Powered By Blogger
http://arif-healthy.blogspot.com/

Wednesday, February 1, 2012

Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Difteri


DIFTERI ICD-9 032; ICD-10 A36

1. Identifikasi

Difteri adalah suatu penyakit bakteriakut terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkanoleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatumembran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi.Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteriafaucial atau pada difteriafaringotonsiler, diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan melunak.Pada kasus-kasus yang sedang dan berat ditandai dengan pembengkakan dan oedemadi leher dengan pembentukan membran pada trachea secara ekstensif dan dapatterjadi obstruksi jalan napas.

Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan salah satu rongga hidungtersumbat dan terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasusterbanyak. Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heartblock dan kegagalan jantung kongestif yang progresif, timbul satu minggusetelah gejala klinis difteri. Gejala lain yang muncul belakangan antara lain neuropatiyang mirip dengan Guillain Barre Syndrome. Tingkat kematian kasusmencapai 5-10% untuk difteri noncutaneus, angka ini tidak banyak berubah selama50 tahun. Bentuk lesi pada difteria kulit bermacam-macam dan tidak dapatdibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakanbagian dari impetigo.

Pengaruh toksin difteria pada lesiperifer tidak jelas. Difteria sebaiknya selalu dipikirkan dalam membuatdiferensial diagnosa pada infeksi bakteri (khususnya Streptococcus) dan viralpharingitis, Vincent’s angina, mononucleosis infeksiosa, syphilis pada mulutdan candidiasis.

Perkiraan diagnosa difteri didasarkan pada ditemukan adanya membran asimetriskeabu-abuan khususnya bila menyebar ke ovula dan palatum molle pada penderitatonsillitis, pharingitis atau limfadenopati leher atau adanya dischargeserosanguinus dari hidung. Diagnosa difteri dikonfrimasi dengan pemeriksaanbakteriologis terhadap sediaan yang diambil dari lesi.

Jika diduga kuat bahwa kasus ini adalah penderita difteria maka secepatnya diberikan pengobatan yang tepatdengan antibiotika dan pemberian antitoksin. Pengobatan ini dilakukan sambil menunggu hasilpemeriksaan laboratoriumnya negative.



2.Penyebab Penyakit



Penyebab penyakit adalah Corynebacteriumdiphtheria dari biotipe gravis, mitis atau intermedius. Bakteri membuattoksin bila bakteri terinfeksi oleh coryne bacteriophage yang mengandungdiphtheria toxin gene tox. Strain nontoksikogenik jarang menimbulkanlesi lokal, namun strain ini dikaitkan dengan kejadian endokarditis infektif.




3. Distribusi Penyakit

Penyakit ini muncul terutama padabulan-bulan dimana temperatur lebih dingin di negara subtropis dan terutamamenyerang anak-anak berumur di bawah 15 tahun yang belum diimunisasi. Seringjuga dijumpai pada kelompok remaja yang tidak diimunisasi. Di negara tropisvariasi musim kurang jelas, yang sering terjadi adalah infeksi subklinis dandifteri kulit.

Di Amerika Serikat dari tahun 1980hingga 1998, kejadian difteri dilaporkan rata-rata 4 kasus setiap tahunnya; duapertiga dari orang yang terinfeksi kebanyakan berusia 20 tahun atau lebih. KLByang sempat luas terjadi di Federasi Rusia pada tahun 1990 dan kemudian menyebarke negara-negara lain yang dahulu bergabung dalam Uni Soviet dan Mongolia.Faktor risiko yang mendasari terjadinya infeksi difteri dikalangan orang dewasaadalah menurunnya imunitas yang didapat karena imunisasi pada waktu bayi, tidaklengkapnya jadwal imunisasi oleh karena kontraindikasi yang tidak jelas, adanyagerakan yang menentang imunisasi serta menurunnya tingkat sosial ekonomimasyarakat.

Wabah mulai menurun setelah penyakit tersebut mencapaipuncaknya pada tahun 1995 meskipun pada kejadian tersebut dilaporkan telahterjadi 150.000 kasus dan 5.000 diantaranya meninggal dunia antara tahun1990-1997. Di Ekuador telah terjadi KLB pada tahun 1993/1994 dengan 200 kasus,setengah dari kasus tersebut berusia 15 tahun ke atas. Pada kedua KLB tersebutdapat diatasi dengan cara melakukan imunisasi massal.



4.Reservoir: Manusia.



5.Cara Penularan



Cara penularan adalah melalui kontak dengan penderitaatau carrier; jarangsekali penularan melalui peralatan yang tercemar oleh discharge dari lesipenderita difteri. Susu yang tidak dipasteurisasi dapat berperan sebagai mediapenularan.



6.Masa Inkubasi



Biasanya 2-5 hari terkadang lebih lama.



7.Masa Penularan



Masa penularan beragam, tetap menular sampai tidakditemukan lagi bakteri dari discharge dan lesi; biasanya berlangsung 2 mingguatau kurang bahkan kadangkala dapat lebih dari 4 minggu. Terapi antibiotik yangefektif dapat mengurangi penularan. Carrier kronis dapat menularkan penyakitsampai 6 bulan.







8. Kerentanan dan Kekebalan

Bayi yang lahir dari ibu yang memiliki imunitas biasanyamemiliki imunitas juga; perlindungan yang diberikan bersifat pasif dan biasanyahilang sebelum bulan keenam. Imunitas seumur hidup tidak selalu, adalahimunitas yang didapat setelah sembuh dari penyakit atau dari infeksi yangsubklinis. Imunisasi dengan toxoid memberikan kekebalan cukup lamanamun bukan kekebalan seumur hidup. Sero survey di Amerika Serikat menunjukkanbahwa lebih dari 40% remaja kadar antitoksin protektifnya rendah; tingkatimunitas di Kanada, Australia dan beberapa negara di Eropa lainnya jugamengalami penurunan. Walaupun demikian remaja yang lebih dewasa ini masihmemiliki memori imunologis yang dapat melindungi mereka dari serangan penyakit.Di Amerika Serikat kebanyakan anak-anak telah diimunisasi pada kuartal ke-2sejak tahun 1997, 95% dari anak-anak berusia 2 tahun menerima 3 dosis vaksindifteri. Antitoksin yang terbentuk melindungi orang terhadap penyakit sistemiknamun tidak melindungi dari kolonisasi pada nasofaring.



9. Cara-cara Pemberantasan



A. Cara Pencegahan



1) Kegiatanpenyuluhan sangatlah penting: beri penyuluhan kepada masyarakat terutama kepadapara orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktifdiberikan kepada bayi dan anak-anak.

2) Tindakan pemberantasan yang efektif adalah denganmelakukan imunisasi aktif secara luas (massal) dengan Diphtheria Toxoid (DT).Imunisasi dilakukan pada waktu bayi dengan vaksin yang mengandung diphtheriatoxoid, tetanus toxoid, antigen “acellular pertussis: (DtaP, yang digunakan diAmerika Serikat) atau vaksin yang mengandung “whole cell pertusis” (DTP).Vaksin yang mengandung kombinasi diphtheria dan tetanus toxoid antigen “wholecell pertussis”, dan tipe b haemophillus influenzae (DTP-Hib) saat ini jugatelah tersedia.

3) Jadwal imunisasi

4) Upaya khusus perlu dilakukan terhadap mereka yang terpajan denganpenderita seperti kepada para petugas kesehatan dengan cara memberikanimunisasi dasar lengkap dan setiap sepuluh tahun sekali diberikan dosis boosterTd kepada mereka.

5) Bagi anak-anakdan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan sistem kekebalan mereka (immunocompromised)atau mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi dengan vaksin diphtheriadengan jadwal yang sama bagi orang normal walaupun ada risiko pada orang-orangini tidak memberikan respon kekebalan yang optimal.



B. PenangananPenderita, Kontak dan Lingkungan Sekitar

1) Laporan kepada petugas kesehatan setempat

2) Isolasi: Isolasi ketat dilakukan terhadap penderitadifteria faringeal, isolasi untuk difteria kulit dilakukan terhadap kontakhingga 2 kultur dari sampel tenggorokan dan hidung (dan sampel dari lesi kulitpada difteria kulit hasilnya negatif tidak ditemukan baksil. Jarak 2 kultur iniharus dibuat tidak kurang dari 24 jam dan tidak kurang dari 24 jam setelahpenghentian pemberian antibiotika. Jika kultur tidak mungkin dilakukan makatindakan isolasi dapat diakhiri 14 hari setelah pemberian antibiotika yangtepat (lihat 9B7 dibawah).

3) Desinfeksi serentak: Dilakukan terhadap semua barangyang dipakai oleh/untuk penderita dan terhadap barang yang tercemar dengandischarge penderita. Dilakukan pencucihamaan menyeluruh.

4) Karantina: Karantina dilakukan terhadap dewasa yangpekerjaannya berhubungan dengan pengolahan makanan (khususnya susu) atauterhadap mereka yang dekat dengan anak-anak yang belum diimunisasi. Marekaharus diistirahatkan sementara dari pekerjaannya sampai mereka telah diobatidengan cara seperti yang diuraikan di bawah dan pemeriksaan bakteriologis menyatakanbahwa mereka bukan carrier.

5) Manajemen Kontak: Semua kontak dengan penderita harusdilakukan kultur dari sample hidung dan tenggorokan, diawasi selama 7 hari.Dosis tunggal Benzathine Penicillin (IM: lihat uraian dibawah untuk dosispemberian) atau dengan Erythromycin selama 7-10 hari direkomendasikanuntuk diberikan kepada semua orang yang tinggal serumah dengan penderitadifteria tanpa melihat status imunisasi mereka. Kontak yang menangani makananatau menangani anak-anak sekolah harus dibebaskan untuk sementara daripekerjaan tersebut hingga hasil pemeriksaan bakteriologis menyatakan merekabukan carrier. Kontak yang sebelumnya sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkapperlu diberikan dosis booster apabila dosis imunisasi terakhir yang merekaterima sudah lebih dari limatahun. Sedangkan bagi kontak yang sebelumnya belum pernah diimunisasi, berikanmereka imunisasi dasar dengan vaksinasi: Td, DT, DTP, DtaP atau DTP-Hibtergantung dari usia mereka.

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Pencariancarrier dengan menggunakan kultur dari sampel yang diambil dari hidung dantenggorokan tidak bermanfaat jika tindakan yang diuraikan pada 9B5 diatas sudahdilakukan dengan benar. Pencarian carrier dengan kultur hanyabermanfaat jika dilakukan terhadap kontak yang sangat dekat.

7) Pengobatan spesifik: Jika diduga kuat bahwa seseorang menderitadifteria didasarkan kepada gejala klinis maka antitoksin harus diberikansetelah sampel untuk pemeriksaan bakteriologis diambil tanpa harus menungguhasil pemeriksaan bakteriologis tersebut. (Saat iniyang tersedia adalah antitoksin yang berasal dari kuda).



Sebelum diberikan lakukan terlebihdahulu skin test untuk mengetahui adanya hypersensivitas terhadap serum kuda. Jikahasilnya negative, DAT diberikan IM dengan dosis tunggal 20.000 – 100.000 unittergantung berat ringan serta luasnya penyakit. Untuk kasus beratpemberian IM dan IV dilakukan bersama-sama. Pemberian antibiotika tidak dapatmenggantikan pemberian antitoksin.

ProcainPenicillin G (IM) diberikan sebanyak 25.000 – 50.000 unit/kg BB untuk anak-anakdan 1,2 juta unit/kg BB untuk orang dewasa per hari. Dibagi dalam dua dosis.Penderita dapat juga diberikan erythromycin 40-50 mg/kg BB per hari maksimum 2g per hari secara parenteral. Jika penderita sudah bisa menelan dengan baikmaka erythromycin dapat diberikan per oral dibagi dalam 4 dosis per hari ataupenicillin V per oral sebesar 125-250 mg empat kali sehari, selama 14 hari.Pernah ditemukan adanya strain yang resisten terhadap erythromycin namun sangatjarang. Antibiotik golongan macrolide generasi baru seperti azythromycin danchlarithromycin juga efektif untuk strain yang sensitif terhadap erythromycintetapi tidak sebaik erythromycin.

Terapi profilaktik bagi carrier: untuk tujuan profilaktikdosis tunggal penicillin G sebesar 600.000 unit untuk anak usia dibawah 6 tahundan 1,2 juta unit untuk usia 6 tahun ke atas. Atau dapat juga diberikanerythromycin oral selama 7-10 hari dengan dosis 40 mg/kg BB per hari untukanak-anak dan 1 gram per hari untuk orang dewasa.

C.Penanggulangan Wabah



1) Imunisasi sebaiknya dilakukan seluas mungkin terhadapkelompok yang mempunyai risiko terkena difteria akan memberikan perlindunganbagi bayi dan anak-anak prasekolah. Jika wabah terjadi pada orang dewasa,imunisasi dilakukan terhadap orang yang paling berisiko terkena difteria.Ulangi imunisasi sebulan kemudian untuk memperoleh sukurang-kurangnya 2 dosis.

2) Lakukan identifikasi terhadap mereka yang kontak denganpenderita dan mencari orang-orang yang berisiko. Di lokasi yang terkena wabahdan fasilitasnya memadai, lakukan penyelidikan epidemiologi terhadap kasus yangdilaporkan untuk menetapkan diagnosis dari kasus-kasus tersebut dan untukmengetahui biotipe dan toksisitas dari C. diphtheriae.



D. Implikasi Bencana

Kejadian luar biasa dapat terjadi ditempat dimana kelompokrentan berkumpul, khususnya bayi dan anak-anak. Kejadian wabah difteriaseringkali terjadi oleh karena adanya perpindahan penduduk yang rentan terhadappenyakit tersebut dalam jumlah banyak.



E. Penanganan Internasional



Orang yang mengadakan kunjungan atau singgah di negara-negara yangterjangkit difteria faucial atau difteria kulit dianjurkan mendapatkanimunisasi dasar. Dosis booster Td diberikan kepada orang yang sebelumnya telahmendapatkan imunisasi.

sumber: manual p2m (I Nyoman Kandun)

No comments:

Post a Comment