Powered By Blogger
http://arif-healthy.blogspot.com/

Saturday, December 17, 2011

Teori Belajar Keterampilan Klinik

Teori Belajar Keterampilan Klinik: Pendidikan berdasar pada kompetensi mencakup ketiga ranah (domain) secara terintegrasi yaitu kognisi, keterampilan, dan sikap. Penguasaan keterampilan klinik merupakan elemen yang penting dari mutu professional lulusan pendidikan tinggi kesehatan – kedokteran. Seringkali suatu institusi pendidikan profesi kesehatan berhasil memberikan bekal keterampilan (procedural knowledge) dan perkembangan sikap yang dibutuhkan. Oleh karenanya, pendidikan keterampilan klinik sudah sepantasnya dimasukkan kedalam kurikulum inti pendidikan profesi kesehatan yang terancang dan waktu yang mencukupi.

Dalam pendidikan dokter berbasis kompetensi, pengadaan dan penyediaan laboratorium keterampilan klinik dasar (skills-lab) yang dipakai sebagai tempat pelatihan sebelum mahasiswa berhadapan dengan pasien adalah merupakan keharusan. Untuk mencapai kompetensi sampai standar tertentu, proses latihan atau belajar keterampilan harus dilakukan dengan waktu yang cukup dan perlu diulang-ulang untuk memperoleh kemahiran. Dalam belajar keterampilan klinik, mahasiswa akan mengalami kesukaran untuk memperbaikinya jika dilakukan dengan belajar sendiri atau tanpa instruktur. Kehadiran dosen atau instruktur sangat diperlukan dalam latihan keterampilan. Berbeda dengan belajar teori atau pemahaman teori atau konsep (cognitive) mungkin dapat diperoleh walaupun tanpa bantuan dosen atau belajar mandiri. Banyak macam keterampilan profesi kesehatan yang harus dicapai kompetensinya pada tingkat mahir, oleh karena itu perlu banyak latihan dan perlu cukup waktu sehingga skills-lab sebagai tempat latihan bagi pemula sangat diperlukan untuk latihan sebelum dihadapkan pada pasien selama kepaniteraan (clerkship). Jadi skills lab merupakan tiang penyangga (back bone) bagi kurikulum berbasis kompetensi.


Teori Belajar Keterampilan Klinik
Teori belajar behaviourisme seringkali digunakan dalam pembelajaran keterampilan. Selain behaviourisme teori konstruktivisme seharusnya juga berperan penting dalam pembelajaran keterampilan terutama keterampilan klinik bagi seorang tenaga kesehatan-dokter. Dalam keterampilan klinik, tenaga kesehatan-dokter dituntut tidak hanya ahli dalam melakukan prosedur, namun harus menguasai pengetahuan yang mendasari prosedur tersebut dan menerapkannya ke pasien kasus per kasus. Sebagai contoh: dalam keterampilan komunikasi, mahasiswa diwajibkan melakukan keterampilan komunikasi sesuai ceklis misalnya: harus menanyakan keluhan per sistem, menanyakan identitas, pekerjaan, dan sebagainya. kalau mahasiswa diajarkan hanya untuk dapat melakukan prosedur tersebut tanpa tahu arah tujuan pertanyaan maka semua orang dapat melakukannya tidak harus calon dokter. Mahasiswa perlu mengetahui arah pertanyaan sesuai dengan clinical reasoning, mahasiswa juga harus punya empati, punya kemampuan untuk merespon jawaban pasien, dsb. tidak hanya melulu menanyakan pertanyaan sesuai urutan ceklis yang diberikan.
Behaviourisme
Teori belajar behaviorisme seringkali mewarnai pembelajaran keterampilan klinik di skills lab. Teori ini mengemukakan bahwa belajar ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku. Belajar adalah hubungan antara stimulus dan respon.
Menurut hukum yang dikemukakan oleh Thorndike yaitu:

Law of readiness bahwa individu akan melakukan suatu tindakan yang telah disiapkannya. Jika ada kesiapan, maka dia akan melakukan tindakan itu dengan sepenuh hati, begitu sebaliknya. Dengan demikian, belajar akan lebih berhasil jika dilandasi oleh kesiapan untuk belajar. Dalam mengajarkan ketrampilan (skills lab), perlu adanya persiapan baik dari segi pengetahuan yang mendasari ketrampilan tersebut ataupun kesiapan fasilitas yang mendukung pengajaran ketrampilan. Dengan demikian, ada kesiapan yang mendasari untuk pembelajaran sehingga hasilnya akan lebih maksimal.
Law of exersice, hukum ini menunjuk kepada menjadi lebih kuatnya koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dan tindakan karena latihan (law of use) dan menjadi lemahnya koneksi tersebut karena latihan dihentikan (law of disuse). Prinsip ini menunjukkan bahwa prinsip utama belajar adalah ulangan. Makin sering sesuatu pelajaran diulangi, maka makin dikuasailah pelajaran itu. Dalam pengajaran ketrampilan, langkah mengulang atau latihan sangat diperlukan. Dengan latihan tersebut, maka akan terbentuk suatu tingkah laku yang otomatis. Sesuai dengan definisi Eraut tentang tingkah laku trampil yaitu suatu aksi kompleks berurutan yang menjadi rutin dilakukan melalui latihan dan pengalaman yang menjadikannya secara otomatis dilakukan.
Konsep transfer of training yaitu dapat digunakannya hal yang telah dipelajari untuk menghadapi atau memecahkan hal lain. Transfer of training akan terjadi bila antara hal yang lama (yang telah dipelajari) dengan hal yang baru (yang akan dipelajari) terdapat unsur yang identik. Untuk mendapatkan efek ini, maka bahan yang dipelajari perlu mengandung banyak kesamaan dengan hal yang nantinya akan dihadapi oleh individu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Reinforcer (hadiah) untuk mendorong mahasiswa agar lebih semangat dalam berlatih diperlukan dalam pengajaran keterampilan. Hal ini bisa dilakukan melalui pemberian feedback di saat akhir mahasiswa mempraktekkan ketrampilannya. feedback positif menjadi sebuah reinforcer bagi mahasiswa, sedangkan hal-hal negatif yang disampaikan secara konstruktif akan menjadi pendorong bagi mahasiswa untuk memperbaiki kekurangannya.
Sesuai dengan teori behaviour bahwa hasil belajar akan terlihat dari penguasaan mahasiswa terhadap keterampilan tersebut.
Konstruktivisme
Dalam konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif yang dibangun oleh individu. Teori belajar kontstruksi menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru dibandingkan dengan aturan lama dan memperbaiki aturan itu apabila tidak sesuai lagi. Perubahan kognitif terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memakai informasi-informasi baru.
Salah satu prinsip paling penting adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri, guru hanya membantu proses ini (student centered learning).
Dalam pembelajaran keterampilan klinik, mahasiswa perlu mengkonstruksi pengetahuan yang mendasari penerapan keterampilan tersebut. Mahasiswa tidak hanya dituntut terampil secara psikomotor, namun juga segi kognitifnya. Mahasiswa tidak hanya dituntut mampu melakukan prosedur, namun juga mampu menerapkan prosedur keterampilan klinik.
Teori skill acqusition dalam pembelajaran skill. Yang diantaranya adalah teori Anderson 1987 teori kognitif skill acquisition yang menjelaskan proses pengembangan keterampilan dari declaratif knowledge ke tingkat procedural knowledge melalui tahap: pertama declarative stage (menghubungkan fakta dengan prosedur), kedua knowledge compilation stage (mengembangkan prosedur lebih spesifik untuk di tampilkan), ketiga tuning stage (penyelarasan keterampilan)
Ada empat fase yang harus dilalui untuk mencapai kemahiran mempelajari keterampilan klinik:

Fase kognitif : berawal dari tidak tahu menjadi paham tentang keterampilan
Fase tertutup: mengetahui apa dan bagaimana melakukan keterampilan yang mana masih banyak terjadi kesalahan
Fase terbuka : melakukan keterampilan dengan prosedur yang benar
Fase otomatis : melakukan dengan benar dan konsisten/mahir (Hergenhahn, BR; Olson, Maathew H)


Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang biasanya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang dan tidak terampil.
Di samping itu, menurut Reber (1988), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. (Muhibbin Syah, 2010)
Keterampilan Klinik dapat dilatih dengan menggunakan pasien dan atau di skills lab ( Remmen et al 1999. Liddel et al. 2002). Mahasiswa juga mendapatkan kesempatan untuk melatih keterampilannya pada internship. Namun mahasiswa kesulitan dalam mendapatkan tindakan medis yang beresiko tinggi dan jarang ditemukan seperti resusitasi Kardio Pulmonal (RKP) dan Emergency Tracheostomy.. (Graduating Medical Student and Emergency procedur skill teaching, 2007, 29 : Leila Neima – Murola)
Bagamaimana seharusnya kita mengajar keterampilan klinik? Gaba (2011) mengidentifikasi bahwa ada 11 aspek yang dibutuhkan dalam mengembangkan suatu simulasi. Ker dan Bradley (2007) menjelaskan tentang 3 unsur, yaitu : Tujuan, Proses, dan Peserta.
Dalam sebuah pelatihan, sangat penting untuk menjelaskan tentang tujuan atau target pelatihan. Tantangan dalam proses pelatihan adalah bagaimana membuat simulasi yang menggambarkan tindakan medis seperti kenyataannya.
Pendekatan dalam mengajar keterampilan klinik procedural adalah STEPS
S – Set the foundation of prior learning.
T – Tutor demonstration in real time without commentary
E – Explanation with repeat demonstration
P – Practice under supervision with feedback from peer

No comments:

Post a Comment