sumbunya yang panjang

  1. Transversi

Perubahan pada urutan posisi.

Klasifikasi Bennette

Klasifikasi ini berdasarkan etiologinya:

  1. Kelas 1

Abnormal lokasi dari satu atau lebih gigi sesuai faktor lokal.

  1. Kelas II

Abnormal bentuk atau formasi dari sebagian atau keseluruhan dari salah satu lengkung sesuai kerusakan perkembangan tulang.

  1. Kelas III

Abnormal hubungan diantara lengkung atas dan bawah dan diantara salah satu lengkung dan kontur fasial sesuai dengan kerusakan perkembangan tulang.

Klasifikasi Simons

Simons (1930) yang pertama kali menghubungkan lengkung gigi terhadap wajah dan kranial dalam tiga bidang ruang:

  1. Frankfort Horizontal Plane (vertikal)

Frankfort Horizontal Plane atau bidang mata- telinga ditentukan dengan menggambarkan garis lurus hingga margin tulang secara langsung di bawah pupil mata hingga ke margin atas meatus eksternal auditory (derajat di ats tragus telinga). Digunakan untuk mengklasifikasi maloklusi dalam bidang vertikal.

- Attraksi

Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal menunjukkan suatu attraksi (mendekati).

- Abstraksi

Saat lengkung gigi atau atau bagian dari penutup bidang frankfort horizontal menunjukkan suatu abstraksi (menjauhi).

  1. Bidang Orbital (antero-posterior)

Maloklusi menggambarkan penyimpangan antero-posterior berdasarkan jaraknya, adalah:

- Protraksi

Gigi, satu atau dua, lengkung dental, dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.

- Retraksi

Satu gigi atau lebih lengkung gigi dan/atau rahang terlalu jauh ke depan.

  1. Bidang Mid-Sagital (transversal)

Maloklusi mengklasifikasikan berdasarkan penyimpangan garis melintang dari bidang midsagital.

- Kontraksi

Sebagian atau seluruh lengkung dental digerakkan menuju bidang midsagital

- Distraksi (menjauhi)

Sebagian atau seluruh lengkung gigi berada pada jarak yang lebih dari normal.

Klasifikasi Skeletal

Salzmann (1950) yang pertama kali mengklasifikasikan struktur lapisan skeletal.

  1. Kelas 1 Skeletal

Maloklusi ini dimana semata-mata dental dengan tulang wajah dan rahang harmoni dengan satu yang lain dan dengan posisi istirahat kepala. Profilnya orthognatic. Kelas 1 dental ditentukan berdasarkan maloklusi dental :
- divisi I

Malrelasi lokal insisor, caninus , dan premolar.

- divisi II

Protrusi insisor maksila

- divisi III

Lingouversi insisor maksila

- divisi IV

protrusi bimaksilari

  1. kelas II Skeletal

ini menyangkut maloklusi dengan perkembangan distal mandibular subnormal dalam hubungannya terhadap maksila.

Dibagi menjadi dua divisi:

- divisi I

lengkung dental maksila dalam batas sempit dengan crowding pada regio caninus, crossbite bisa saja ada ketinggian wajah vertikal menurun. Gigi anterior maksila protrusif dan profilnya retrognatic.

- divisi II

merupakan pertumbuhan berlebih mandibula dengan sudut mandibula yang tumpul. Profilnya prognatic pada mandibula.3

  1. 4. Pengaruh terhadap Sistem stomatognati

Gigi manusia bias menyesuaikan diri terhadap variasi antara sentrik oklusi dan sentrik relasi. Saat variasi oklusi sentrik dan relasi sentrik telah melewati batas toleransi individual, maka gigi akan mengalami kondisi trauma dan bias bermanifestasi pada gangguan artikulasi TMJ.

Abnormalitas posisi mandibula bias terjadi karena :

  • Asimetri pertumbhan rahang
  • Perubahan posisi gigi karena ekstraksi
  • Over counter filling
  • Kondisi patologis, seperti penyakit perio, trauma dan lain-lain.
  • Habitual tertentu
  • Gangguan oklusal3

Koreksi divergenitas antara relasi sentrik dan oklusi sentrik bias dilakukan atau dikurangi dengan memposisikan kembali mandibula dengan jalan mengubah relasi oklusal dental dengan oklusal equilibrasi, baik dengan pemkaian ortho, proteksi atau merestorasi demensi vertical.

Ketika seseorang mengalami ketidaksesuaian relasi sentrik, oklusal sentrik yang luas, maka rahang atas memiliki daya tahan yang rendah, sehingga jaringan pendukung gigi akan ikut terinfeksi oleh penyakit perio. Disharmoni ini harus dieliminasi untuk mencegah kerusakan jaringan pendukung.

Koreksi dishamorni antara relasi sentrik dan oklusal sentries bias dilakuka, hanya dengan 1 fase dari koreksi maloklusi oklusal. Hal tersebut biasa menggangu relasi protrusi, pergerakkan ke lateral tapi masih dalam jangkauan fungsi normalnya, defek overbite dan maloklusi lainnya. Saat pergseran mandibula ke lateral telah tampak jelas, maka wajah akan tampak imbalance ke lateral.

Gangguan ke lateral atau pergerakan rahang protrusive bias terjadi karena :

  • Ekstrusi gigi yang komplit ke labio atau bucoversi
  • Adanya benda yang menyenangkan untuk digigit
  • Adanya erupsi yang berlanjut atau elvasi ( peninggian pada gigi yang memiliki gigi antagonis ).4
  1. B. Sistem Stomatognatik
  2. 1. Definisi

Sistem stomatognatik adalah suatu pendekatan yang harus dipertimbangkan oleh dokter gigi. Sistem ini terkait satu dengan yang lain dalam hal bentuk dan fungsi dari hubungan rahang, artikulasi, sendi rahang (TMJ), konformasi kraniofasial dan oklusi.

Sistem stomatognatik termasuk didalamnya adalah gigi-gigi dan jaringan pendukungnya, maksila dan mandibula, otot-otot kepala, sendi rahang, lidah, saraf-saraf, pembuluh darah dan komponen-komponen lainnya.4

  1. 2. Kelainan pada Sistem stomatognati ( TMJ)

Temporomandibular articulation adalah kumpulan sendi atau artikulasi diarthrodial (ginglymoarthrodial) yang terdiri dari fosa, puncak artikular tulang temporal dan ligament kapsular, yang memiliki cairan sinovial. Artikulasi dibagi ke dalam dua bagian yaitu bagian atas dan bawah oleh fibrokartilaginus meniscus atau interadikular disk.

Artikulasi yang normal adalah:

  • TMA bebas dari nyeri atau ketidaknyamanan
    • Tidak ada perbatasan gerakan ketika berbicara
    • Menunjukkan gambar yang dapat diinterpretasikan dengan baik pada radiograf.

a) Kelainan TMA

  • Overclosure (penutupan berlebihan)

Overclosure menyebabkan destruksi disk, perubahan degeneratif dan proliferatif pada kondil mandibula dan tuberkel artikular.

Shapiro dan Truex menemukan beberapa pengaruh bahwa kondil yang terdapat pada telinga tengah atau koklea tidak begitu berarti dalam kerusakan auditory. Overclosure mandibula tidak menekan eustachian tubes.

Perubahan TMA berhubungan dengan kehilangan gigi posterior yang menyebabkan overclosure dan meratakan puncak artikular serta posisinya lebih ke belakang kepala kondil dalam prosesus glenoid.

Etiologi:

Kelainan temporomandibular dapat disebabkan oleh:

  • Injuri traumatik
  • Arthritis (peradangan sendi)
  • Maloklusi, hubungan gigi, trauma oklusi, dan penyebab perpindahan mandibula lainnya.

Kelainan temporomandibular dapat menyebabkan disfungsi TMA, abnormal oklusi, kerusakan fungsi, dan gangguan neuromuscular pada leher, bahu atau lengan, sakit telinga dan kepala, membatasi pembukaan mandibula, nyeri saat mastikasi, bunyi klik yang keras pada TMJ, mengunci mandibula dalam posisi terbuka atau ketidakmampuan membawa gigi menuju oklusi.

Terdapat ruang yang sempit atau luas antara kondil dan fosa glenoid, serta perubahan kondil dan kontur fosa.

Fungsi yang abnormal dari TMA tidak menyebabkan maloklusi, tetapi maloklusi, kehilangan gigi dan abnormal gigi lainnya dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan abnormalitas temporomandibular.

Diagnosis dari disfungsi temporomandibular tidak dapat ditetapkan hanya dengan penemuan radiograf, tetapi membutuhkan temuan klinis yaitu:

  • Observasi pergerakan mandibula. Disfungsi dihubungkan dengan pergerakan yang tidak seperti biasanya, kejang otot, nyeri dan penat.
  • Crepitus – menempatkan telunjuk pada tempat artikulasi. Minta pasien untuk menggerakkan mandibula. Bunyi kliking dapat terdengar dan terasa.
  • Amati atrisi pada gigi dan pada cast.5
  1. C. Profil Wajah

Profil diperkirakan dengan menghubungkan 2 garis berikut :

  • Menghubungkan garis dahi dan titik A di jaringan lunak. ( titik terdalam di bibir atas).
  • Menghubungkan titik A dan pogonion jaringan lunak (titik paling anterior dari dagu).

Berdasarkan pada hubungan antara 2 garis ini, maka terdapat 3 profil wajah :

  1. Straight profile (lurus)

Yaitu 2 garis membentuk suatu garis lurus.

  1. Convex profile (cembung)

Yaitu 2 garis membentuk suatu sudut dengan kecekungan jaringan lunak. Jenis profil ini terjadi sebagai akibat dari suatu maksila yang prognatik atau mandibula retrognatik seperti terlihat pada maloklusi kelas II divisi I.

  1. Concave profile (cekung)

Yaitu 2 garis referensi membentuk suatu sudut dengan kecembungan terhadap jaringan. Tipe profil ini dihubungkan dengan mandibula prognatik atau maksila retrognatik seperti maloklusi kelas III.3

  1. D. Orthodontic Diagnosis
    1. 1. Prosedur diagnosis

Essential Diagnostic aids :

  • Case history
  • Clinical Examination
  • Study models
  • Certain Radiograf

- Periapikal

- Bite Wing

- Panoramic

  • Facial Photographs

Case History ( Riwayat Pasien )

Mendapatkan dan mencatat informasi relevan dari pasien dan orang tua pasien untuk membantu menegakkan diagnosis.

  • Personal detail
  1. Nama

Untuk tujuan komunikasi dan identifikasi

  1. Umur

Pertimbangan-pertimbangan umur untuk membantu diagnosis dan juga menetapkan rencana prawatan.

  1. Jenis kelamin

Penting untuk melakukan rencana perawatan, seperti saat dimana terjadi proses pertumbuhan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki.

  1. Alamat dan Pekerjaan

Membantu dalam mengevaluasi status ekonomi dalam memilih appliance yang tepat, alamat juga membantu dalam korespondensi untuk membuat janji.

  • Keluhan Utama

Keluhan utama pasien harus dicatat sesuai dengan ucapan yang dikemukan oleh pasien. Hal ini membantu klinisi dalam mengidentifikasi / mengenal prioritas dan keinginan pasien.

  • Medical History

Sebelum melakukan perawatan ortho, riwayat media pasien harus dicatat. Untungnya sangat sedikit kondisi medis yang kontraindikasi terhadap penggunaan orthodontic appliances. Sebaiknya, perawatan orthodontic ditunda pada pasien yang menderita epilepsy dyscrasias, bias membutuhkan managemen yang special jika direncanakan untuk dilakukan ekstraksi. Pasien DM dapat dilakukan terapi orthodontic jika kadar gulanya dibawah control, dan lain-lain.

  • Dental History

Harus meliputi informasi pada umur erupsi gigi sulung dan permanen, riwayat pencabutan, karies, restorasi dan trauma pada gigi geliginya. Riwayat dental pasien terdahulu dapat membantu dalam mengevaluasi sikap pasien dan orang tuanya terhadap perawatan.

  • Prenatal History

Harus mencakup informasi kondisi ibu selama mengandung dan tipe proses melahirkan, tipe proses melahirkan, penggunaan obat-obatan seperti thalidomide, dan infeksi selama mengandung seperti campak.

  • Postnatal History

Meliputi informasi type cara makan ( feeding ), adanya kebiasaan dan perkembangan normal.

  • Family History

Beberapa maloklusi seperti maloklusi skeletal kelas II, kelas III dan kondisi congenital seperti cheft lp dan cheft palate adalah merupakan kondisi yang diturunkan / diwariskan.

Pemeriksaan Umum

  • Berat badan dan tinggi badan

Sebagai suatu kunci petumbuhan fisik dn kematangan pasien yang bias memiliki korelasi dento-facial.

  • Gaya Berjalan ( Galt)

Abnormalitas pada gaya berjalan pasien biasanya dihubungkan dengan neuromuscular yang bias memiliki korelasi dental.

  • Posture

Menunjukkan pada cara pasien berdiri. Posture abnormal dapat mempengaruhi maloklusi yang diakibatkan pada perubahan dalam hubungan maksila mandibula.

  • Fisik

3 tipe bentuk badan :

  1. Aesthetic

Orang yang kurus dan biasanya memiliki lengkung dental yang sempit.

  1. Pletonic

Orang yang kelebihan berat badan, umumnya memiliki lengkung dental yang lebar dan petak.

  1. atthetic

normal, tidak kurus dan tidak gemuk. Lngkung dental dengan ukuran normal.

Seldom, klasifikasi :

  1. Ectomorphic : secara fisik tinggi dan kurus
  2. Mesomorphic : ukuran fisik rata-rata
  3. Endomorphic : secara fisik pendek dan obesitas

Pemeriksaan Extra Oral

  • Bentuk Kepala
  1. Mesocephalic : bentuk kepala rata-rata normal dental arch.
  2. Dalicocephalic : bentuk kepala panjang dan sempit, memiliki lengkung gigi yang sempit.
  3. Brachycephalic : bentuk kepala lebar dan pendek, lengkung dental lebar.
  • Bentuk Wajah
  1. Mesoprosopic : bentuk wajah normal atau rata-rata.
  2. Euttryprosopic : tipe wajah lebar dan pendek.
  3. Leptoprosopic : bentuk wajah panjang dan sempit.
  • Assessment of Facial Symmetry

Pemeriksaan kesemetrisan wajah pasien adalah untuk menentukan disproporsi wajah pada plane vertical dan transversal. Ketidaksemetrisan wajah dapat terjadi karena :

ü Defek kongenital.

ü Atropi / hipertropi hemifacial.

ü Ankilosis kondilar unilateral atau hyperplasia.

  • Profil wajah

Pemeriksaan dengan cara melihat wajah pasien dari samping. Profil wajah dapat membantu dalam mendiagnosis penyimpangan hubungan maksila mandibula.

  • Facial Divergence

Didefinisikan sebagai suatu inklinasi anterior atau posterior dan wajah bagian bawah terhadap dahi. Divergensi facial dapat dibagi ke dalam 3 tipe :

  1. Anterior divergence

Suatu garis ditarik di antara dahi dan dagu, inklinasi kea rah anterior terhadap dagu.

  1. Posterior divergence

Suatu garis ditarik antara dahi dan dagu, miring kea rah posterior terhadap dagu.

  1. Straight atau orthognathic

Garis antara dahi dan dagu adalah lurus atau tegak lurus terhadap lantai.

Divergensi facial umumnya dipengaruhi oleh etnik pasien dan latar belakang ras.

  • Assessment Hubungan Rahang Anterior dan Posterior

Idealnya dasar skeletal maksila adala 2 – 3 mm maju ke depan dari skeletal mandibula ketika gigi dalam keadaan oklusi. Perhitungan dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk dan jari tengah masing- masing pada titik A dan B jaringan lunak.

Pada pasien skeletal kelas II, jari telunjuk adalah pada posisi anterior terhadap jari tengah. Pada pasien skeletal kelas III, jari tengah di depan telunjk. Pada pasien dengan skeletal kelas I pada level yang lurus dan rata.

  • Assessment Hubungan Rahang Vertikal

Hubungan vertical skeletal dapat juga diperkirakan dengan mempelajari sudut yang terbentuk antara bonder bawah mandibula dan bidang frankort horizontal ( FHP).

  • Evaluasi Proporsi Wajah

Dapat dibagi ke dalam 3, 1/3 vertikal yang sama 4 bidang horizontal pada level garis rambut, ridge supra orbital, dasar hidung dan border inferior dagu. Wajah bagian bawah, bibir atas menempati 1/3 jarak sementara dagu menempati rest of the space.

  • Pemeriksaan Bibir

Secara normal bibir atas menutupi seluruh labial anterior atas kecuali insisal 2-3 mm. bibir baawah menutupi seluruh permukaan labial anterior bawah dan 2-3 mmedge insisal anterior atas. Bibir dapat diklasifikasikan ke dalam 4 tipe berikut :

  1. Competent lips

Bibir pada kontak ringan sementara otot-otot dalam keadaan istirahat

  1. Incompetens lips

Secara marfologi bibir pendek, tidak dapat membentuk suatu pola penutupan bibir dalam keadaan istirahat. Penutupan bibir hanya dilakukan dengan kontraksi aktif dari otot-otot perioral dan mentalis.

  1. Potentially incompetens lips

Bibir normal yang gagal untuk membentuk suatu pola penutupan akibat proklinasi pada insisiv-insisiv atas.

  1. Everted lips

Bibir hipertropi dengan lemahnya tonusitasotot-otot.

  • Pemeriksaan hidung
  1. Ukuran hidung

Secara normal, hidung pada bagian 1/3 tinggi total wajah.

  1. Kontur hidung

Bentuk hidung bias lurus, cembung atau cekung sebagai suatu akibat dari nasal injuries.

  1. Nostrils ( lubang hidung )

Berbentuk oval, harus simetris secara bilateral, stenosis nostril bias menindikasikan terhalangnya pernapasan hidung.

  • Pemeriksaan Dagu
  1. Mentolabial sulcus

Sulkus mentolabial adalah suatu cekungan yang terlihat di bawah bibir bawah. Sulus mentolabial yang dalam dapat dilihat pada maloklusi kelas II divisi I sedangkan sulkus dangkal pada bimaksillary protrusion.

  1. Mentalis activity

Secara normal, otot-otot mentalis tidak dapat ditunjukkan kontraksi apapun saat posisi normal. Aktivitas hiperaktif mentalis terlihat pada beberapa keadaan maloklusi seperti kasus kelas II divisi I. Hal ini menyebabkan pengerutan atau lipatan dagu.

  1. Chin position and prominence

Meonjolnya dagu biasanya diasosiasikan dengan maloklusi kelas III smentara recessive chin biasanya maloklusi kelas II.

  • Nasolabial Angle

Susut ini terlihat antara border bawah hidung dan suatu garis yang menghubungkan interseksi ( penyilangan) hidung dan bibir atas dengan ujung bibir ( labrale superior ). Sudut ini normalnya 110o. Sudut ini berkurang jika pasien memiliki gigi-geligi anterior yang proklinasi atau prognatis maksilla. Sudut ini juga bisa meningkat / bertambah pada pasien dengan retrognatik maksilla atau retroclined maxillary anterior.

Pemeriksaan Intraoral

  • Pemeriksaan Lidah

Berlebihnya ukuran lidah diindikasikan karena adanya gigi pada margin lateral. Memberikan gambaran scallop pada lidah.

  • Pemeriksaan Palatum

Palatum harus diperiksaan untuk menemukan hal-hal berikut :

  1. Variasi kedalaman paltum terjadi pada hubungan dengan variasi bentuk facial. Kebanyakan pasien dolicofacial memiliki palatum yang dalam.
  2. Adanya swelling ( lekukan ) pada palatum dapat mengindikasi suatu keadaan gigi impaksi, adanya kista atau patologis tulang lainnya.
  3. Ulcerasi mukosa dan indentation adalah suatu gambaran dari deep bite traumatic.
  4. Adanya celah palatum diasosiasikan dengan diskontinuitas palatum.
  5. “the third rugae” biasanya pada garis dengan caninus. Hal ini berguna dalam perkiraan proklinasi anterior maksilla.
  • Pemeriksaan Gingiva

Gingival diperiksa untuk inflamasi, resesi dan lesi mucogingival lainnya. Biasanya temuan gingivitis marginal pada region anterior disebabkan oleh postur open lip. Adanya oklusi traumatic diindikasikan dengan resesi gingival terlokalisir.

  • Pemeriksaan Perlekatan Frenum

Perlekatan frenul abnormal didiagnosis dengan suatu tes pemutihan dimana bibir atas upward dan outward beberapa lama. Adanya pemutihan pada region papilla unter- dental mendiagnosis suatu frenum abnormal.

  • Pemeriksaan Tonsil atau Adenoid

Tonsil secara abnormal terinflamasi karena perubahan postur lidah dan rahang, dengan demikian keseimbangan oro-facial menunjukkan maloklusi.

  • Taksiran Pertumbuhan Gigi

Harus dicatat ekstr

a. Gigi geligi yang terdapat / yang ada di dalam rongga mulut.

  1. Gigi-gigi yang belum erupsi.

c. Gigi-gigi hilang.

  1. Status gigi ( gigi yang erupsi dan tidak erupsi).

e. Adanya karies, restorasi, malformasi, hipoplasia, atrisi dan diskolorasi.

f. Menentukan relasi molar

g. Overjet dan overbite, variasi seperti peningkatan overjet, deep bite, open bite dan cross bite

h. Malrelasi transfersal seperti crossbite dan pergeseran pada midline atas dan bawah.

  1. Ketidakteraturan gigi individual seperti rotasi, displacement, intruksi dan ekstruksi

j. Lengkung atas dan bawah harus diperiksa secara individual untuk mempelajari bentuk lengkungnya dan kesemetrisannya. Bentuk lengkung bisa normal, sempit ( V shaped ) atau square.

  1. 2. Studi Model, Analisis Ruang dan Sefalometri
  • Study Model

Tahap – tahap pembuatan studi model orthodontic adalah sebagai berikut :

  1. Cetakan dan gigitan malam

Model dicetak dengan tepat. Cetakan harus diperluas ke batas sulkus bukal dan sulkus lingual.pada daerah molar rahang bawah. Cetakan atas harus menutupi palatum keras tetapi tidak meluas ke palatum lunak. Gigitan malam harus selalu dibuat. Malam jangan sampai menempel pada gigi insisivus karena reproduksi plaster dari gigi ini mudah patah bila model ditekan ke gigitan malam.

  1. Casting model

Model dapat dibuat dengan plaster gigi biasa, stone plaster, dalam campuran stone-plaster, atau gigi-gigi dibuat dengan plaster biasa. Gigi yang dibuat dengan stone plaster akan lebih kuat daripada gigi dengan plaster putih. Model harus dibuat dengan plaster yang cukup tebal dibagian dasar, sehingga dapat diasah ke bentuk yang diinginkan.

  1. Pengasahan bagian dasar

ü Model atas dipasang pada rubber T di glass plate dan dengan gauge permukaan, dibuat garis horizontal tegak lurus, di sekitar dasar model.

ü Dasar model diasah sampai garis tersebut.

ü Model dioklusi dengan gigitan malam pada posisinya dan diletakkan pada glass plate, model bawah diletakkan di atas.

ü Permukaan dasar model akan diasah dan dibuat tegak lurus terhadap median palatina raphe.

ü Bagian depan model diasah sedemikian sehingga terletak segaris dengan median palatina

Raphe.

ü Sisi model diasah dengan jarak sama dari garis tengah, sehingga model memiliki lebar yang baik.

ü Model dioklusi dengan gigitan malam pada posisinya dan dengan menggunakan model atas sebagai pedoman, permukaan belakang dan sisi-sisi model bawah diasah agar sama dengan atas.

ü Sudut distal model kemudian diasah dengan menggunakan seri segi empat ketiga dan kesemetrian akhir model atas diperiksa.

ü Bagian depan model bawah diasah membentuk lengkungan sesuai dengan lengkung segmen labial bawah.

ü Tepi-tepi plaster yang halus diasah sampai didapat lengkungan yang halus dengan cheisel yang tajam.

ü Untuk pembuatan foto, permukaan yang diasah harus dipoles dengan wheel korborundum no 120.5

  • Analisis Model

Analisis kesling merupakan pedoman pada gigi permanen untuk menentukan lengkung gigi asli dengan membelah giginya kemudian disusun kembali sesuai posisi aksisnya.

Tujuan analisis gigi geligi campuran adalah untuk mengevaluasi jumlah ruang yang tersedia dalam lengkung rahang untuk gigi permanen pengganti dan penyesuaian oklusal yang diperlukan. Untuk melengkapi analisis mixed dentition dan tiga faktor yang harus diperhatikan :

- ukuran seluruh gigi permanen anterior terhadap molar pertama

- perimeter (garis keliling) lengkung rahang

- perkiraan perubhan yang diharapkan dalam garis lengkung yang dapat terjadi dengan pertumbuhan dan perkembangan.

Analisis mixed dentition membantu seseorang memperkirakan jumlah ruang atau crowding yang akan ada pada pasien jika semua gigi primer diganti oleh penggantinya. Analisis ini tidak mempresiksikan jumlah peningkatan alami pada perimeter yang bisa terjadi selama periode transisi tanpa hilangnya gigi.

Prosedurnya:

n Siapkan model studi

n Fiksasi pada okludator yang sesuai

n Potong gigi pada model pada kontak aproksimal dengan gergaji

caranya:

– Buat lubang dengan gergaji lebih kurang 3 mm diatas gingival margin antara 11 dan 12

– Buat irisan arah horizontal kiri dan kanan sampai M1

– Buat irisan vertikal pada aproksimal M2-M1, lalu beri tanda masing-masing

– Buat irisan arah vertikal pada setiap aproksimal

– Pisahkan masing-masing gigi

Susun kembali lengkung gigi pada tempat yang dikehendaki dengan perantaraan wax.

Kegunaannya analisis kesling adalah :

  • Berguna untuk mengamati dan mencoba pengaruh gerakan gigi yang komplek dan ekstraksi terhadap oklusi.
  • Pasien dapat dimotivasi melalui simulasi prosedur perbaikannya yang bervariasi pada model.
  • Ketidaksesuaian ukuran gigi / panjang lengkung bias dilihat dengan mengartikan sebuah set up.
  • Sefalomwtri

Sefalomwtri adalah metode standardisasi, hasil dari radiograf pada skull, yang mana sangat berguna dalam pengukuran cranium dan komplex orofacial.

Penggunaan sefalometri untuk :

  • Study pembelajaran perkembangan craniofacial
  • Diagnosis deformitas craniofacial
  • Perencanaan perawatan
  • Evaluasi kasus yang sudah dirawat
  • Studi relapse (kambuh lagi) dalam ortho6

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Sistem stomagthonathi adalah suatu pendekatan dalam bidang kedokteran gigi yang mana mempertimbangkan hubungan saling ketergantungan antara bentuk dan fungsi gigi, hubungan rahang, artikulasi TMJ, konformasi (kesesuaian) orocraniofasial dan oklusi dental. Jika adanya suatu kelainan proses mastikasi maupun gangguan pada oklusi gigi geligi, maka hal tersebut ikut mempengaruhi komponen sisitem stomatognathi yang lainnya.

Untuk menghilangkan suatu maloklusii diperlukannya perawatan orthodonti. Karena perawatan orthodonti dapat memulihkan fungsi sistem stomatognathi dan diperlukan prosedur-prosedur untuk mendiagnosis serta melakukan perawatan.