Powered By Blogger
http://arif-healthy.blogspot.com/

Tuesday, November 1, 2011

Anatomi & Morfologi Perkembangan Gigi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dental traits atau karakteristik gigi manusia merupakan morfologi yang mengandung komponen genetis yang sangat kuat, karenanya sangat berguna untuk dimanfaatkan dalam mencari tahu berbagai permasalahan yang menyangkut faktor keturunan ataupun afinitas antar populasi. Penelitian dibidang ini sering diiringi dengan studi di bidang lain—misalnya di bidang linguistik, arkeologi, sejarah, ataupun genetika, dan berguna untuk memperkuat kesimpulan yang diambil. Studi mengenai morfologi dan karakteristik gigi di Indonesia masih belum banyak dilakukan, padahal Indonesia sangat kaya dengan beragam etnis yang mempunyai ragam ciri-ciri morfologis, dan tentunya juga ragam ciri-ciri morfologis dentisi. Sebagai contoh, dari sisi ras, penelitian oleh Glinka memberikan kesimpulan bahwa di Indonesia teradapat beberapa kelompok sub ras berdasarkan ukuran-ukuran antropometrisnya (Artharia, 2009). Inti dari proses identifikasi adalah mengenali seseorang dari komponen yang ada pada orang tersebut misalnya karakteristik alami atau ciri fisik yang relatif stabil seperti pola gigi, pola iris, sidik jari dan lain-lain. Karakteristik gigi pada seseorang dapat digunakan digunakan sebagai dasar identifikasi karena sangat bervariasinya struktur gigi pada manusia (Abiyanto dkk, 2011) Hal lain yang hampir sama adalah mengidentifikasi jasad orang yang telah terbakar, atau identifikasi dari bencana dalam skala besar sehingga banyak sekali jasad-jasad yang telah lama meninggal sehingga telah membusuk dan karakteristik biometric yang masih dapat diteliti adalah gigi (Abiyanto dkk, 2011). Dalam dunia kedokteran gigi, pada akhirnya pengetahuan mengenai morfologi dental akan menjadi dasar utama dalam perencanaan tindakan perawatan pada pasien. Berikut ini akan kami ulas mengenai tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, struktur serta variasi morfologisnya, dan teknik pemeriksaan odontologi pada gigi-geligi. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi sulung dan permanen?Bagaimanakah mikrostruktur dan makrostruktur gigi sulung dan permanen?Bagaimanakah identifikasi dan pemeriksaan penunjang odontologi pada gigi-geligi?Bagaimanakah kelainan-kelainan morfologis yang dapat terjadi pada gigi-geligi? 1.3 Tujuan Penulisan Mengetahui tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi sulung dan permanen.Mengetahui mikrostruktur dan makrostruktur gigi sulung dan permanen.Mengetahui identifikasi dan pemeriksaan penunjang odontologi pada gigi-geligi.Mengetahui kelainan-kelainan morfologis yang dapat terjadi pada gigi-geligi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi & Morfologi Perkembangan Gigi Morfologi perkembangan adalah studi tentang tahap-tahap perkembangan jaringan atau organ serta perubahan struktur yang terjadi selama peristiwa perkembangan organ berlangsung. Morfologi perkembangan gigi membahas tentang kejadian gigi mulai sejak tahap uterinal hingga akhir masa fungsionalnya (Grossman, 1995). Kejadian gigi dimulai sekitar minggu keenam kehidupan uterin, pada waktu permulaan perkembangan gigi. Perkembangan gigi dimulai jika epitelium skuamus mulut yang berlapis-lapis, yang meliputi suatu pola berbentuk sepatu kuda sebagai permulaan dari bakal prosesus maksiler dan mandibular, mulai menebal untuk membentuk lamina gigi. Lapisan basal kuboidal lamina gigi mulai berlipat ganda dan menebal dalam lima daerah khusus pada masing-masing kuadran rahang, menandai letak gigi-gigi sulung mendatang. Epitelium skuamus mulut yang berlapis-lapis menutupi suatu jaringan penghubung embrionik yang disebut ektomesenkim karena asal mulanya dari sel krista saraf. Oleh suatu interaksi komplek dengan epitelium, ektomesenkim ini memulai dan mengontrol perkembangan struktur gigi. Ektomesenkim dibawah daerah epitelial yang menebal yang menandai gigi-gigi sulung mendatang berkembang biak dan mulai membentuk jaringan kapiler untuk mendukung aktivitas bahan gizi/nutrien dari komplek ektomesenkim-epitelium. Daerah padat ektomesenkim ini adalah papila gigi mendatang dan sesudah itu pulpa (Grossman, 1995). Daerah epitelial yang menebal melanjutkan berlipat ganda dan berpindah tempat ke dalam ektomesenkim dan membentuk suatu pembesaran kuncup (bud), yaitu organ email. Keadaan ini dianggap perkembangan tingkat kuncup (Grossman, 1995). Organ email melanjutkan berproliferasi (berlipatganda) ke dalam ektomesenkim dengan suatu pembagian sel berirama yang tidak rata yang menghasilkan suatu permukaan yang cembung dan cekung, ciri khas perkembangan tingkat tudung (cap stage). Permukaan cembung terdiri dari sel epitelial kuboid dan disebut epitelium email luar. Permukaan cekung, disebut epitelium email dalam, terdiri dari sel epitelial memanjang dengan nuklei berpolarisasi yang kemudian mengalami histodeferensiasi menjadi ameloblas. Suatu alas membran yang jelas memisahkan epitelium email dalam dan luar dari ektomesenkim. Pada daerah epitelium email dalam, suatu daerah bebas-sel atau aselular juga memisahkan organ email dari ektomesenkim. Daerah aselular ini berisi matriks ekstraselular, dimana predentin mendatang akan ditempatkan. Diantara epitelium email dalam dan luar, sel-sel mulai terpisah oleh deposisi cairan lendir interselular kaya glikogen yang membentuk cabang rangkaian retikular yang disebut retikulum stelat (Grossman, 1995). Ektomesenkim, yang sebagian tertutup oleh epitelium email dalam, melanjutkan kepadatan selularnya. Sel-selnya besar dan bulat atau polihedral dengan sitoplasma pucat dan nuklei besar. Struktur ini adalah papila gigi, yang mengalami histo-diferensiasi menjadi pulpa gigi (Grossman, 1995). Bila ektomesenkim di sekeliling papila gigi dan organ email memadat dan menjadi lebih fibrus, disebut folikel gigi atau kantung gigi, pendahulu sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar. Lamina gigi melanjutkan berproliferasi pada titik dimana lamina gigi bergabung dengan organ email sulung dan pada kesempatan itu menghasilkan kuncup permanen, lingual dari benih gigi sulung(Grossman, 1995). Sel epitelium email dalam melanjutkan membelah, dan dengan demikian meningkatkan ikuran benih gigi. Selama pertumbuhan ini, epitelium email dalam mengadakan invaginasi lebih dalam ke dalam organ email, dan pertemuan epitelium email luar dan dalam pada pinggiran (rim) organ email menjadi daerah nyata yang disebut lup (loop) servikal. Invaginasi yang dalam dari epitelium email dalam dan pertumbuhan lup servikal yang sebagian melingkupi papila gigi mulai memberi bentuk mahkota. Keadaan ini disebut perkembangantingkat lonceng(Grossman, 1995). Selama tingkat ini, lamina gigi yang berpindah ke dalam ektomesenkim mengalami kemunduran, jadi kuncup sementara dan permanen dipisahkan dari epitelium mulut, dan bagian distal lamina gigi mengalami proliferasi untuk membentuk kuncup gigi molar permanen yang tidak mempunyai pendahulu sulung (Grossman, 1995). Jika perkembangan mengalami kemajuan, berbagai lapisan sel skuamus diantara retikulum stelat dan epitelium email dalam membentuk stratum intermedium. Lapisan sel-sel ini terbatas pada daerah epitelium email dalam dan kelihatannya telibat dalam pembentukan email(Grossman, 1995). Pada suatu rangkaian komplek kejadian, epitelium email dalam menggunakan pengaruh induktif pada ektomesenkim untuk memulai dentinogenesis dan sebagai akibat, dentinogenesis mempunyai pengaruh induktif pada epitelium email dalam untuk memulai amelogenesis. Rangkaian kejadian ini dimulai pada daerah bukal ujung tonjol dan berlanjut pada lup servikal, bakal pertemuan sementum-email (Grossman, 1995). 2.1.1 Dentinogenesis Pinggir papila gigi yang berbatasan terdiri dari sel mesenkimal polimorfik yang berkembang menjadi sel-sel kuboidal dan meluruskan diri sejajar dengan dasar membran epitelium email dalam dan daerah aselular. Sel kuboidal ini berhenti membagi dan berkembang menjadi sel-sel kolumnar dengan nuklei berpoliferasi jauh dari membran dasar epitelium email dalam. Pada tingkat ini, sel-sel tersebut preodontoblas(Grossman, 1995). Preodontoblas mengalami maturasi menjadi odontoblas dengan memanjangkan diri, dengan bersentuhan dengan odontoblas yang berbatasan melalui suatu kenaikan dalam ukuran, dan dengan mengirim prosesus sitoplasmatik ke dalam daerah aselular (Grossman, 1995). Prosesus odontoblastik ini melanjutkan memanjangkan diri dan memindahkan badan sel odontoblas ke arah pusat papila gigi. Selama perpindahan ini, serabut kolagen yang berdiameter besar dan di kenal sebagai serabut von Korff ditumpuk tegak lurus dengan dasar membran pada matriks ekstraselular daerah aselular. Prosesus ini menciptakan matrik organik dentin yang terbentuk pertama atau dentin mantel. Karena lebih banyak fibril kolagen ditumpuk, membran dasar epitelium email dalam mulai disintegrasi. Gelembung pembawa kristal apatit lepas darim prosesus odontoblastik, dan kristal ditumpuk pada matriks organik sebagai permulaan mineralisasi. Papila gigi menjadi pulpa pada saat pembentukan dentin-mantel (Grossman, 1995) Setelah penumpukan dentin-mantel, odontoblas melanjutkan berpindah ke arah pusat pulpa dan meninggalkan prosesus odontoblastik. Matriks organik atau predentin ditumpuk sekelilinh prosesus odontoblastik. Predentin kelak mengalami klasifikasi/mengapur dan di samping itu membentuk tubuli dentin. Dentin primer ini dibentuk dalam inkremen 4 sampai 8 mikrometer tiap hari dan terus ditumpuk sampai akhir perkembangan gigi. Dentin primer berbeda dari dentin mentel dalam hal bahwa matrik semata-mata bermula di odontoblas serabut kolagen lebih kecil, lebih tersusun padat, dan agak tegak lurus pada tubuli dan berjalin. Mineralisasi dentin primer berasal dari dentin yang sebelumnya mengalami demineralisasi (Grossman, 1995). Karena penumpukan inkremental dentin berlanjut ke arah pusat pulpa, diameter prosesus odontoblas di pinggir berkurang. Bersama dengan pengurangan ukuran ini, dijumpai penumpukan dentin pada dinding tubuli dentin yang melingkar. Dentin ini, yang lebih bermineral dan lebih keras daripada dentin primer, disebut dentin peritubula (Grossman, 1995). 2.1.2 Amelogenesis Seiring dengan dentinogenesis, sel epitelium email dalam berhenti membelah. Sel-sel ini adalah sel-sel epitelial yang memanjang yang disebut preameloblas. Preameloblas berkembang menjadi sel epitelial kolumnar panjang dengan nuklei berpolarisasi ke arah stratum intermedium, yaitu ameloblas. Sementara ameloblas berkembang, dasar membran epitelium email dalam diresorpsi dan dentin ditumpuk untuk mengikuti kontur yang dibentuk oleh dasar membran. Prosesus ini membentuk pertemuan dentin-email mendatang. Ameloblas mulai mensekresi matrik email terhadap, dan mengikuti kontur, dentin yang telah ditumpuk. Penumpukan matrik email menyebabkan ameloblas berpindah ke pinggir dan membentuk projeksi berbentuk kerucut yang disebut prosesus Tomes pada permukaannya yang mengeluarkan cairan. Perpindahan (migrasi) ameloblas ke perifer (pinggir) karena mensekresi email memperlihatkan garis bentuk mahkota gigi, tetapi merintangi sumber nutrisi dari pulpa gigi. Untuk mendapatkan sumber baru nutrisii, epitelium email luar menjadi lapisan sel gepeng yang melipat karena kehilangan bahan intraselular retikulum stelat. Perubahan ini membawa jaringan kapiler folikel gigi, sumber baru nutrisi, lebih dekat pada ameloblas (Grossman, 1995). Penumpukan email yang rapi berlanjut sampai bentuk mahkota berkembang penuh. Pada waktu ini, ameloblas kehilangan prosesus Tomes, dan epitelium email luar, retikulum stelat, dan stratum intermedium membentuk suatu lapisan epitelium berstrata yang protektif di sekeliling mahkota yang baru terbentuk. Ini menandakan permulaan maturasi email atau mineralisasi lebih tinggi dari email yang ada. Proses maturasi ini dimulai pada pertemuan dentin-email dan maju ke arah perifer ke permukaan email. Pada waktu fase final proses maturasi, ameloblas bergabung dengan epitelium yang emailnya berrstrata untuk membentuk epitelium yang emailnya berkurang, untuk menutupi dan melindungi email sampai erupsi (Grossman, 1995). 2.1.3 Perkembangan Akar Pada penyelesaian mahkota, lup servikal, yang dibentuk oleh penyatuan epitelium email dalam dan luar, berkembangbiak untuk membentuk sarung akar epitelial Hertwig, yang menentukan ukuran dan bentuk akar gigi. Ujung sarung akar epitelial berkembang biak ke arah horizontal diantara papila dentin dan folikel gigi, prosesus ini sebagian meliputi papila gigi dan menggambarkan foramen atau foramina apikal. Proliferasi ini disebut diafragma epitelial. Pada gigi-gigi berakar satu, diafragma epitelial mempunyai lubang tunggal, yang memandu pembentukan akar, saluran akar dan foramen apikal. Pada gigi-gigi berakar ganda diiafragma menonjol pada 2 tempat yang sebelumnya telah ditetapkan, yang saling berdekatan dan membentuk 2 lubang, dan pada gigi berakar tiga penonjolan terjadi pada tiga tempat yang sebelumnya ditetapkan untuk membentuk 3 lubang. Pada gigi-gigi yang berakar banyak, diafragma epitelial mamandu pembentukan furka, akar, aluran akar, dan foramina apikal (Grossman, 1995). Bagian vertikal sarung akar epitelial terus tumbuh pada arah apikal dan mendesak mahkota yang telah terbentuk sempurna ke arah rongga mulut sementara memelihara diafragma epitelial pada posisi mantap pada rahang. Proses ini menandai permulaan erupsi gigi (Grossman, 1995). Epitelium email dalam dibawah bakal pertemuan semen-email menginduksi sel-sel mesenkim periferal dari papila gigi untuk berkembang manjadi odontoblas. Pembentukan matriks dan mineralisasi dentin terjadi sebagai yang baru saja diuraikan. Bila dentin terbentuk, dasar membran epitelium email dalam mengalami disintegrasi, dan sel epitelial kehilngan kontinuitasnya. Disintegrasi dasar membran dan hilangnya kontinuitas sel-sel epitel memungkinkan sel-sel mesenkimal dari folikel gigi untuk menembus dentin yang baru saja ditumpuk. Sel-sel mesenkimal ini berkembang menjadi sementoblas, yang merupakan sel-sel bulat dan padat yang mempunyai sitoplasma basofilik dan mempunyai suatu nukleus terbuka pada fase mentogenesis yang aktif dan suatu nukleus tertutup serta sitoplasma yang berkurang pada waktu fase istirahat. Serabut kolagen yang diikuti oleh substansi dasar yang diuraikan oleh sementoblas ditumpuk diantara sel-sel epitelial. Kelompok sel-sel yang tertinggal dari sarung akar epitelial berpindah tempat ke arah folikel gigi, ligamen periodontal mendatang. Kelompok sel-sel epitelial ini terdiri dari sisa-sisa sel Malassez, terhenti dalam ligamen periodontal dewasa dan dengan kesanggupan berkembangbiak menjadi kista periradikular bila dirangsang oleh inflamasi kronis. Bila beberapa produksi matriks telah mengambil tempat, mineralisasi sementum mulai dengan penyebaran dan penumpukan kristal hidroksiapatit dari dentin ke dalam jaringan kolagen dan matriks. Bila dentinogenesis mengalami kemajuan dalam fase inkremental, foramen dan foramina apikal dibentuk oleh suatu tambahan dentin dan sementum yang mengurangi ukuran lubang diafragma epitelial (Grossman, 1995). Kanal tambahan/aksesori, yang merupakan sumber sirkulasi kolateral tidak efektif bagi pulpa, dibentuk selama perkembangan akar. Suatu kerusakan pada sarung akar epitelial, suatu kegagalan dalam menginduksi dentinogenesis, atau adanya pembuluh darah kecil menghasilkan suatu celah yang menyebabkan pembentukan suatu kanal tambahan. Saluran/kanal tambahan, lebih prevalen pada sepertiga apikal akar. Kadang-kadang, epitelium email dalam, yang menginduksi sel-sel papila dentin untuk membentuk odontoblas selama pembentukan akar, berkembang menjadi ameloblas dan membentuk mutiara email pada akar (Grossman, 1995). Dua macam sementum diletakkan pada akar. Bila sementoblas ditarik kembali waktu sementum diletakkan, maka akan terjadi sementum aselular. Bila, sebaliknya sementoblas tidak ditarik kembali dan dikelilingi oleh sementum baru, jaringan yang terbentuk adalah sementum selular, dan sementoblas yang terperangkap disebut sementosit. Sementum aselular ditemukan berbatasan dengan dentin. Sementum selular biasanya ditemukan pada sepertiga apikal akar meliputi sementum aselular dan dalam lapisan yang bergantian dengan sementum (Grossman, 1995). Sememosit menerima nutrien dari ligamen periodontal; sememum adalah Santa sekali avaskular. Karena sememum ditumpuk dalam lapisan-lapisan sepanjang kehidupan gigi, sememosit dipisah dari ligamen periodontal, sumber nutrisinya, dan mati, meninggalkan lakuna kosong di dalam sememum (Grossman, 1995). Sememum ditumpuk dalam lapisan tipis pada pertenntan semenentum-email untuk membentuk suatu pertemuan ujung (30'%), suatu pertemuan tumpang tindih (60%), alau suatu celah di antara sememum dan email (10%). Celah ini dapat menimbulkan sensitivitas servikal, atau memberi kecenderungan pada gigi akan karies servikal. (Grossman, 1995). Penumpukan inkrememal sememum terus berlanjut sepanjag kehidupan gigi, dan meninggalkan garis-garis sisa pada perntukaan gigi dan menyebabkan lapisan sememum pada sepertiga apikal akar lebih tebal dibandingkan pada sepertiga servikal. Penumpukan terus inkrememal sememun pada sepertiga apikal mempertahankan panjang akar, mengerutkan foramen apikal, dan menyimpangkan foramen apikal dari pusat apeks (Grossman, 1995). 2.1.4 Perkembangan Ligamen Periodontal Dan Tulang Alveolar Ligamen periodontal dan tulang alveolar tumbuh pada waktu yang sama seperti pertumbuhan akar gigi. Karena sel mesenkimal folikel gigi yang berbatasan dengan gigi berkembang menjadi sememoblas, sel pada periferi folikel berkembang menjadi osteoblas untuk membentuk kripta tulang (bonyerypt) atau alveolus gigi, dan sel mesenkimal pusat folikel berkembang menjadi fibroblas. Fibroblas ini menumpuk fibril kolagen yang cenderung miring yang berkembang menjadi ikat serabut. Ikat serabut yang cenderung miring ini terjerat pada tulang dan sememum waktu ditumpuk dan dengan demikian menyebabkan kenaikan serabut ligamenperiodontal. Pertumpukan tulang untuk membentuk alveolus dan penumpukan sememum untuk menutupi dentin akar memberi bentuk pada alat pelengkap, yaitu periodonsium (Grossman, 1995). 2.1.5 Perkembangan Sistem Sirkulasi Dan Inervasi Ruang Pulpa Pembuluh darah pulpa berasal dari suatu pleksus terjaring (reticulatet) oval atau bundar 12. Bila berkembang penuh, pleksus ini melingkari organ email dan papila gigi pada daerah folikel gigi. Suatu rangkaian pembuluh timbul dari pleksus ini dan tumbuh meujadi papila gigi. Pada permulaan dentobencsis, pembuluh yang menembus papila gigi menimbulkan suatu pleksus subodontoblastik vaskular, yang mengikuti bentuk dentin yang baru terbentuk. Pleksus subodontoblastik ini mengalami atrofi segera setelah ketebalan dentin dewasa terbentuk dan meninggalkan pembuluh-pembuluh yang berhubungan dengan pleksus berjaring bundar untuk membentuk pembuluh-pembuluh pulpa. Jika gigi menjadi dewasa, pleksus berjaring sirkular berkembang menjadi pleksus periodontal. Pembentukan akar memanjantkan pembuluh pulpa, menyebabkan kemuncul ulang pleksus subodontoblastik, dan memberutkan pembuluh pulpa menjadi suatu foramen apikal yang kecil. Pada gigi yang berakar banyak, diafragnta epitelial membagi pembuluh pulpa secara acak menjadi foramina yang berbeda (Grossman, 1995). Pada tingkat dini perkembangan gigi, serabut saraf dapat dilihat pada folikel gigi. Pada perntulaan dentinogcncsis, beberapa serabut saraf dari folikel gigi berpindah ke dalam papila gigi. Baru pada permulaan pembentukan akar, perkembangbiakan saraf pulpit dimulai. Serabut saraf sensori memotong papila gigi dan pada waktu mencapai pulpa mahkota, bercabang ke arah periferi untuk membentuk suatu picksus saral. Pleksus Rasehkow ini terlelak pada daerah subodontoblastik pulpa koronal. Serabut saraf sensori ini bermielin, untuk itu terseluhung dalam suatu sarung terbuat dari sel-sel Sehwann. Sejumah saraf meninggalkan pleksus dan meluas ke dalam lapisan odontoblastik. Beberapa berkontak dengan odontoblas, sedang lainnya kehilangan sarung mielinnya dan memasuki predentil dan tubuh dentil. Serabut saraf yang tidak bermielin yang memasuki tubuh dentin terletak dekat prosesus odontoblastik (Grossman, 1995). Pembuluh darah memasuki papila gigi pada waktu perkembangan membawa serta serabut saraf simpatetik, yang tidak bermielin. Serabul saraf Simpatetik ini berperan dalam vasokunstriksi pembuluh darah (Grossman, 1995). Bila foramen apikal menjadi dewasa dan mengurangi ukuran lubangnya, serabut saraf bermielin membentuk ikatan yang terletak di pusat pulpa bersama dengan pembuluh darah. Pembentukan foramen apikal diselesaikan selama tingkat akhir erupsi gigi di dalam rongga mulut, bila gigi berkontak dengan antagonisnya. Penyelesaian foramen apikal menandai akhir perkembangan pulpa dan permulaan pembentukan dentin sekunder oleh pulpa (Grossman, 1995). 2.1.6 Ruang Pulpa Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung vaskular yang terdapat di dalam dinding dentin yang keras. Meskipun sania dengan jaringan penghubung lainnya di dalam badan manusia, jaringan ini khusus, karena fungsi dan lingkungannya (Grossman, 1995). Perluasan dentin untuk membentuk gigi dan terhadap efek rangsangan noksius (berbahaya) serta memperbaikinya adalah fungsi utatna pulpa. Sangat berhubungan dengan fungsi fonnatif dan protektif ini adalah suatu fungsi nutritif yang menyangkut pertahanan vitalitas semua elemen selular. Selain itu, suatu fungsi sensori memumgkinkan persepsi rangsangan (Grossman, 1995). Perluasan dentin menciptakan suatu lingkungan khusus bagi pulpa. Ruang pulpa menjadi terhalas oleh pembentukan dentin sampai pada suatu volume rata-rata 0,024 ml pada gigi permanen orang dewasa. Volume ini secara terus-menerus berkurang baik oleh penumpukan dentin sekunder selama hidup pulpa, maupun oleh penumpukan dentin reparatifsebagai respon terhadap rangsang noksius. Penutupan pulpa dalam dentin menciptakan suatu lingkungan yang hanya memberikan sejumlah kecil penggunaan interselular eksudat pada waktu reaksi peradangan. Ketidakmampuan pulpa ini untuk mengembangmenciptakan tekanan yang luar biasa tinggi pada daerah inflantasi, dengan gangguan aliran darah yang disebabkan karena kolapsnya vena pulpa, mungkin mengakibatkan anoksia dan nekrosis yang terlokalisasi (Grossman, 1995). Pembatasan anatomik penempatan dentin pada pulpa membuat pulpa suatu organ peredaran terminal, dengan pintu masuk dan keluar terbatas: foramina apikal dan aksesori. Ciri ini membatasi suplai vaskular dan drainase pulpa dan dengan demikian membatasi peredaran kolateral (Grossman, 1995). Dimulai dari periferi, pulpa dibagi dalam daerah odontoblastik, yang mengelilingi periferi pulpa, daerah bebas-sel, daerah kaya-sel dan daerah sentral (Grossman, 1995). a. Daerah Odontoblastik Sebagai yang telah dibicarakan sebelumnya, odontoblas terdiri dari badan sel dan prosesus sitoplasntiknva. Badan sel odontoblastik membentuk daeah odontoblastik, sedangkan prosesus odontoblastik berlokasi di dalam matriks prcdentin dan tubuh dentin, meluas ke dalam dentin. Pada daerah odontoblastik ini, saraf kapiler dan saraf sensori tidak benniclin ditentukan di sekeliling badan sel odontoblastik (Grossman, 1995). Fungsi utama odontoblas selama hidup pulpa adalah memproduksi dan tncndeposisi dentin. Karena huhungan penting dan dekat antara odontoblas dan dentin, kedua struktur ini dibicarakan bersama (Grossman, 1995). Pada potongan hislolugik, odontoblas kelihatan berderet dalam suatu susunan memagari pada periferi pulpa. Bidan sel odontoblas mempunyai komplek pertemuan misalnya pertemuan celah, yang mempersatuan sel-sel dan memungkinkan suatu pertukaran metabolit. Jembatan sitoplasntik ini di antara odontoblas dapat menjelaskan formasi memagari dan tindakan serempak sel-sel ini. Badan-badan sel ini berbeda dari pulpa mahkota sampai pulpa apikal dalam ukuran, bentuk dan susunan. Pada pulpa koronal, odontoblasnya tinggi, sel-sel kolumnar dengan nukleus berpolarisasi ke arah pusat pulpa. Bentuknya berubah berangsur-angsur menjadi sel-sel gepeng pada sepertiga apikal, dan susunannya berubah dari lapisan enam-menjadi delapan pada Itnduk pulpa dan menjadi lapisan satu-sel pada pulpa apikal (Grossman, 1995). Susunan odontoblas mahkota (koronal) yang berdesakan disebabkan karena reduksi kamar pulpa yang cepat oleh deposisi dentin, yang memadatkan sel-sel yang ada menjadi suatu lapisan berstrata. Keadaan odontoblas yang berdesakan ini menghasilkan lebih banyak sel tiap kesatuan daerah dan karenanya, Lebih banyak tubuh dentin (45.000/ mm) pada sisi pulpa dibandingkan poda sisi email (20.000/mm2 ).15 Sebagai hasil fenomena ini, konfigurasi tubuh dentin pada daerah ini berbentuk "S". Reduksi odontoblas tiap daerah kesatuan menghasilkan lebih sedikit tubuh dan berakibat suatu jalan yang lebih lurus, sebagai yang terlihat pada sepertiga servikal akar atau di bawah tepi insisal atau tonjol. Reduksi jumlah sel berlanjut dan, sebagai akibat reduksi jutnlah tubuh dentin menghasilkan denlin yang ditentukan secara khusus pada sepertiga apikal. Adanya tubuh berbentuk "S" merupakan suatu perhatian dalam praktek klinis endodontik. Prosedur operatif pada daerah dengan tubuh semacam itu menghasilkan perubahan peradangan pada lapisan odontoblastik lebih ke apikal daripada yang diperkirakan. Pengisian endodontik pada gigi anterior harus diletakkan 2 sampai 3 mm di bawah tepi bebas gingiva, untuk mencegah hilangnya translusensi pada sepertiga gingival mahkota (Grossman, 1995). Lapisan Predentin Dentinogenesis meliputi produksi, deposisi, dan kalsifikasi matriks. Matriks ini adalah lapisan prcdentin yang ditumpuk di sekeliling prosesus odontoblastik dan ditemukan di antara dentin yang menbapur dan daerah odontoblastik. Lapisan predentin ini, terurai oleh odontoblas, adalah suatu kompleks karbohidrat protein yang terdiri dari proteoglikan, fosfoprotein protein plasma, glikoprotein, dan fibril kolagen. Garam kalsium dan fosforus ditumpuk ke dalam matriks ini untuk memproduksi struktur yang bermineralisasi yang dikenal sebagai dentin. Pola kalsifikasi di sekeliling prosesus odontoblastik membentuk tubuh dentin, dan dentin di antara tubuh ini disebut dentin intertubular (Grossman, 1995). Prosesus Odontoblastik Perluasan prosesus odontoblastik pada dentin belum ditentukan. Selama tingkat dini perkembangan, prosesus tersebut meluas ke dalam seluruh ketebalan dentin. Studi pada gigi-gigi anak rcmaja mrmberikan inforntasi yang bertentangan mengenai luas prosesus. Beberapa studi menyatakan bahwa prosesus ini meluas ke dalam sepertiga kedalaman dentin (0,7 mm),7 sedang yang lain menyatakan protein nyatakan bahwa prosesus meluas melalui ketebalan dentin dan mencapai pertemuan dentin-email. Ruang di sekeliling prosesus odontoblastik, ruang periodontoblastik, dan ruang perifcral dari ujung prosesus odontoblastik terisi dengan cairan ekstraselular. Cairan ini berasal dari transudat kapiler dan memainkan peran penting dalam tratismisi sensori. Saraf tidak bermielin untuk persepsi sensori juga ditemukan pada ujung pulpa ruang periodontoblastik tubuli dentin (Grossman, 1995). Garis-Garis Inkremental Selama dentinogenesis, dijumpai periode aktivitas dan periode istirahat. Periode-periode ini dibatasi oleh adanya garis-garis, yang disebut garis-garis inkremental. Garis-garis ini menonjol pada waktu sakit, karena defisiensi nutrisi, dan pada waktu lahir. Garis inkremental yang menonjol yang terjadi pada waktu kelahiran tersebul garis neonatal. Pada beberapa daerah, pada dentin dewasa, matriksnya tidak mengapur atau hipokalsifikasi. Daerah ini disebut dentin interglobular. Dapat juga. dilihat ruang-ruang pada dentin akar dekat dengan pertemuan sementumr dentin, yaitu lapisan granular Tonics. Garis-garis inkrememal mewakili periode istirahat pada dentinogenesis, sedangkan dentin interblobular dan lapisan granular Tonics mungkin menggambarkan suatu kerusakan pada pembentukan matriks (Grossman, 1995). Tubuli Dentin Tubuli dentin meluas dari perbatasan predentin ke pertemuan dentin-email dan dentin-sementum. Bentuknva seperti kerucut/konis, dengan diameter rata-rata 2,5 µm pada dinding pulpa dan diameter rata -rala 0,9 µm pada pertemuan dentin-email atau dentin-sememum, karena deposisi dentin peritubular. Bila tubuh dentin mencapai pertemuan dentin-email, akan bercabang dan menaikkan rasio tiap daerah kesatuan melebihi sepertiga tengah dentin. Percabangan tubuh dentin terjadi pada waktu permulaan dentinogenesis. Tiap preodontoblas menbirim berbagai prosesus sitoplasmik ke dalam daerah aselular dan dengan demikian menghasilkan berbagai tubuh dentin mendatang. Jika odontoblas yang telah dewasa penuh pindah ke arah pulpa, prosesus bersatu untuk membentuk suatu tubulus dentin tunggal dengan percabangan akhir pada pertemuan dentinentail. Percabangan ini,dapat menjelaskan sensitivitas ekstrem pertemuan dentin-email (Grossman, 1995). Karena dentin peritubular mempunyai matriks organik dengan serabut kolagen lebih sedikit daripada dentin intertubuiar, dentin peritubular lebih berminetal dan lebih keras. Bila pulpa bertanibah tua, deposisi dentin peritubular yang terus-tnenerus dapat melenyapkan tubuh dentin di sebelah perifer. Pelcnyapan tubuh ini mennghasilkan pembentukan dentin sklerotik, yang kelihatan seperti kaca di bawah pancaransinar. Sklerosis mengurangi permeabilitas dentin dan dapat digunakan sebagai mekanisme pelindung-pulpa. Rangsangan ringan yang berlangsung sebentar dapat mempercepat produksi dentin peritubular, dapat menghasilkan sklerosis di habian perifer, jadi dapat mengurangi pertucabilitas dentin dan menaikkan perlindungan pulpa(Grossman, 1995). Oleh dentinobencsis, odontoblas terlibat dalain pembentukan gigi dan perlindungan pulpa dari rangsangan yang membahayakan. Untuk memenuhi fungsi fonnatif dan protektif pulpa, odontoblas menumpuk dentin primer, sekunder dan reparalif (Grossman, 1995). Dentin Primer Dentin primer disusun sebelunt erupsi gigi dan dibagi ke dalam dentin mantel dan dentin sirkunt pulpal. Dentin mantel, lapisan pertama dentin yang menaur, ditumpuk pada cmail, dan nterupakan sisi dentin pada pertemuan dentin email. Chntin sirkumpulpal adalah dentin yang dibentuk setelah apisan dentin mantel, dintin primer memenuhi fungsi formatif pertama pulpa (Grossman, 1995). Dentin Sekunder Dentin sekunder disusun setelah erupsi gigi. Dapat dibedakan dan dentin primer karena tubuh membengkok uijam chin menghasilkan suatu garis demarkasi, menurut Provenza. Dentin sekunder ditumpuk secara tidak rata pada dentin primer dengan suatu kecepatan rendah dan mempunyai pola inkremental dan struktur tubular kurang teratur dihandingkan dengan dentin primer. Misalnya, dentin sekunder ditumpuk dalam kuantitas Lebih besar pada dasar dan atap ruang pulpa daripada pada dinding pulpa. Deposisi yang tidak rata ini menerangkan pola rcduksi kamar pulpa dan tanduk pulpa kalau gigi meoua. Deposisi dentin sekunder ini melindungi pulp (Grossman, 1995). Dentin Reparatif Dentin reparatif, juga dikenal sehagai dentin iregular atau dentin tersier, disusun oleh pulpa sehagai suatu respon protektif terhadap rangsangan yang membahayakan. Rangsangan ini dapat diakibatkan karies, prosedur uperatif, bahan restoratif, abrasi, erosi, atau trauma. Dentin reparalif ditumpuk pada daerah yang dipengaruhi pada kecepatan yang meningkat dengan rata-rata 1,5 µm tiap hari. Kecepatan, kualitas dan kuantitas dentin reparatif yang ditumpuk tergantung dari keparahan dan lamanya injuri pada odontoblas dan hiasanya dihasilkan oleh odontoblas "pengganti" (Grossman, 1995). Jika suatu rangsangan ringan dikenakan pada odontoblas untuk periode waktu yang panjang, seperti abrasi, dentin reparatif memgkin ditumpuk pada suatu kecepatan lebih lambat. Jaringan ini ditandai oleh tubuh yang agak tidak teratur. Sebaliknya, suatu lesi karir, yang agresif atau suatu rangsangan mendadak lain akan merangsang produksi dentin reparatif drngan tubuh yang lebih sedikit dan lebih tidak teratur. Bila oduntoblas terkena injuri yang tidak dapat diperbaiki, odontoblas yang hancur akan meninggalkan tubuh kosong, yang disebut dead tracts, yang memungkinkan bakteri dan produk yang membahayakan masuk ke dalam pulpa. Dentin reparatif ditumpuk pada dinding pulpa suatu deud tracts kecuali kalau pulpa terlalu atrofik. Karena dentin reparatif mempunyai lebih sedikit tubuh, meskipun kurang hermineral, akan merintangi, masuknya produk yang membahayakan ke dalanj pulpa. Bila karier berkembang dan bila lebih banyak odontoblas terkena injuri yang tidak dapat diperbaiki, lapisan dentin reparatif menjadi lehih atubular dan dapat mempunyai inklusi (inclusion) sel, yaitu odontoblas yang terjchak. Inklusi selular tidak umum pada gigi manusia. Pada penghilangan karies, sel mesenkim daerah kaya-sel herkembang menjadi odontoblas untuk mengganti yang mengalami nekrosis. Odontoblas yang tidak dapat terbentuk ini dapat menghasilkan dentin yang teratur atau suatu dentin arnorfus, pengapurannya jelek dan permeabel. Daerah demarkasi antara dentin sekunder dan dentin reparatif disebut garis kalsiotraumatik(Grossman, 1995) b. Daerah Bebas-Sel Daerah bebas-sel atau daerah Weil, adalah daerah pulpa yang relatif aselular terletak sebelah sentral dari daerah odontoblas. Daerah ini, meskipun disebut bebas-sel, berisi beberapa fibroblas, sel mesenkimal dan makrofag. Fibroblas terlihat dalam produksi dan pemeliharaan serabut retikular yang ditemukan pada daerah ini. Jika odontoblas dihancurkan oleh rangsangan noksius, sel mesenkimal dan fibroblas berkembang menjadi odontoblas baru. Makrofag dijumpai untuk fagositosis debris (Grossman, 1995). Unsur pokok daerah ini adalah pleksus kapiler, pleksus saraf Rasehkow dan substansi dasar. Pleksus kapiler terlibat dalam nutrisi odontoblas dan sel-sel daerah dan hanya mencolok pada waktu periode dentinogenesis dan intlamasi. Pleksus saraf Rasehkow yang tidak bermielin terlibat dalam sensori neural pulpa dan hanya dapat dilihat bila diwarnai dengan warna perak khusus. Suhstansi dasar terlihat dalain pertukaran metabolik sel-sel dan membatasi penyebaran infeksi karena konsistensinya, Daerah Weil lebih mencolok pada pulpa mahkota, tetapi selama periode dentinogenesis dapat absen (Grossman, 1995). c. Daerah Kaya Sel Daerah kaya-sel terletak sentral dari daerah behas-sel. Komponen pokoknya adalah substansi dasar, fibroblas dengan produknya serabut kolagen, sel mesenkimal yang tidak berkembang dan makrofag (Grossman, 1995). Substansi Dasar Substansi dasar unsur pokok pulpa, adalah bagian matriks yang mengelilingi dan menyokong elemen selular dan vaskular pulpa. Merupakan suatu substansi gelatinus disusun oleh proteoglikan, glikoprotein, dan air. Proteoglikan atau mukopolisakarida adalah asam hialuronik, sulfat kondroitin, sulfat dermatan, dan sulfat heparin. Substansi dasar digunakan sebagai suatu medium transpor untuk metabolit dan produk pembuangan sel dan sebagai suatu rintangan terhadap penyebaran bakteri. Umur dan penyakit dapat mengubah komposisi dan fungsi substansi dasar (Grossman, 1995). Fibroblas Fibroblas adalah sel predominan pulpa. Dapat herasal dari sel mesenkimal pulpa yang tidak berkembang atau dari bagian fibroblas yang ada. Fibroblas berbentuk stelat, dengan nuklei ovoid dan prosesus sitoplasmik. Bila bertambah tua, menjadi lebih bulat, dengan nuklei bulat dan prosesus sitoplasmik pendek. Perubahan bentuk disebabkan oleh pengurangan aktivitas sel karena bertambah tua (Grossman, 1995). Fungsi fibroblas adalah pembuatan substansi dasar dan serabut kolagen, yang merupakan matriks pulpa. Fibroblas juga terlibat dalam degradasi kolagen dan deposisi jaringan yang mengapur. Dapat membuat dentikel dan dapat berkembang untuk menggantikan odontoblas mati, dengan kesanggupan untuk membentuk dentin reparatif. Meskipun fibroblas dijwnpai pada daerah bebassel dan kaya-sel pulpa, tetapi terpusat pada daerah kaya sel, terutama pada bagian koronal (Grossman, 1995). Di dalam pulpa terdapat dua macam serabut: serabut elastik ditemukan pada dinding arteriola dan serabut kolagenus ditemukan.pada badan pulpa. Serabut kolagenus dikeluarkan oleh fibroblas, untuk membentuk jaringan retikular untuk menopang badan pulpa, dan oleh odontoblas sebagai bagian matriks dentin (Grossman, 1995). Bila dilihat melalui mikroskop elektron, serabut kolagen pulpa mempunyai periodisitas ciri cross-banding kolagen: Pada pulpa muda, serabut kolagennya kecil dan dijumpai dalatn pola menyebar seluruh pulpa. Serabut ini mempunyai afinitas terhadap zat warna perak (argirofilik) karena suatu komponen karbohidrat. Pada pulpa yang lebih tua, serabut kolagen ditemukan dalam ikatan besar, biasanya terpusat pada daerah sentral. Serabut yang lebih tua ini kehilangan sifat argirofiliknya (Grossman, 1995). Bila dibandingkan dengan sepertiga koronal, bagian sepertiga apikal mengandung lebih banyak serabut kolagen, oleh karenanya lebih fibrus, dan mempunyai warna agak putih. Ciri fibrus sepertiga apikal ini melindungi ikatan neurovaskular dari injuri dan secara klinis signifikan, karena memudahkan pengambilan pulpa pada waktu pulpektomi. Karena reduksi ruang pulpa melalui deposisi dentin sekunder yang terus menerus dan karena peningkatan deposisi kolagen, pulpa menjadi lebih fibrus dengan bertambahnya umur. Secara bersamaan, dapat dilihat pengurangan elemen selular dan suatu reduksi dalam kesanggupan reparatif pulpa (Grossman, 1995). Sel Mesenkimal yang tidak Berkembang Sel mesenkimal yang tidak berkembang berasal dari sel mesenkimal papila gigi. Karena fungsinya dalam perbaikan dan regenerasi, sel-sel tersebut tetap mempunyai ciri pluripotensial dan dapat berkembang menjadi fibroblas, odontoblas, makrofag atau osteoklas. Sel-sel tersebut menyerupai fibroblas karena bentuknya yang stelat, dengan nukleus besar dan sitoplasma sedikit. Kalau ada, sel-sel ini biasanya berlokasi di sekitar pembuluh darah pada daerah kaya-sel dan sukar dikenali (Grossman, 1995). Makrofag, Limfosit, dan Sel Plasma Makrofag ditemukan di daerah kaya-sel, terutama diikat pembuluh darah. Sel-sel ini adalah monosit darah yang berpindah ke dalam jaringan pulpa, Fungtiinya adalah untuk fagositosis debris nekrotik dan benda asing (Grossman, 1995). Limfosit dan sel plasma, bila terdapat pada pulpa normal, ditemukan pada daerah subodontoblastik koronal. Fungsi sel ini pada pulpa normal mungkin sebagai penjagaan imun (Grossman, 1995). d. Daerah Sentral Daerah sentral atau pulpa yang sebenarnya berisi pembuluh darah dan saraf yang tertanam di dalam matriks pulpa bersama-sama dengan fibroblas. Dari lokasi sentralnya, pembuluh darah dan saraf mengirim cabang-cabang ke periferi pulpa (Grossman, 1995). Ikat/bundel neurovaskular memasuki pulpa melalui foramina apikal. Terdiri dari satu atau dua arteriola dengan serabut saraf simpatetiknya dan saraf sensorinya yang bermielin dan tidak bermielin memasuki pulpa, dan dua atau tiga venula dan pembuluh limfatik meninggalkan pulpa. Pada beberapa gigi, foramina aksesori mungkin digunakan sebagai pintu masuk dan keluar hanya untuk pembuluh darah (Grossman, 1995). Sirkulasi Sirkulasi aferen pulpa terdiri dari arteriola ka dalam foramen apikal. Bila pembuluh-pembuluh itu melewati pusat pulpa, akan bercabang menjadi arteriola terminal, metartiola, prekapiler dan akhirnya kapiler. Kapiler berakhir pada daerah miskin sel dan membentuk suatu pleksus kaya subodontoblastik. Pleksus ini mungkin mengirim lup kapiler yang lewat antara odontoblas (Grossman, 1995). Sirkulasi eferen terdiri dari venula pasca kapiler dan venula penampungan (colleting venules) yang kemudian menjadi dua atau tiga venula yang keluar melalui foramina apical dan mengalir ke dalam pembuluh pada ligament periodontal.Pembuluh limfatik mengikuti pola yang sama ini (Grossman, 1995). Fungsi pembuluh darah adalah untuk mengangkut bahan gizi,cairan,dan oksigen ke jaringan untuk mengambil pembuangan metabolik dari jaringan dengan mempertahankan suatu aliran darah yang memadani melalui kapiler.perubahan metabolic ini terjadi pada bed (suatu struktur pendukung atau jaringan) kapiler. Pertukaran bahan gizi/nutrient dan mbuangan metabolic ini diselesaikan oleh serangkaian mekanisme. Saraf simpatelik yang mengiringi pembuluh darah arterial mampu mengerutkan otot halus pada lapisan tengah arteriola, serabut otot halus yang melingkari bagian dinding metarteriola, dan sfinker otot prekapiler. Kontraksi otot dan relaksasi otot halus mengatur ukuran lumen pembuluh dan dengan demikian mengontrol bagian darah ke jaringan. Pengurangan diameter pembuluh, atau vasodilasi, menjelaskan keulungan bed kapiler (capillary bed) selama periode aktivitas metabolik tinggi seperti misalnya seluruh bed kapiler selama periode inaktivitas metabolik. Vasokonstriksi dan vasolidasi aktivitas metabolik. Vasokontriksi dan vasolidasi dapat ditengahi oleh medulla adrenal, mengerutkan otot halus pembuluh darah. Acetylcholine yang dilepaskan oleh saraf simpatetik melebarkan pembuluh darah (Grossman, 1995). Mekanisme lain menambah atau mengurangi aliran darah ke bed kapiler.ini adalah hubungan langsung antara arteriola dan venula yang disebut suatu anastomasis arteriovenus atau shunt. Anastomasis ini dapat mengurangi aliran darah kekapiler dengan membelokkannya dari arteriola ke venula jadi menghindari bed kapiler. Mekanisme ini dapat mengurangi atau menghentikan aliran darah ke suatu daerah injuri dan dapat mencegah perdarahan dan thrombosis (Grossman, 1995). Pengiriman bahan gizi dan pembuangan metabolik melalui dinding kapiler diatur hokum hidrostatik dan osmosos. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapisan tunggal sel endothelial,tertutup dengan suatu lapisan glikoprotein di dalam lumen,dengan suatu dasra membrane pada perifer. Dinding kapiler rata-rata setebal 0,5 mikro dan berguna sebagai suatu membran permiabel yang memungkinkan pertukaran cairan. Meskipun tidak bias, fenestrasi inter seluler atau pori-pori juga ditemukan pada dindin kapiler. Pori-pori ini,yang ditutup dengan suatu diafragma membrane plasma,digunakan untuk pengiriman cepat cairan dan nutrient. Nutrien yang dapat dilartkan air dalam plasma merembes melalui dinding kapiler ke dalam jaringn pulpa bila tekanan intravaskuler pada kapiler arteri lebih tinggi daripada tekanan osmotik jaringan pulpa. Absorbsi pembuangan metabolik dari jaringan pulpa ke dalam venula kapiler dan pembuluh limfatik terjadi bila tekanan osmotik jaringan lebih tinggi daripada tekanan intravaskuler venula paska-kapiler dan pembuluh limfatik. Absorbsi pembuangan metabolik dan cairan mencegah akumulasinya pada jaringan pulpal dan juga menghalangi kenaikan pada jaringan pulpa (Grossman, 1995). Pada daerah injuri pulpal,permiabilitas dinding kapiler memungkinkan rembesan protein darah kedalam jaringan pupal dan meningkatkan tekanan osmotic ini menarik lebih banyak cairan ke daerah; hasilnya adalah stagnasi cairan yang dikenal sebagai edema (Grossman, 1995). Sistem Limfatik Pembuluh limfatik dijumpai didalam pulpa. Struktur endotelianya yang halus membuat pembuluh tersebut sukar untuk dilihat. Fungsi pembuluh limfatik ini adalah menghilangkan cairan celah dan produk pembuangan metabolik, untuk mempertahankan tekanan jaringan intra pulpal pada tingkat yang normal. Pembuluh limfatik ini mengikuti jalan venula kea rah foramen apikal (Grossman, 1995). Cairan Interstisial Cairan interstisial meliputi seluruh jaringan pulpal dan mengisi tubuli dentin pada perluasannya ke distal dan disekeliling prosesus odontoblastik. Cairan interstisial yang mengisi tubuli dentin disebut cairan dentin. Seperti yang baru saja diuraikan,penempatan pulpal pada dentin mengakibatkan lingkungan yang terbatas dan hanya memungkinkan jumlah kecil cairan interstisial. Adanya cairan ini dalam kavitas pulpal menghasilkan suatu tekanan rata-rata interpulpal sekitar 10 mmhg. Disebabkan karena wadahnya kakau, kenaikan sedikit tekanan interpurpal sampai 13 mmhg pada waktu perubahan yang berakibat radang, menyebabkan perubahan reversible dalam pulpal, tetapi kenaikan sampai 35 mmhg mengakibatkan perubahan ireversibel. Melihat susunan structural matriks, yang mempunyai substansi dasar yang diperkuat oleh serabut kolgen, pulpal kelihatanya mampu membatasi daerah dengan tekanan interpurpal yang meningkat selama periode inflamasi (Grossman, 1995). Inervasi Mekanisme sensori pulpa tersusun dari system aferen sensori dan system eferen otonomik. System aferen menyalurkan impuls yang dirasakan oleh pulpa dari berbagai rangsangan pada korteks otak, yang diinterpretasikan sebagai rasa sakit tanpa memperhatikan rangsangannya. System aferen menyalurkan impuls dari system sentral ke otot halus pembuluh arterial untuk mengatur volume dan kecepatan aliran untuk mengatur volume dan kecepatan aliran darah. Dengan mengatur sirkulasi darah ke pulpa, system aferen mengatur tekanan darah interpulpal dan barangkali pembentukan dentin (Grossman, 1995). Impuls aferen sensori dimulai pada bagian ujung saraf tak bermielin. Pada lapisan odontoblas pada predentin, ujung saraf ini berjalan baik lurus atau sebagai spiral, berakhir pada pembesaran seperti ujung multiple dan mungkin menembus dentin beberapa micron. Hanya 10 sampai 20% tubuli dentin pada dentin koronal mengandung ujung saraf, dan pada dentin radikular hampir seravut tipe-C (Grossman, 1995). Sekitar 80% saraf pulpa adalah s erabut tipe-C, dan sisanya adalah seravut A-delta. Serabut C tidak bermielin dan mempunyai diameter 0,3 sampai 1,2 µm dan suatu kecepatan konduksi 0,4 sampai 2 m/sek. Konduksi serabut-serabut ini, yang diameternya lebih kecil daripada diameter serabut A-delta, adalah lambat. Serabut-serabut ini mungkin diditribusi di seluruh jaringan pulpa, oleh karena itu serabut-serabut tersebut menyalurkan rasa sakit berdenyut dan rasa sakit yang tidak tajam yang ada hubungannya dengan kerusakan jaringan pulpa (Grossman, 1995). Serabut A-delta bermielin dan mempunyai diameter 2 sampai 5 µm dan suatu kecepatan konduksi sebesar 6 sampai 30 m/sek. Serabut A-delta yang berdiameter lebih besar daripada serabut C, menyalurkan impuls pada kecepatan lebih tinggi. Impuls-impuls pada kecepatan lebih tinggi. Impuls-impuls ini diinterpretasikan sebagai rasa sakit tajam dan menusuk. Serabut A- delta didistribusi pada daerah odontoblastik dan subodontoblastik dan dihubungkan dengan rasa sakit dentinal (Grossman, 1995). Impuls menjalar dari ujung saraf serabut C atau A-delta, melalui pleksus rasckow, ke batang saraf di daerah sentral pulpa. Serabut A-delta tertutup oleh lapisan myelin waktu melewati pleksus Raschkow (Grossman, 1995). Batang saraf disusun dari serabut A-delta bermielin pada periferi dan serabut C yang tidak bermielin di pusat. Susunan ini dapat melindungi serabut saraf tidak bermielin. Impuls netral menjalar melalui batang saraf dan keluar dari gigi melalui firamen apical. Pada daerah peripikal, batang saraf bergabung dengan bagian maksiler atau mendibular saraf cranial kelima. Impuls saraf menjalar melalui saraf cranial kelima atau trigeminal, ke pons, ke thalamus, dan akhirnya ke korteks, di mana diinterpretasikan sebagai rasa sakit (Grossman, 1995). Jalan motor aferen pada pulpa gigi terdiri dari serabut simpatetik dari ganglion servikal yang masuk melalui foramina apical pada lapisan luar arteriola, metarteriola, dan prekapiler. Sebagai yang baru diuraikan, saraf simpatetik mengadakan pengaturan vasomotor untuk sirkulasi dan karenanya mengatur aliran darah guna menanggapi rangsangan. Beberapa bukti memberi kesan bahwa serabut saraf parasimpatetik yang menyertai saraf trigeminal terlibat dalam pengaturan dentinogenesis (Grossman, 1995). Kegiatan serabut C, yang dihubungkan dengan injuri jaringan, dengan mudah dijelaskan karena kerja kekuatan tekanan jaringan yang meningkat atau karena kerja mediator kimiawi inflamasi pada ujung saraf, akibatnya adalah rasa sakit. Kegiatan serabut A-delta, yang dihubungkan dengan sensitivitas dentin, lebih sukar dijelaskan karena tidak pernah ditemukan adanya hubungan langsung antara dentin periferi dan ujung saraf. Tiga teori telah diusulkan untuk menjelaskan sensitivitas dentin. Pertama adalah rangsangan langsung ujung saraf pulpa : tidak adanya jung saraf pada periferi menghapus toeri ini. Teori kedua mengusulkan bahwa odontoblas berfungsi sebagai ujung saraf. Teori ini tidak dapat diterima, karena tidak seorang pun tahu dengan pasti sejauh mana prosesus odontoblastik meluas di dalam tubulin dentin, dan tidak ada bukti menunjukkan bahwa odontoblas mampu berfungsi sebagai ujung saraf. Teori ketiga, teori hidrodinamik, mempertimbangkan panjang prosesus odotoblastik, panjang serabut saraf dan tubuli dentin yang berisi cairan di dalam tubulin dentin dan disekitar odontoblas sebagai hasil suatu rangsangan yang mengaktifkan ujung saraf dan menghasilkan impuls. Teori ini yang paling dapat dipertahankan diantara ketiganya (Grossman, 1995). Teori hidronamik menjelaskan reaksi rasa sakit pulpa terhadap panas, dingin, pemotongan dentin, dan probing dentin. Panas mengembangkan cairan dentin, sedang dingin mengerutkan cairan dentin, memotong tubuli dentin memungkinkan cairan dentin keluar, dan melakukan probing pada permukaan dentin yang dipotong atau terbuka dapat merusak bentuk tubuli dan menyebabkan gerakan cairan. Semua rangsangan ini mengakibatkan gerakan cairan dentin dan menggiatkan ujung saraf (Grossman, 1995). Mineralisasi Struktur histologik lain yang ditemukan pada pulpa gigi adalah mineralisasi. Meskipun keberadaannya dihubungkan dengan umur dan penyakit, tetapi ditemukan juga pada pulpa gigi muda dan normal. Dijumpai sebagai nodulus yang disebut dentikel atau batu pulpa dan klasifikasi difus. Dentikel menonjol di dalam kamar pulpa, sedang kalsifikasi difus secara menonjol ditemukan pada saluran akar (Grossman, 1995). Dijumpai dentikel yang benar ataupun dentikel yang palsu, tergantung struktur histologiknya. Dentikel, benar tidak biasa dijumpai, biasanya ditemukan didekat aspek, dan terdiri dari dentin atau kalsifikasi semacam dentin dengan tubuli, dikelilingi oleh sel-sel semacam odontoblas. Secara histologis terdapat dua macam dentikel palsu : (1) Bulat atau ovoid dengan lapisan mengapur konsentrik dan permukaan halus dan (2) amorfus tanpa laminasi dan permukaan kasar. Jaringan kalsifikasi biasanya ditumpuk di sekeliling serabut kologen, debris sel nekrotik, atau trombi. Dentikel ini dapat ditemukan secara bebas di dalam jaringan pulpa, terikat pada dinding dentin atau tertanam dalam dentis (Grossman, 1995). Kalsifikasi difus biasanya mengikuti jalan pembuluh darah, saraf dan bundle serabut kolagen. Paling sering ditemukan pada dinding pembuluh darah. Klasifikasi difus kelihatannya berhubungan dengan menjadi tua karena insidensinya meningkat dengan bertambahnya umur (Grossman, 1995). Asal kalsifikasi pulpa adalah kontroversial. Adanya fenomenon ini pada pulpa muda dan tua menghalangi penjelasan teori yang masuk akal (Grossman, 1995). Radiograf dapat menunjukkan dentikel dalam ruang pulpa koronal. Penemuan ini hendaknya menyiagakan klinisi pada kemungkinan dentikel dalam ruang pulpa koronal. Penemuan ini hendaknya menyiagakan klinisi pada kemungkinan perlunya pangambilan dentikel, untuk mencapai jalan masuk ke dalam orifis saluran akar. Secara radiografis kalsifikasi pada saluran akar biasanya tidak terlihat, tetapi dapat dideteksi pada waktu eksplorasi saluran akar. Jenis kalsifikasi ini dapat menghalangi klinisi mencapai foramen apical dan karenanya dapat menghalang-halangi instrumentasi saluran akar seluruhnya. Pulpalgia pernah dihubungkan dengan adanya dentikel. Belum pernah dibuktikan adanya korelasi antara kalsifikasi dan pulpalgia (Grossman, 1995). Menjadi tua Umur mengakibatkan perubahan penting pada pulpa. Deposisi terus-menerus jaringan dentin selama kehidupan pulpa dan deposisi dentin reparative terhadap stimuli mengurangi ukuran kamar pulpa dan saluran akar dan disamping itu mengurangi volume pulpa. Penyusutan pulpa ini disebut atrofi. Bersamaan dengan ini terjadi juga pengurangan dalam diameter tubuli dentin oleh deposisi dentin peritubular yang terus-menerus. Beberapa dari tubuli ini menutup sama sekali dan membentuk dentin sklerotik. Terlihat juga pengurangan kandungan cairan tubuli dentin. Semua perubahan ini menyebabkan dentin kurang permeable dan lebih resisten terhadap stimuli luar (Grossman, 1995). Pengurangan isi pulpa ini mereduksi kandungan selular, vascular dan neural pulpa. Odontoblas rupa-rupanya mengalami atrofi dan mungkin menghilang sama s ekali dibawah daerah dentin sklerotik (Grossman, 1995). Fibrolas berkurang dalam ukuran dan jumlah, tetapi serabut kolagen bertambah dalam jumlah dan ukuran yang mungkin disebabkan karena berkurangnya daya larut dan pergantian kolagen dengan bertambahnya umur. Perubahan ini disebut fibrosis. Fibrosis ini lebih jelas pada bagian akar pulpa daripada tempat lain (Grossman, 1995). Pembuluh darah berkurang dalam jumlah, dan arteri mengalami perubahan arterio-sklerotik. Bahan kapur ditimbun dalam tunika advensia dan tunika media. Perubahan-perubahan ini mengurangi persediaan darah ke pulpa. Jumlah urat saraf juga berkurang. Substransi dasar mengalami perubahan metabolic yang memberi kecenderungan untuk meneralisasi. Perubahan pada pembuluh darah, urat saraf dan substansi dasar memberi kecenderungan pulpa pada kalsifikasi distrofik (Grossman, 1995). 2.1.7 Jaringan Periradikular Jaringan periradikular terdiri dari sementum, yang menutupi akar gigi, prosesus alveolar yang membentuk saluran tulang yang berisi akar gigi, dan ligament periodontal, yang serabut kolagennya, tertanam di dalam sementum akar dan di dalam prosesus alveolar, mengikatkan akat pada jaringan di sekelilingnya. Pada daerah ini terletak jalan masuk dan keluar antara saluran akar dan jaringan disekitarnya dan muncul reaksi patologik terhadap penyakit pulpa (Grossman, 1995). a. Sementum Sementum adalah jaringan mengapur menyerupai tulang yang menutup akar gigi. Sebagai yang telah diuraikan, sementum berasal dari sel mesenkimal folikel gigi yang berkembang menjasi semenoblas. Sementoblas menimbun suatu matrik, disebut sementoid, yang mengalami pertambahan pengapuran dan menghasilkan dua jenis sementum : aselular pertama-tama ditimbun pada dentin membentuk pertemuan sementum-dentin, dan biasanya, menutupi sepertiga servikal dan sepertiga tengah akar. Sementum selular biasanya ditumpuk pada sementum aselular pada sepertiga apical akar dan bergantian dengan lapisan sementum aselular. Sementum selular ditumpuk pada kecepatan yang lebih besar daripada sementum aselular dan dengan demikian menjebak sementoblas di dalam matriks. Sel-sel yang terjebak ini disebut sementosit. Sementosit terletak pada kripta sementum dan dikenal sebagai lacuna. Dari lacuna, kanal-kanal, d isebut kanalikuli, yang berisi perpanjangan protoplasmic sementosit dan berfungsi sebagai jalan mengangkut nutrient ke sementosit, menjalin dengan kanalikuli lain dari lakuna lain untuk membentuk suatu sistem yang dapat dipersamakan dengan sistem Havers (haversian sistem) tulang. Oleh sebab sementum adalah avaskular, nutrisinya berasal dari ligament periodontal. Karena lapisan incremental sementum ditumpuk, ligamen periodontal dapat berpindah tempat lebih jauh, dan akibatnya beberapa sementosit mungkin mati dan meninggalkan lakuna kosong (Grossman, 1995). Ketebalan sementum menggambarkan salah satu fungsinya. Tebal sementum sekitar 20 sampai 50 µm pada hubungan sementum-email dan tebal sementum adalah s ekitar akar. Sementum yang lebih tebal pada apeks disebabkan karena penumpukannya yang terus menerus selama kehidupan eruptif gigi untuk mempertahankan tingginya pada bidang oklusal. Penumpukan sementum yang terus-menerus juga memberi bentuk pada foramen apical dewasa. Foramen bila menjadi dewasa, menjadi konis, dengan aspek kerucut, disebut diameter minor (konstriktur), menghadap pulpa dan dasar, disebut diameter mayor, menghadap ligament periodontal. Penumpukan sementum yang terus menerus menaikkan diameter mayor dan menghasilkan suatu deviasi rata-rata foramen apical sebesar 0,2 sampai 0,5 mm dari pusat apeks akar. Diameter minor menentukan penghentian apical instrumentasi dan obturasi saluran akar dan rata-rata terletak 0,5 mm dari permukaan semental pada gigi-gigi muda dan 0,75 mm dari permukaan pada gigi-gigi dewasa. Meskipun hubungan sementum-sementum bertepatan dengan diameter minor, sementum dapat tumbuh tidak rata dan dapat mengubah hubungan ini (Grossman, 1995). Serabut ligament periodontal dijumpai antara osteoblas dan sementoblas dan masing-masing tertanam di dalam tulang dan sementum. Serabut-serabut yang tertanam ini, disebut serabut sharpey, mengikat ligamen periodontal pada tulang dan sementum (Grossman, 1995). Memperbaiki adalah fungsi lain sementum. Fraktur akar dan resorpsi biasanya diperbaiki oleh sementum. Penutupan akar yang belum dewasa pada prosedur apeksifikasi disempurnakan oleh deposisi sementum atau jaringan yang menyerupai sementum. Sementum juga mempunyai fungsi protektif. Lebih resisten terhadap rasorpsi daripada tulang. Mungkin disebabkan avaskularitasnya. Akibatnya, gerakan ortodontik akar biasanya dapat dilakukan dengan kerusakan resorptif minimum. Fungsi-fungsi lain adalah deposisi sementum yang terus menerus dan penyumbatan foramina aksesori dan apical setelah perawatan saluran akar (Grossman, 1995). b. Ligament Periodontal Ligament periodontal adalah suatu jaringan konektif, padat dan berserabut yang menempati ruang di antara sementum dan tulang alveolar. Mengelilingi leher dan akar gigi sertam berkesinambungan dengan pulpa dan gusi. Ligament periodontal tersusun dari substansi dasar, jaringan instertisial, pembuluh darah dan limfa, saraf, sel-sel dan bundle serabut (Grossman, 1995). Lebar ligament periodontal bervariasi dari 0,15 sampai 0,38 mm. Variasi dalam lebar dijumpai dari gigi ke gigi dan pada daerah ligament yang berbeda pada akar yang sama. Ligament periodontal lebih tipis pada tumpu/fulcrum pemutaran gigi. Gigi-gigi dengan beban oklusal yang berat mempunyai ligament periodontal lebih lebat daripada gigi-gigi dengan beban oklusal minimal yang ligament periodontalnya lebih tipis. Dengan bertambahnya umur, lebar ligamen periodontal berkurang (Grossman, 1995). Jaringan Interstisial Jaringan interstisial adalah jaringan penghubung longgar yang mengelilingi pembuluh darah dan limfatik, saraf, dan bundle serabut. Jaringan ini berisi serabut kolagen, lepas dari ikatan serabut ligament periodontal. Perubahan di dalam bundle serabut yang terus menerus. Ruang ini dalam ligament periodontal, terisi dengan jaringan interstisial, pembuluh darah, pembuluh limfa, dan saraf, disebut ruang interstisial (Grossman, 1995). Sirkulasi dan Sistem Limfatik Ligament sangat dipenuhi oleh pembuluh darah yang menyediakan bahan gizi untuk aktivitas osteogenik, sementogenik, dan fibrogenik. Arteri alveolar bercabang menjadi arteri gigi dan arteri interalveolar. Pada gigi-gigi belakang juga bercabang menjadi arteri interadikular.Arteri gigi msuk ke dasar kripta tulang ,dan sebelum menembus foramen apikal ,bercabang menjadi arteriola dan kapiler-kapiler untuk membentuk suatu anyaman (pleksus) yang mensuplai daerah apikal ligamen periodontal (Grossman, 1995). Arteri interalveolar bercabang dari arteri alveolar dan sebelah koronal melintas tulang kanselus dinding lateral kripta tulang ;cabang-cabang lateralnya ,disebut arteri menembus (perforating),masuk melalui plat kribriform ke dalam ligamen periodontal lateral. Ateri menjadi arteriola dan kapiler-kapiler membentuk anyaman yang subur.Pleksus arterial gigi dan interal veolar lebih mencolok pada sisi tulang ligamen karena aktifitas mengubah bentuk tulang yang konstan. Arteri interal veolar keluar melalui krista presassus alveolar dan membentuk cabang-cabang gingival.Cabang-cabang gingival ini mensuplai gingiva dan bagian koronal ligamen peridontal (Grossman, 1995). Gigi-gigi posterior juga mempunyai arteri interadikular yang melintas tulang kanselus semtum interadikular.Arteri-arteri ini membentuk cabang yang mensupali ligamen periodontal pada furkasi akar (Grossman, 1995). Vena intrdental, vena interadikular dan vena gigi mengalir ke dalam vena alveolar.Juga dijumpai anyaman pembuluh limfatik yang mengikuti drainase vena ke dalm saluran limfe alveolar (Grossman, 1995). Pembuluh darah ligamen periodontal memberikan dua fungsi penting :fungsi nutritif bagi sel-sel ligamen periodontal ;dan fungsi protektif.Anasmotisis arteri-vena dan struktur menyerupai gromeruli antara arteri dan vena dijumpai pada vaskulatur peridontal dan mengatur tekanan darah dan tekanan jaringan;disamping itu memberikan mekanismehidrolik untuk menyokong gigi waktu berfungsi. Inervasi Saraf alveolar yang dimulai pada saraf trigeminal,menginervasi ligamen peridontal dan di bagi dalam saraf peridontal mendaki(ascending)atau saraf gigi,saraf inter veola dan saraf inradikular.Saraf ligamen periodontal ,seperti pada jaringan konektif lainnya,mengikuti distribusi arteri.Cabang –cabang alveolar menginervasi daerah apikal,caban interalveolar menginervasi ligamen peridontal lateral,dan cabang-cabang saraf interadikular menginervasi ligamen periodontal furkasi gigi posterior (Grossman, 1995). Saraf berakhir sebagai serabut dengan diameter kecil atau besar.Serabut berdiameter kecil,baik yang bermielin atapun yang tidak bermielin ,berakhir sebagai ujung bebas pada ruang interstisial dan berhubungan dengan rasa sakit.Serabut berdiameter besar bermielin,berakhir sebagaai ujung khusus berupa tombol atau kumparan dekat serabut utama ligamen peridontal,dan merupakan mekaneseptor yang berhubungan dengan sentuhan , tekanan dan propiosepsi (Grossman, 1995). Saraf simpapetik mengikuti pembulh darah arterial dalam ligamen periodontal.Saraf-saraf itu berhubungan dengan kontrol vasomotor aliraan darah di dalam arteri dan kapiler (Grossman, 1995). Ujung saraf ligamen peridontal memungkinkan seseorang merasakan sakit ,sentuhan,tekanan,propriosepsi.Propiosepsi,yang memberikan informasi pada gerakan dan posisi dalam ruang,memungkinkan seseorang merasakan kekuatan yang diberikan pada gigi-gigi,gerakan gigi dan tempat benda asing pada atau diantara permukaan gigi.Rasa propioseptif ini dapat menggerakkan mekanisme refleks protektif yang membuka rahang bawah untuk mencegah injuri pada gigi atau ligamen periodontal bila seseorang menggigit suatu benda keras.Propiosepsimemungkinkan lokalisasi daerah inflamasi pada ligamen periodontal.Reaksi inflamasi semacam itu pada ligamen peridontal dapat diketahui dengan ujian perkusi dan palpasi (Grossman, 1995). Sel-sel Ligamen Periodontal Sel-sel aktif ligamen periodontal adalah fibroblas,osteoblas,dan sementoblas.Fibroblas adalah sel-sel membentukkumparan dengan nuklei oval dan prosesus sitoplasmik yang panjang.Biasanya sejajar dengan serabut kolagen ,dengan prosesusnya terbungkus di sekitar bundel serabut.Fibroblas mensintesis kolagen dan matriks dan terlibat dalam degradasi kolagen untuk pengubahan bentuknya.Hasilnya adalah suatu pengubahan bentuk serabut utama yang konstan dan pemeliharaan sutu ligamen periodontal yang sehat.Karena fungsi yang penting ini ,maka fibroblas merupakn sel-sel ligamen periodontal yang paling penting (Grossman, 1995). Osteoblas atau sel pembentuk tulang ditemokan di pinggir ligamen periodontal melapisi soket tulang.Biasanya terlihat dalam berbagai tingkat diferensiasi.Dalam keadaan aktif berbentuk kuboidal dan dapat menimbun suatu lapisan materiks ,disebut osteoid diantaranya dan tulang dewasa.Bila tidak aktif kelihatan seperti sel gepeng dan dapat menyerupai fibroblas.Fungsi osteoblas adalah deposisi kolagen dan matriks yang ditumpuk pada permukaan tulang dimana terikat serabut sharpey.Kalsifikasi osteoid menjangkar serabut-serabut Sharpey. Pengubahan bentuk tulng yang konstan memberikan peubahan ikatan ligamen periodontal pada tulang yang terus menerus (Grossman, 1995). Osteoklas atau sel peresorpsi-tulang ditemukan di pinggir tulang pada masa pengubahan bentuk tulang. Osteoklas adalah sel bernuklei banyak dengan batas suatu kerut atau garis-garis ke arah daerah resorpsi tulang. Bila osteoklas mengalami demeneralisasi dan menghancurkan matriks maka akan terbentuk daerah berlubang lubang pada tulang yang disebut Lakuna Howship (Grossman, 1995). Sementoblas sebagai yang dibicarakan sebelumnya terletak di garis pinggir ligamen peridontal berhadapan dengan sementum. Sementoblas dengan prosesus sitoplasmik,terlihat kuboidal bila pada suatu lapisan tunggal, atau skuamus bila pada lapisan multipel.Fungsinya adalah menimbun suatu matrik terdiri dari fibril kolagen dan substansi dasar yang disebut sementoid.Sementoid ditemukan diantara sementum yang mengapur dan lapisan sementoblas yang menebal pada masa aktifitas.Serabut ligamen periodontal ditemukan diantara sementoblas dan terjebak di dalam sementoid.Bila sementoid mengapur,serabut ligamen periodontal terkait di dalam semenntum yang baru terbentuk dan disebut serabut sharpey, sama seperti terkaitnya serabut periodontal dalam tulang.Sementoid mungkin melindungi sementum terhadap erosi (Grossman, 1995). Sementoklas,atau sel yang meresorpsi sementum ,tidak ditemukan pada ligamen peiodontal normal.karena umumnya sementum tdak mengubah bentuk dan hanya ditemukan pada pasien dengan kondisi patologik tertentu (Grossman, 1995). Sel-sel lain yang terdapat pada ligamen periodontal normal adalah sisa-sisa sel epitelial Malasses,sel-sel mesenkimal tidak berkembang, sel mast dan makrofag.Sisa-sisa sel epitelial Malasses adalah sisa selubung akar epitelial Hertwig. Sel-sel ini berlokasi pada sisi sementum ligamen periodontal. Fungsinya tidak diketahui teteapi dapt berkembang biak untuk membentuk kista pada stimulinoksius (Grossman, 1995). Sel Massenkimal yang tidak berkembang biasanya adalah sel stelat dengan nuklei besar yang terlek dekat dengan pembuluh darah. Sel ini mungkin berkembang menjadi fibroblas, odontoblas atau sementoblas (Grossman, 1995). Sel-sel mast, ditemukan dekat pembuluh darah adalah sel-sel besar, bulat/oval dengan nuklei bulat yang terletak di tengah. Sitoplasmanya mempunyai banyak granula merah yang dapat mengaburkan nuklei. Granula ini mengandung heparin, koagulan darah dan histamin yang dapat menuingkatkan permeabilitas kapiler. Histamin, yang dilepaskan melalui degranelasi sel mast yang disebabkan oleh reaksi inflamasi akut, mengerutkan sel endotelial pada dinding pembuluh yang menghasilkan ruang interselulair dan permeabilitas vskular (Grossman, 1995). Makrofag juga dijumpai di dekat pembuluh darah. Dalam bentuknya, makrofag menyerupai fibroblast, tetapi dengan prosesus yang lebih pendek dan kecil dan nuclei yang berwarna agak gelap. Fungsinya adalah memfagositosis debris selular dan benda asing. Makrofag mempunyai vakuola digestif berisi enzim lisosomal yang memproses bahan yang dimakan (Grossman, 1995). Serabut Periodontal Serabut periodontal adalah komponen structural utama ligament periodontal. Dikenal dua jenis : serabut kolagen dan serabut oksitalan. Fibril kolagen diatur dalam serabut yang pada gilirannya diatur dalam bundel-bundel. Serabut yang merupakan bundel tidak besambungan dari tulang ke sementum, tetapi berdiri dari untaian yang dapat diubah bentuk secara terus menerus dan tersendiri oleh fibroblast tanpa menyebabkan hilangnya kontinuitas ikatan. Saraf akhir bundel masuk ke dalam sementum pada satu sisi dan ke dalam tulang pada sisi lain. Serabut akhir ini disebut serabut Sharpey tanpa melihat apakah masuk ke dalam sementum atau tulang. Saraf-saraf disusun dalam bundel-bundel dengan suatu susunan fungsional tertentu. Bundel-bundel ini mengikuti suatu jalan yang berombak-rombak yang memungkinkan beberapa gerakan di dalam soket alveoslarnya (Grossman, 1995). Bundel serabut disusun ke dalam kelompok serabut utama : transeptal, Krista alveolar, horinzotal, miring, apical dan inter-radikular. Kelompok transeptal tertanam di dalam sementum gigi yang berdekatan dan memotong Krista alveolar di sebelah interproksimal. Kelompok Krista alveolar tertanam di dalam sementum di bawah pertemuan sementum-email, terletak miring dan berakhir pada Krista alveolar. Kelompok horizontal tertanam didalam sementum sebelah apical dari kelompok Krista alveolar dan bergerak kea rah horizontal ke dalam tulang alveolar. Kelompok miring tertanam di dalam sementum sebelah apical dari kelompok horizontal dan berjalan miring pada suatu arah koronal, untuk ditanam di dalam tulang tulang alveolar. Kelompok apical tertanam di dalam sementum sebelah apical dan fundus soket alveolar. Kelompok inter-radikular tertanam dalam sementum dan tulang alveolar dari furka gigi-gigi berakar banyak (Grossman, 1995). Fungsi serabut ligament periodontal adalah untuk mengikat gigi pada soket alveolarnya, untuk menggantungkannya pada soketnya, untuk melindungi gigi dan soket alveolar dari injuri pengunyahan, dan untuk mengubah tekanan pengunyahan vertical menjadi tekanan pada tulang alveolar (Grossman, 1995). Serabut oksitalan, dipercaya sebagai serabut elastic belum dewasa, melintasi ligament periodontal pada arah aksial. Satu ujung serabut ini mungkin tertanam di dalam sementum dan ujung lainnya dalam dinding pembuluh darah. Fungsinya tidak diketahui, walaupun mungkin menyongkong pembuluh darah (Grossman, 1995). Kalsifikasi Sementikel dapat ditemukan di dalam ligament periondontal. Kalsifikasi ini terikat pada sementum, tertanam didalamnya, atau bebas dalam ligament periodontal dekat dengan batas sementum. Sel epithelial mungkin membentuk nidus untuk kalsifikasi ini (Grossman, 1995). Penyakit pulpa bermanifestasi pada ligament periodontal. Reaksi inflamasi berkisar dari abses sampai granuloma dan kista, dan dapat merusak dan mengganti ligament periodontal (Grossman, 1995). c. Prosesus Alveolar Prosesus alveolar dibagi menjadi tulang alveolar yang sebenarnya dan tulang alveolar pendukung (Grossman, 1995). Tulang Alveolar Sebenarnya Tulang alveolar yang sebenarnya adalah tulang yang membatasi alveolus atau soket tulang yang berisi akar gigi. Tulang alveolar sebenarnya adalah bagian dari jaringan periradikular. Pembentukannya dimulai oleh osifikasi intra-membran pada tingkat awal pembentukan akar. Osteoblas pada tepi ligament periodontal menumpuk suatu matriks organic yang disebut osteoid, yang terdiri dari fibril kolagen dan substansi dasar yang terdiri dari fibril kolagen dan substansid dasar yang terdiri dari glikoprotein, fosfoprotein, lipid dan proteoglikan. Pada waktu ostetoblas menumpuk matriks, beberapa terjebak di dalamnya ; sel-sel ini disebut osteosit. Matriks mengapur karena deposisi kristal hidroksiapatit yang terutama terdiri dari kalsium dan fosfat (Grossman, 1995). Osteosit dalam tulang yang mengapur terletak dalam ruang oval yang disebut lakuna, yang saling berhubungan dengan melalui kanalikuli. Sistem kanal ini membawa nutrient ke dalam osteoid dan membuang hasil metaboliknya yang tidak berguna. Tulang yang ditimbun bagian demi bagian selama aktivitas osteoblastik membentuk lembaran-lembaran tulang yang disebut lamella. Masa istirahat dibatasi oleh garis-garis gelap yang disebut garis-garis istirahat, yang berjalan sejajar dengan permukaan tulang. Osteosit di dalam lakunya disebarkan secara rata pada seluruh permukaan lamela. Lamela, garis-garis istirahat, lakuna dengan osteositnya, dan kanalikuli memberikan tulang sifat histologiknya (Grossman, 1995). Tulang alveolar yang sebenarnya terdiri dari bundel tulang di tepi alveoli dan tulang yang berlamela ke aeah pusat prosesus alveolar. Tulang disebelah tepi disebut bundel tulang karena serabut Sharpey ligament periodontal tertanam didalamnya. Karena serabut Sharpey di sebelah tepi dapat mengapur dan karena lamela hampir tidak jelas, tulang ini tebal dan mempunyai penampilan yang lebih radiopak dalam radiograf daripada tulang kanselus atau ruang ligament periodontal. Gambaran radiogfrafik tulang alveolar sebenarnya disebut lamina dura (Grossman, 1995). Tulang alveolar yang sebenarnya dapat juga dianggap sebagai plat kribriform. Istilah ini timbul karena banyaknya foramina yang melubangi tulang. Foramina ini berisi pembuluh darah dan saraf yang mensuplai gigi-gigi, ligament periodontal dan tulang (Grossman, 1995). Tulang Alveolar Pendukung Berdekatan dengan tulang alveolar yang sebenarnya terdapat suatu diploe tulang kanselus ditutup oleh dua lamina eksterna tulang padat. Salah satu dari lamina eksterna tulang padat adalah disebelah vestibular, dan yang lain adalah di sebelah lingual atau palatal. Tulang kaselus terdiri dari tulang yang berlamela tersusun dalam cabang-cabang disebut trabekula. Diantara trabekula terdapat ruang meduler, terisi dengan sungsum. Sumsum dapat seperti lemak atau hematopoitik. Pada orang dewasa, sumsum pada rahang bawah dan rahang atas biasanya berlemak, tetapi jaringan hematopoitik ditemukan pada tempat tertentu misalnya seperti tubersositas rahang bawah dan rahang atas biasanya berlemak, tetapi jaringan hematopoituk ditemukan pada tempat tertentu misalnya seperti tuberositas rahang atas, daerah periradikular gigi molar rahang atas dan rahang bawah, dan daerah periradikular gigi premolar. Ruang sumsum hematopoitek kelihatan radiolusen pada radiograf (Grossman, 1995). Dalam tulang kanselus juga dijumpai kanal nutrient. Kanal-kanal ini berisi pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf. Kanaf biasanya berakhir pada Krista alveolar pada foramina kecil-kecil dan dengan melalui foramina tersebut pembuluh dan s araf masuk ke dalam gingiva (Grossman, 1995). Jumlah tulang kanselus bervariasi di antara daerah rahang atas dan rahang bawah dan tergantung pada lebar prosesus alveolar serta ukuran dan bentuk akar gigi (Grossman, 1995). Tulang kortikal (padat) menutupi tulang kanselus dan dibentuk oleh tulang berlamela. Tulang berlamela ini mempunyai lakuna yang tersusun dalam lingkaran konsentrik lakuka yang tersusun dalam lingkaran konsentrik disekeliling kanal sentral yang disebut sistem Havers. Tulang kortikal bergabung dengan tulang alveolar yang sebenarnya untuk membentuk Krista alveolar di sekeliling leher gigi (Grossman, 1995). Tulang digunakan sebagai reservoir kalsium badan. Badan, dibwah control hormonal, mengatur dan memelihara metabolisme kalsium. Untuk itu, terjadi pengubahan tulang secara fisiologik dan konstan oleh aktivitas osteoklastik dan osteoblastik. Aktivitas ini dapat lebih mudah dilihat pada trabekula. Pola trabekular secara konstan diubah sebagai reaksi terhadap tekanan oksusal. Pada trabekula didapati garis-garis istirahat, yang merupakan cirri masa aktivitas osteoblastik, dan garis resorptif, yang merupakan cirri masa aktivitas osteoklastik. Garis-garis istirahat mempunyai cirri garis-garis resorpsi yepinya belekuk-lekuk (scalloped) dan mengarah pada daerah resoprsi yang dikenal sebagai lakuna Howship (Grossman, 1995). Penyakit pulpa dapat mempengaruhi jaringan daerah periradikular. Perubahan radang akut pada ligament periodontal yang dimulai dalam pulpa menyebabkan ekstrusi gigi. Perubahan radang kronis yang berasal dari pulpa pada ligamen periodontal dapat menyebabkan resopsi lamina dura, resorpsi akar eksternal, daerah resopsi tulang, atau daerah pemadatan tulang. Penyakit sistemik dapat juga menyebabkan perubahan tulang pada daerah peradikular (Grossman, 1995). Pembaca diberitahukan bahwa diskusi pda bab embriologi, pulpa normal, dan jaringan periradikular normal dimaksudkan sebagai suatu tinajuan embriologi, fisiologi dan histology sebagai yang digunakan pada ilmu endodontik klinis. Pembaca disilahkan mengacau pada buku ajar standar mengenai subyek-subyek ini untuk mendapatkan pembahasan yang lebih luas dan rinci (Grossman, 1995). 2.1.8 Kavitas Pulpa 2.1.8.1 Anatomi kavitas pulpa Banyak pengetahuan mengetahui anatomi saluran akar berdasarkan pada penelitihan hess yang mendalam.dia membuat preparasi korosi vulkanit pada hampir 3000 gigi permanen. Preparasi ini menujukkan dalam hal-hal kecil perluasan, ramifikasi, dan percabangan maupun bentu,ukuran dan jumlah saluran akar pada gigi yang berbeda. Melewati tahun-tahun, study anatomik berikutnya juga menyumbang kepada pengetahuan kami mengenahi anatomi kavitas pulpa (Grossman, 1995). 2.1.8.2 Saluran Akar Satu saluran akar yang seluruh panjangnya lurus adalah tidak biasa(gmb. 10-2).sering terdapat suatu penyepitan sebelum apeks di capai,atau dapat juga suatu pembekoan/kurvatur.pembengkoan dapat berupa pembekoan beransur-ansur seluruh saluran,suatu pembengkoan dekat apeks,atau suatu pembengkoan berangsur-angsur saluran dengan suatu ujung apikal yang lurus.pembekoan gandadalam bentuk s dapat juga terjadi.suatu kurvatur sekitar 20 derajat pada saluran akar sempit dapat sukar atau bahkan tidak mukin di atasi dengan instrumen endodontik,sedangkan suatu kurvatur tepat 30 derajat dapat di atasi bilah suatu saluran lebar.keberhasilan mengatasi suatu saluran sempit dan bengkok tergantung pada derajat kurvatur,ukuran dan penyempitan saluran akar,ukuran dan fleksibilitas bilah(blade)alat endodontik,dan yang paling penting,kemampuan operator (Grossman, 1995). Pada kebanyakan kasus,jumlah kebanyakan kasus,jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah akar,tetapi sebuh akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran.akar mesial gigi molar pertama rahang bawah hampir selalu mempunyai dua saluran,yang kadang-kadang bertemu pada foramen yang sama:akar distal gigi molar pertama rahang bawah kadang-kadang mempunyai dua saluran:akar mesiuobukal gigi molar pertama rahang atas kadang-kadang mempunyai dua saluran:dan bahkan kavitas pulpa gigi anterior atau gigi premolar rahang bawah mungkin bercabang dua,menjadi dua saluran akar yang terpisah.variasi ini dapat di klasifikasikan sebagai:satu saluran keluar sebagai satu saluran,dua saluran keluar sebagai satu saluran dan satu saluran keluar sebagai dua saluran(saluran terbagi). Banyak konfigurasi/bentuk lain terjadi pada akar-akar ini, seperti misalnya saluran bentuk pita,dan bentuk c,tetapi yang sebelumnya di sebut adalah yang paling umum (Grossman, 1995). 2.1.8.3 Foramen apikal Pada gigi muda yang belum tmbuh sempurna foramen apikal berbentuk corong,dengan bagian yang lebar memanjang kearah luar.mulut jorong berisi jaringan periodontal yang kemudian di ganti dengan dentin dan sementum.setelah akar berkembang,foramen apikal menjadi lebih sempit.permukaan bagian dalam apeks akar sebaris dengan sementum yang bahkan dapat agak memanjang(sekitar 1mm)kearah dalam saluran akar.karenanya,pertemuan dentin-sementum tidak perlu terjadi pada ujung ekstrem akar,tetapi dapat terjadi di dalam saluran utama.maka dari itu tidak perlu membersikan,membentuk atau mengisi saluranan akar pada apeks anatomiknya,tetapi pada pertemuan dentin-sementum,yang biasanya terletak di dalam saluran dekat apeks.karena lokasi pertemuan dentin-email berbeda pada saluran akar pengisihan sampai ketinggian ini lebih sering di kerjakan secara kebetulan dari pada sungguh-sungguh (Grossman, 1995). Foramel apikal tidak selalu bagian saluran akar yang paling sempit.penyempitan dapat terjadi sebelum exterminasi/plosok-plosok agar tercapai,penyempitan apikal sejau 0,5-1,0mm dri apeks akar (Grossman, 1995). Foramel apikal tidak selalu terletak pada pusat apeks akar.mungkin terdapat pada permukaan mesial,distal,labial,atau lingual akar,biasanya agak di luar pusat(gmb.10-4).studi anatomik menunjukksn bahwa foramen apikal yang terdapat tepat pada apeks anatomik hanya di jumpai 17-46 persen kasus dan rata-rata lokasinya adalah sejauh 0,4-0,7mm,dari apeks anatomik.pada sedikit kasus,foramen apikal di temukan sejauh 2-3mm dari apeks anatomik setudi ini telah membawa rekomendasi bahwa obturasi saluran akar harus berakir kira-kira 0,5mm dari apeks anatomik akar sebagai yang terlihat pada radiograf (Grossman, 1995). Pengatahuan tantang umur ketika terjadinya kalsifikasi apeks akar adalah penting untuk praktek endodontik,terutama bila ada hubungannya dengan terlibatnya pulpa atau gigi tanpa pulpa pada anak-anak dan remaja.sebagai ketentuan umum suatu apeks akar terbentuk sempurna sekitar 2 sampai 3 tahun setelah erupsi gigi (Grossman, 1995). 2.1.8.4 Saluran lateral dan foramina aksesori Saluran lateral dan foramina aksesori tidak ditemukan dengan cukup teratur untuk membuktikan bahwa kedunya merupakan bagian integral suatu kavitas pulpa normal dari pada pengecualian.pembuluh peridontal membelok disekelilingi apeks akar gigi yang sedang berkembang dan sering terjebak dalam sarung akar epitelia hertwig, dengan menyebabkan pembentukan saluran lateral dan foramina aksesori selama kalsifikasi.bahwa fenomena ini sering terjadi pada sepertiga apikal akar menjelaskan insidensi saluran lateral dan foramen aksesori yang tinggi pada daerah ini.saluran lateral dapat juga terjadi pada daerah bifurkasi atau trifurkasi gigi berakar banyak.aluran ini merupakan hasil dari jebakan pembuluh-pembuluh peridontal pada waktu penyatuan bagian bagian diafragma yang menjadi dasar kamar pulpa.insidensi saluran lateral yang dilaporkan berkisar antara 27,4 sampai 35,5%.seorang peneliti menemukan saluran lateral pada daerah bifurkasi atau trifurkasi gigi premolar dan gigi molar pada 2,3% sampel, sedang peneliti lain menemukan 9,45% sampel. Dapat dipertanyakan mengapa terapi saluran akar dibenarkan mengingat komplikasi system saluran akar , karena dengan cara mutahir tidak seorang pun dapat membersikan semua ramifikasi kecil. Studi sejumlah besar potongan individual, baikdiasah maupun didekalsifikasi, tidak berhubung langsung dengan kavitas pulpa. Kebanyakan adalah pembuluh tertanam, yang looping-nya telah diperlihatkan pada pongan serial. Kadang – kadang looping macam itu timbul dari dan berakhir pada dinding pulpa . Selain itu, penemuan mikroskopik pada gigi yang telah dicabut dengan saluran akar yang tidak terinveksi dan cara klinis diisi dengan baik, membuktikan bahwa alam menjaga sisa-sisa cabang – cabang lateral dan lamifikasi apical yang tidak diisi. Semua saluran halus ini tetap vital setelah pulpa diambil dari saluran akar utama dan membentuk sementum yang akhirnya melenyapkan seluruh saluran lateral (Grossman, 1995). Banyak perhatian telah diberikan kepada foramina aksesoris sehubungan dengan perawatan endodontic. Foramina tersebut dilapisi dengan sementum dan ada beberapa kasus terletak selurunya didalam sementum, namun jaringan pulpa tersebut terletak selurunyadidalam pagar dentin saluran aksesoris atau lateral.bila pulpa diambil, pembuluh-pembuluh darah yang terletak didalamm aksesoris dan lateral ditutup dan dilenyapkan olekh sementum kecuali jika terjadi injuri, baik mekanis, umur, jumlah foramina aksesori biasanya berkurang karena klasifikasi jaringan lunak yang dikandungnya (Grossman, 1995). 2.1.8.5 Umur Ukuran dan bentuk kavitas pulpa dipengaruhi oleh umur. Pada orang muda, tanduk pulpanya panjang, kamar pulpa besar, saluran akar lebar, foramina apikal besar, dan tubuli dentin lebar, teratur dan diisi dengan cairan protoplasmik. Dengan bertambahnya umur, tanduk pulpy mcnycmpit, kamar pulpy menjadi lebih kecil dalam tingginya daripada dalani lebarnya, dan saluran akar menjadi lebih sempit karena penumpukan dentin sekunder dan dentin rcparatif. Selain itu, foramen apikal menyimpang dari apeks anatomik yang tepat, dari diameter kecilnya menjadi lebih scmpit sementara diameter besarnya menjadi lebih lebar karena penumpukan dentin dan sementum. Tubuh dentin menjadi lebih sempit atau bahkan lenyap oleh tumpukan dentin peritubular yang membentuk dentin sklerotik, dan kehilangan sifat beraturan serta menjadi berliku-liku (Grossman, 1995). 2.2 Variasi Anatomi / Morfologi Variasi non-metris pada geligi manusia dipelajari di dalam Antropologi. Antropologi adalah studi mengenai manusia, baik di bidang biologisnya, maupun di bidang sosial-budayanya. Menurut kamus oleh The American Heritage, antropologi berarti “The scientific study of the origin,the behavior, and the physical, social, and cultural development of humans” (Artaria, 2009) Studi mengenai geligi manusia dalam antropologi disebut dengan antropologi dental. Dalam studi ini, geligi manusia diteliti baik dari sisi morfologisnya maupun dari segi budaya, di mana seringkali modifikasi pada gigi berkaitan erat dengan budaya, termasuk kebiasaan manusia. Sebagai contoh, banyaknya karies pada manusia dewasa ini adalah disebabkan perubahan gaya hidup termasuk perubahan pola makan dari makanan yang berserat (pada waktu masih nomadik) menjadi makanan yang diproses, lebih lembek, dan banyak makanan yang manis-manis, setelah manusia lebih memilih menjadi sedenter,dan mampu melakukan pemrosesan makanan. Faktor budaya yang mempunyai keterkaitan dengan gigi misalnya bagaimana perilaku individu-individu dalam menghadapi penyakit gigi, bagaimana mereka menjaga kebersihan gigi, dan juga, untuk apa gigi digunakan. Apakah melulu untuk mastikasi, ataukah juga digunakan sebagai alat. Kebiasaan tertentu dan penggunaan gigi sebagai alat kerap menyebabkan bekas-bekas yang khas pada gigi. Sebagai contoh, gigi yang digunakan untuk memotong benang, atau untuk melembutkan kulit binatang sebelum digunakan sebagai pakaian; mempunyai bekas keausan yang khas pada gigi. Demikian juga kebiasaan merokok menggunakan pipa, dapat menyebabkan keausan pada tempat di mana pipa itu diselipkan di antara gigi atas dan bawah. Dengan menggunakan pengetahuan di dalam antropologi dental, seseorang juga dapat melacak evolusi ordo primata, dan juga menentukan karakteristik ras dari sisi morfologi giginya(Artaria, 2009). Banyak studi di bidang antropologi dental yang mencoba merunut sejarah persebaran populasi di suatu area tertentu, dengan memperbandingkan morfologi giginya. Berdasarkan itu, dapat diselidiki seberapa dekat afinitas antara kelompok populasi satu dengan yang lain. Karakteristik gigi yang diteliti itu dapat berupa karakteristik metris maupun non-metris(Artaria, 2009). 2.2.1 Karakteristik Non-Metris Pada Gigi Variasi metris pada gigi adalah karakteristik gigi yang diukur secara langsung. Diameter mesiodistal mahkota gigi adalah salah satu contohnya. Pada penelitian mengenai karakteristik gigi non-metris, dilakukan observasi, pembandingan, dan kemudian dilakukan scoring. Karakteristik non-metris itu diidentifikasi “ada” atau “tidak ada”. Bisa juga karakteristik itu diidentifikasi berdasarkan derajad perkembangannya, atau bentuknya. Karakteristik non-metris ini cukup kompleks dan asesmennya menuntut adanya standar yang seragam. Hal ini telah dimulai oleh Dahlberg pada tahun 1940an dengan membuat cetakan-cetakan untuk standarisasi karakteristik gigi, sehingga peneliti-peneliti morfologi gigi menggunakan standar yang sama dan dapat saling memperbandingkan hasil penelitian mereka. Antropologi dental dimulai pada sekitar abad 19, di mana antropolog dan ahli anatomi melihat adanya variasi morfologis gigi, dan mulai mendeskripsikannya. Variasi morfologi ini diduga berkaitan dengan variasi biologis manusia dari sisi non-dental, sehingga ada kaitannya dengan jenis-jenis ras manusia. Jenis karakteristik gigi yang mula-mula ditemukan adalah Carabelli cusp atau kadang disebut dengan Carabelli trait. Cusp ini banyak dijumpai pada orang Eropa. Morfologi gigi, khususnya karakteristik gigi seperti Carabelli’s cusp berkaitan erat dengan faktor genetis. Contoh lain adalah panjang-pendeknya akar gigi juga berkaitan erat dengan faktor keturunan. Keturunan Asia mempunyai akar gigi yang relatif pendek dibandingkan keturunan Eropa. Karena faktor genetis sangat kuat berpengaruh pada karakteristik gigi,maka gigi dapat digunakan untuk menentukan garis keturunan. Gigi anak tentu sangat mirip dengan gigi orang tuanya, sehingga dapat diprediksi apakah si X merupakan anak dari pasangan A dan B ataukah pasangan C dan D. Hasil penelitian Boraas menyebutkan bahwa saudara kembar satu telur (monozygot) lebih mirip satu sama lain karakteristik giginya dari pada saudara kembar dua telur (dizygot). Dengan demikian ini memperkuat kesimpulan bahwa faktor genetis erat kaitannya dengan karakteristik gigi. Dental traits dijumpai baik pada gigi seri, taring, premolar maupun geraham (molar). Karakteristik gigi yang sering observasi adalah pada bagian molar, karena merupakan jenis gigi yang paling besar pada manusia. Molar atas dan molar bawah mempunyai bentuk yang sedikit berbeda. Molar atas biasanya terdiri dari 4 cusp. Beberapa dari karakteristik gigi molar yang dijumpai pada manusia adalah: (Artaria, 2009) 1. MOLAR ATAS a. Carabelli Trait Karakteristik gigi ini mungkin adalah yang paling dikenal oleh para dokter gigi, khususnya oleh dokter gigi kulit putih (Eropa, Amerika Serikat, dan Australia). Carabelli trait ditemukan oleh Georg von Carabelli pada tahun 1842. Dia adalah seorang dokter gigi yang dipekerjakan oleh Kaisar Franz di Austria. Carabelli trait adalah accessory cusp yang letaknya pada bagian mesiolingual molar atas. Karakteristik ini seringkali ditemukan pada sudut mesiolingual M1 permanen atauM2 gigi sulung, dan kadang-kadang dijumpai pada M2 permanen. Pada penelitian yang mengkorelasikan antara Carabelli cusp dengan ukuran mahkota gigi, ternyata terdapat korelasi yang positif antara besarnya Carabelli cusp dengan ukuran mahkota gigi 11, 12, 13, 14. Ada indikasi dimorfisme sexual pada ukuran Carabelli cusp, di mana laki-laki cenderung mempunyai cusp yang lebih besar 12, 13, 14, meskipun tidak semua penelitian menghasilkan kesimpulan yang sama 2. Pada penelitian Hsu et al, ditemukan juga bahwa terdapat korelasi yang positif antara kemunculan Carabelli cusp dan Shovel shape pada populasi di Cina di Taiwan dan Bunun (penduduk asli di Taiwan), khususnya pada populasi yang pertama. Sebagai cusp, Carabelli trait ini mempunyai ukuran yang bervariasi. Ukurannya mulai dari bentuk sebagai tonjolan kecil, sampai dengan cusp yang ukurannya sama besar dengan cusp inti. Kadang kala, Carabelli ini berupa cingulum yang muncul di bagian lingual. Hal seperti ini juga dijumpai pada primata selain manusia, misalnya chimpanzee, gibbon, orangutan dan gorilla (Artaria, 2009). b. Hypocone Dari sisi evolusi gigi manusia, hypocone adalah yang paling belakangan muncul. Bentuknya cukup bervariasi, terutama pada molar ke dua. Hypocone sangat sering dijumpai di Afrika, dan cukup sering dijumpai di Asia. Skor hypocone mulai dari 0 sampai 5. Identifikasi hypocone pada umumnya tidak terlalu sulit, kecuali pada molar ke 2 dan molar ke 3, di mana kadang kala hypocone sulit dibedakan dengan metaconule (Artaria, 2009). c. Metacone (Cusp 3) Metacone (cusp 3) pada molar atas mempunyai ukuran yang bervariasi.Turner memberikan skor mulai 0 sampai 5 berdasarkan besarnya relatif terhadap cusp yang lain (Artaria, 2009). d. Cusp 5 (Metaconule) Metaconule (Cusp 5) ditemukan pada bagian oklusal, pada distal marginal ridge molar atas, di antara metacone dan hypocone, tetapi lebih dekat pada metacone. Kemunculan metaconule lebih sering pada molar 1 atas, meskipun dapat pula dijumpai pada molar 2 dan 3, sehingga scoring dilakukan pada molar ke satu. Pada penelitian yang dilakukan di Melanesia, meskipun metaconule dijumpai lebih sering pada molar ke 1, tetapi ketika muncul di molar ke 2 dan ke3, ukurannya lebih besar (Artaria, 2009). e. Parastyle Parastyle terletak pada permukaan buccal paracone molar atas ke 3, atau ke 2, dan lebih jarang dijumpai pada molar ke 1. Parastyle kadang disebut sebagai paramolar tubercle. Meskipun jarang dijumpai, bisa saja parastyle muncul pada bagian buccal metacone(Artaria, 2009). 2. MOLAR BAWAH Gigi yang terkalsifikasi pertama kali pada gigi geraham adalah protoconid,lalu metaconid, hypoconid, entoconid, dan kemudian hypoconulid. Secara umum,cusp yang terletak pada mesiobuccal adalah yang pertama terkalsifikasi.Pada molar bawah, urutan dari munculnya cusp adalah sebagai berikut: (Artaria, 2009) a. Pola Cusp Pola yang dibentuk oleh cusp-cusp pada molar bawah dapat membentuk pola-pola Y, X, atau +. Standar yang dibuat untuk menyamakan pola-pola ini dibuat pertama kali oleh Jorgensen. Terkadang cukup sulit untuk menentukan pola cusp-nya lebih mirip dengan pola yang mana. Cara yang lebih mudah adalah dengan memperhatikan cusp mana yang saling bersentuhan satu samalain, atau bagian mana yang bersinggungan dengan central fossa. Pada pola +, semua cusp mempunyai kontak satu dengan yang lain. Pola X ditunjukkan oleh adanya cusp 1 dan cusp 4 yang saling bersinggungan. Pola Y (DryopithecusPattern) didapati jika terjadi kontak pada cusp 2 dan cusp 3(Artaria, 2009). b. Ketidakmunculan Cusp 5 (no Hypoconulid) Berkaitan dengan evolusi pada hominid, maka terjadilah reduksi jumlah cusp pada molar bawah. Cusp yang hilang adalah cusp distobuccal, atau cusp hypoconulid. Ketidakmunculan cusp 5 ini sering terjadi pada molar ke 2 bawah, dan kadang juga terjadi pada molar ke 1(Artaria, 2009). c. Cusp 6 (entoconulid) Kadang pada molar bawah dijumpai cusp ke 5 (entoconulid). Letak cusp 6 adalah pada bagian distolingual. Frekuensi didapatinya cusp 6 ini cukup tinggi di Asia utara dan suku bangsa “Indian” di benua Amerika. Menurut Townsend et al, kontribusi genetis terbesar didapati pada variabilitas entoconulid pada molar ke 1. Asosiasi yang signifikan dapat dijumpai pada ekspresi entoconulid pada molar bawah dan metaconule molar atas. Ini menandakan adanya mekanisme developmental yang mirip di antara keduanya(Artaria, 2009). d. Cusp 7 Cusp 7 terletak antara metaconid dan entoconid. Bentuknya biasanya menyerupai segi tiga yang terjepit di antara dua cusp yang lain. Untuk scoring biasanya dilakukan pada gigi molar 1 bawah. Gigi dengan cusp ke 7 ini sering dijumpai di Afrika (Artaria, 2009). e. Protostylid Letak protostylid adalah pada bagian buccal dari cusp 1 molar bawah. Meskipun demikian, dia bukanlah cusp yang sesungguhnya. Artinya, dia hanya menempel pada cusp, meski seandainya pun ukurannya besar. Protostylid merupakan penanda genetis yang sangat kuat, karena banyak dijumpai pada suku bangsa “Indian” di Amerika, tetapi tidak terlalu banyak dijumpai pada ras Mongoloid di Asia utara. Ketika observasi kemunculan protostylid ini dilakukan pada Australopithecus, ditemukan bahwa protostylid telah ditemukan pada makhluk pramanusia ini, dengan derajad ekspresi yang sangat bervariasi (Artaria, 2009). 2.2.2 Sexual Dimorfisme Dimorfisme adalah suatu karakteristik yang dimiliki oleh manusia serta makhluk hidup lain, dimana adanya perubahan terhadap dimensi pada sebagian aringan yang disebabkan oleh perbedaan jenis kelamin. Perubahan dimensi ini merujuk kepada perbedaan ukuran, bentuk, warna dan lain-lain antara laki-laki dan perempuan. Salah satu perbedaan antara laki-laki dan perempuan adalah karakteristik dari skeleton. Tulang dan tulang tengkorak bervariasi antara laki-laki dan perempuan dan perbedaan ini biasanya berdasarkan profil tulang laki-laki yang lebih menonjol dan lebih terlihat berbanding perempuan (Rozali, 2011). Seksual dimorfisme ini turut terlihat pada gigi-gigi dari berbagai spesiesmakhluk hidup. Setiap gigi baik gigi desidui maupun gigi permanen mempunyai truktur seperti enamel, dentin dan pulpa, tetapi dengan morfologi yang berbeda. Tidak ada dua gigi yang mempunyai morfologi yang sama dan morfologi gigi untuk setiap individu adalah unik dan ditentukan oleh faktor genetik (Rozali, 2011). Seksual dimorfisme ini turut terlihat pada gigi-gigi dari berbagai spesies akhluk hidup. Setiap gigi baik gigi desidui maupun gigi permanen mempunyai struktur seperti enamel, dentin dan pulpa, tetapi dengan morfologi yang berbeda. Tidak ada dua gigi yang mempunyai morfologi yang sama dan morfologi gigi untuk setiap individu adalah unik dan ditentukan oleh faktor genetik (Rozali, 2011). Telah banyak penelitian mengenai pengukuran mahkota gigi dilakukan antara laki-laki dan perempuan dan dijumpai beberapa variasi. Walaupun, morfologi struktur gigi antara laki-laki dan perempuan itu sama, tetapi gigi-gigi tersebut tidak mempunyai ukuran yang sama karena ukuran gigi sangat dipengaruhi oleh factor genetik dan faktor-faktor lain seperti aktivitas pengunyahan, nutrisi, aktivitas metabolisme dan lain-lain. Beberapa studi mendapatkan bahwa perempuan mempunyai diameter mesiodistal gigi kaninus rahang bawah yang lebih kecil dibanding laki-laki dan didapatkan adanya variasi hanya pada gigi kaninus permanen. Salah satu penelitian terdahulu untuk mengkaji mengenai seksual dimorfisme pada gigi telah dilakukan pada anak-anak di Ohio. Hasil penelitian mendapatkan adanya perbedaan yang signifikan pada diameter mesiodistal gigi laki-laki dan perempuan. Gigi kaninus menunjukkan persentase seksual dimorfisme yang paling besar dengan perbedaanrata-rata 6% (Rozali, 2011). 2.3 Pemeriksaan Odontologi 2.3.1 Ilmu kedokteran forensik (forensik odontologi) Ilmu kedokteran gigi forensik memiliki nama lain yaitu forensic dentistry dan odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan.(julianti dkk, 2008). Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan: Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh lingkungan yang ekstrim.Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (dental record) dan data radiologis.Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan giginya masih utuh. (julianti dkk, 2008). Batasan dari forensik odontologi terdiri dari Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan kraniofasial. Penentuan umur dari gigi. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark). Penentuan ras dari gigi. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan kekerasan. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal. (julianti dkk, 2008). 2.3.2 Odontologi Forensik Gigi memenuhi syarat untuk dapat dijadkan sarana identifikasi karena mempunyai faktor (julianti dkk, 2008). 1. Derajat individualitas yang tinggi Berdasarkan perhitungsn dan penelitian untuk menentukan orang yang giginya sama giginya adalah satu per dua triliyun. Adanya pola erupsi dengan 20 gigi susu dan 32 gigi geligi, perubahan karena kerusakan atau tindakan perawatan serta ciri khas seperti lngkung gigi membuat gigi merupakan ciri khas tiap-tiap orang. 2. Derajat kekuatan dan ketahanan terhadap berbagai pengaruh kerusakan. Identifikasi dengan sarana gigi sangat mungkin dilakukan karena sifat gigi yang sangat kuat dan tahan terhadap berbagai pengaruh kerusakan. Hal ini karena gigi tersusun dari bahan anorganik dan tempatnya yang trlindung oleh mulut yang cukup memberikan perlindungan. Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan dengan cara membandingkan data gigi yang diperoleh dari pemeriksaan orang atau jenazah tak dikenal (data postmortem) dengan data gig yang pernah dibuat sebelumnya dari orang yang diperkirakan(data antemortem) (julianti dkk, 2008). Data antemortem merupakan syarat utama yang harus ada apabila identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan. Data antemortem tersebut berupa (julianti dkk, 2008). 1. Dental record, yaitu keterangan tertulis berupa odontogram atau catatan keadaan gigi pada waktu pemeriksaan,pengobatan dan perawatan gigi. 2. Foto rontgen gigi 3. Cetakan gigi 4. Prothesis gigi atau alat orthodonsi 5. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi 6. Keterangan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah Untuk data gigi postmortem yang perlu dicatat pada pemeriksaan antaara lain (julianti dkk, 2008). 1. Gigi yang ada dan tidak ada,bekas gigi yang tidak ada apakah masih baru atau sudah lama. 2. Gigi yang ditambal,jenis dan klasifikasi bahan tambal 3. Anomali bentuk dan posisi 4. Karies atau kerusakan yang ada 5. Jenis dan bahan restorasi 6. Atrisi dataran kunyah gigi yang merupakan proses fisiologis untuk fungsi mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur 7. Gigi molar ketiga sudah tumbuh atau belum 8. Ciri-ciri populasi ras dan geografis Kesulitan yang dijumpai adalah adanya kenyataan bahwa belum semua orang yang giginya terarsipkan. Selain itu keadaan gigi setiap orang berubah karena perkembangan, kerusakan dan perawatan (julianti dkk, 2008). Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk membedakan usia seseorang, jenis kelamin,golongan darah, kebiasaan tertentu dan ras. Hal ini dapat membantu untuk membatasi korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/memperkuat identitas korban (julianti dkk, 2008). 1. Penentuan Usia Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun. Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang yang lebih baik daripada pemeriksaan antropologi lainnya pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua diawali pada minggu ke 6 intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 – 16 minggu dan berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang stress metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini akan tetap ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika ditemukan mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan dentin ini umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat digunakan dengan melihat ketebalan dari struktur di atas neonatal line. Pertumbuhan gigi permanen diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada usia 14 – 16 tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk menentukan umur, penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat digunakan untuk penentuan perkembangan gigi (julianti dkk, 2008).5 Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari perkembangan gigi molar tiga yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah melebihi usia 22 tahun, terjadi degenerasi dan perubahan pada gigi melalui terjadinya proses patologis yang lambat dan hal seperti ini dapat digunakan untuk aplikasi forensik (julianti dkk, 2008). 2. Penentuan Jenis Kelamin Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis kelamin. Gigi geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus mandibulanya. Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm. Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk membedakan jenis kelamin (julianti dkk, 2008). 3. Penentuan Ras Gambaran gigi untuk ras mongoloid adalah sebagai berikut: (julianti dkk, 2008). Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan nyata berbentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras kaukasoid dan 12 % ras negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti sekop walaupun tidak terlalu jelas. Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan oklusal premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada 20% mongoloid.Lengkungan palatum berbentuk elips.Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus. Gambar 3 Gambaran gigi untuk Ras kaukasoid adalah sebagai berikut: (julianti dkk, 2008) Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari mandibula.Maloklusi pada gigi anterior.Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.Dagu menonjol. Gambar 4 Gambaran gigi untuk ras negroid adalah sebagai berikut: (julianti dkk, 2008) Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan.Sering terdapat open bite. Palatum berbentuk lebar.Protrusi bimaksila. Di bawah ini merupakan contoh gambar open bite: (julianti dkk, 2008) Gambar 511 Golongan darah Penentuan golongan darah dari pemeriksaan gigi yaitu dengan menggunakan metode Absorption Ellusion Test, pemeriksaan in dapat dipakai pada sistem golongan darah A,B,O (julianti dkk, 2008) Kebiasaan tertentu Dari pemeriksaan bentuk serta kondisi geligi, dapat menentukan atau memberikan gambaran ciri-ciri khusus seseorang, seperti perokok, pemakan sirih, penjahit, hair dresser dan penghisap pipa (julianti dkk, 2008) 2.4 Kelainan Pertumbuhan Dan Perkembangan Gigi a. Kelainan Ukuran Gigi Makrodonsia Definisi : Makrodonsia yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih besar dari normal, hampir 80 % lebih besar (bisa mencapai 7,7-9,2 mm). Keadaan ini jarang dijumpai, sering di DD (Diferensial Diagnosa/Diagnosa Banding) dengan Fusion Teeth. Gigi yang sering mengalaminya adalah gigi insisivus satu atas (OCW USU, 2008). Perawatan : Hampir tidak ada, kecuali dicabut bila dianggap mengganggu estetis (OCW USU, 2008). Mikrodonsia Definisi : Yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih kecil dari normal. Bentuk koronanya (mahkota) seperti conical atau peg shaped. Sering diduga sebagai gigi berlebih dan sering dijumpai pada gigi insisivus dua atas atau molar tiga. Ukuran gigi yang kecil ini dapat menimbulkan diastema(OCW USU, 2008). Perawatan : Pada gigi insisivus dua dapat ditambal dengan komposit resin (dapat digunakan selluloid crown sebagai alat bantu) sehingga kembali seperti ukuran normal atau dibuatkan jaket krown bila akarnya sudah tertutup sempurna. Sedangkan pada molar tiga umumnya tidak dilakukan perawatan(OCW USU, 2008). b. Kelainan Waktu Erupsi Natal dan Neonatal Teeth Banyak istilah yang digunakan untuk menerangkan gangguan waktu erupsi gigi sulung yang erupsi sebelum waktunya, seperti istilah gigi kongenital, gigi fetal, gigi predesidui atau gigi precoks. Massler dan Savara (1950) menggunakan istilah gigi natal dan neonatal. Definisi Gigi Natal adalah gigi yang telah erupsi/telah ada dalam mulut pada waktu bayi dilahirkan. Definisi Gigi Neonatal adalah gigi yang erupsi selama masa neonatal yaitu dari lahir sampai bayi berusia 30 hari(OCW USU, 2008). Erupsi normal gigi insisivus sulung bawah dimulai pada usia 6 bulan, jika gigi sulung erupsi semasa 3-6 bulan kehidupan disebut gigi predesidui. Gigi ini merupakan gigi sulung yang erupsinya prematur, jadi tidak termasuk gigi supernumerary atau gangguan pertumbuhan lainnya (OCW USU, 2008). Etiologi a. Posisi benih yang superfisial (dekat ke permukaan) b. Bertambahnya proses erupsi gigi selama atau setelah anak mengalami demam. c. Keturunan d. Akibat sifilis kongenital e. Gangguan kelenjar endokrin f. Defisiensi makanan Gambaran klinis Gambaran klinis menunjukkan perkembangan yang kurang, ukuran kecil, bentuk konikal, warna kuning (bahkan ada yang coklat) disertai hipoplasia email dan dentin serta kurangnya atau tidak ada perkembangan akar. Akibat tidak mempunyai akar atau kurangnya perkembangan akar, maka gigi tersebut hanya melekat pada leher gingiva, tidak kuat sehingga memungkinkan gigi tersebut dapat bergerak ke segala arah. Lokasi paling sering adalah pada gigi insisivus bawah (85 %), pada rahang atas jarang dijumpai (OCW USU, 2008). Perawatan · Gigi yang tidak menimbulkan kesulitan dan keluhan pada bayi maupun ibunya, dapat dipertahankan. · Bila gigi tersebut fraktur, sangat mobiliti (dikhawatirkan dapat tertelan), mengganggu sewaktu menyusui (ASI) maka sebaiknya gigi tersebut dicabut saja. Pencabutan dianjurkan setelah bayi berusia 10 hari, hal ini dihubungkan dengan produksi vitamin K dalam tubuhnya dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit. · Bila menimbulkan ulkus pada lidah bayi (disebut penyakit Riga Fede) akibat posisi lidah sewaktu menyusui atau ulkus pada puting susu ibu, gigi dapat diasah dengan menggunakan stone bur. Kista Erupsi Definisi : Kista erupsi atau eruption cyst adalah suatu kista yang terjadi akibat rongga folikuler di sekitar mahkota gigi sulung/tetap yang akan erupsi mengembang karena penumpukan cairan dari jaringan atau darah (OCW USU, 2008). Gambaran Klinis: (OCW USU, 2008). · Diawali dengan terlihatnya daerah kebiru-biruan pada gigi yang akan erupsi, · Kemudian terjadi pembengkakan mukosa yang disertai warna kemerahan. · Akibat pembengkakan ini dapat menyebabkan tergigit oleh gigi antagonisnya sehingga menimbulkan rasa tidak enak atau rasa sakit. Perawatan · Beberapa kista yang ringan (pembengkakan kecil) dapat hilang dengan robeknya kista dan erupsinya gigi. Pada keadaan yang parah disertai gangguan pada anak yaitu cengeng atau gelisah, kista dapat diinsisi, kemudian diberi antibiotik dan analgetik untuk mencegah infeksi dan rasa sakit. (OCW USU, 2008) Gigi Molar Sulung Yang Terpendam Terbenamnya gigi molar sulung disebut juga dengan Submerged teeth yaitu suatu gangguan erupsi yang menunjukkan gagalnya gigi molar sulung mempertahankan posisinya akibat perkembangan gigi disebelahnya sehingga gigi molar sulung tersebut berubah posisi menjadi di bawah permukaan oklusal (OCW USU, 2008). Gigi molar dua sulung rahang bawah lebih sering terkena, bahkan ada penelitian yang menemukan bahwa gigi tersebut terbenam seluruhnya sampai di bawah gingiva. Mekanisme terbenamnya belum diketahui dengan pasti, diduga berhubungan dengan ankilosis, yang disebabkan pengendapan tulang yang berlebihan selama fase resorpsi dan reposisi (perbaikan) yang merupakan ciri normal resorpsi akar pada gigi sulung. Pergerakan ke arah oklusal dari gigi molar dua sulung terhambat atau terhenti sehingga gigi tersebut terletak di bawah permukaan oklusal gigi molar satu sulung dan molar satu tetap (OCW USU, 2008). Perawatan · Beberapa kasus, gigi yang terbenam tersebut dapat lepas sendiri. · Bila ada tanda terganggunya benih premolar dua di bawahnya ( melalui ronsen foto) atau kemungkinan gigi didekatnya terungkit (gigi molar satu tetap), sebaiknya gigi yang terbenam tersebut dicabut saja. (OCW USU, 2008) Erupsi ektopik gigi molar pertama tetap Erupsi ektopik yaitu erupsinya gigi molar pertama tetap yang keluar dari posisinya di lengkung rahang, mendorong molar dua sulung sehingga terjadi resorpsi sebagian atau seluruhnya dari molar dua sulung. Resorpsi terjadi di sebelah distal molar sulung (OCW USU, 2008). Etiologi Faktor lokal · Ukuran gigi sulung dan gigi tetap lebih besar dari normal. · Ukuran gigi molar dua sulung dan gigi molar satu tetap lebih besar dari normal · Ukuran rahang lebih kecil dari normal · Angulasi/jalan erupsi molat satu tetap tidak normal · Erupsi dini molar satu tetap · Kurangnya pertumbuhan tulang pada regio tuberositas Faktor Herediter Erupsi ini ternyata sering dijumpai diantara saudara kandung dibanding populasi umum (OCW USU, 2008). Akibat yang ditimbulkan: Pada awalnya pasien tidak mempunyai keluhan, namun bila proses ini terus berlanjut sehingga resobsi akar gigi tetangganya semakin parah, dapat menyebabkan infeksi pulpa. Akibatnya pasien akan merasa sakit dan tidak enak(OCW USU, 2008). Perawatan Tujuan perawatan adalah menjauhkan gigi yang erupsi ektopik dari gigi yang diresorpsinya. Perawatan difokuskan dengan mengubah jalan erupsi gigi molar pertama permanen untuk menghindari terjadinya resorpsi yang lebih parah. Erupsi ektopik ada dua tipe, yaitu reversibel dan irreversibel. Yang reversibel artinya gigi tersebut (molar dua sulung) dapat secara spontan membebaskan dirinya dan mengadakan erupsi, sedangkan yang irreversibel harus dirawat (OCW USU, 2008). Perawatannya yaitu dengan cara : · Tanpa pencabutan gigi molar dua sulung. Untuk membebaskannya digunakan Brass ligature wire, helical spring, penggrindingan permukaan distal gigi molar dua sulung atau menggunakan pesawat Humprey. · Dengan pencabutan gigi molar dua sulung. Bila resorpsi telah parah, sehingga gigi tersebut (gigi molar dua sulung) goyang, maka sebaiknya gigi molar dua sulung dicabut saja. (OCW USU, 2008) Erupsi Gigi Tetap Yang Tertunda Meskipun keterlambatan erupsi gigi dapat dihubungkan dengan keadaan tertentu misalnya sindrome down, keterlambatan erupsi gigi yang terlokalisir lebih sering pada gigi tetap dibandingkan gigi sulung (OCW USU, 2008) . Beberapa penyebabnya : Gigi Insisivus Disebabkan resorpsi yang terlambat dari gigi insisivus sulung akibat trauma atau kematian pulpa, dilaserasi mahkota gigi yang akan erupsi, dens supernumerari yang berada dijalan gigi yang akan erupsi atau disebabkan kehilangan gigi sulung yang dini sehingga terjadi penebalan jaringan dan gigi sukar erupsi (OCW USU, 2008). Gigi Kaninus Disebabkan jalur erupsi gigi kaninus tidak sebagaimana mestinya, mengalami penyimpangan. Sering terjadi pada rahang atas (OCW USU, 2008). Gigi premolar Adanya impaksi (tekanan) kearah gigi-gigi lain disebabkan angulasi abnormal (sehingga gigi yang akan erupsi mengalami penyimpangan). Dapat juga disebabkan gigi berjejal, resobsi yang terlambat dari gigi molar sulung atau terpendamnya molar sulung sehingga premolar tidak dapat erupsi (OCW USU, 2008). Gigi Molar Adanya impaksi ke arah lain (OCW USU, 2008) BAB III KONSEPTUAL MAPPING BAB IV PEMBAHASAN Perkembangan gigi geligi merupakan proses kompleks yang disebut juga odontogenesis, dimulai pada minggu ke-6 Intra Uterin berupa proliferasi lapisan ektodermal dan kemudian menghasilkan kuntum gigi (organ enamel). Organ enamel ini akan berkembang melalui serangkaian tahapan-tahapan perubahan morfologi yang nyata yaitu; tahap Bud, tahap Cap, tahap Bell menjadi gigi geligi melalui proses dentinogenesis, amelogenesis, dan pembentukan akar. Dentinogenesis adalah proses pembentukan dentin yang berlangsung dalam dua fase, yaitu fase sintesa matriks organik dentin dan sekresi matriks-organik dentin dan fase pematangan dentin. Sel yang berperan dalam dentinogenesis adalah odontoblas. Amelogenesis adalah proses pembentukan enamel yang berlangsung dalam dua fase, yaitu fase sintesa matriks organik enamel dan sekresi matriks organik enamel dan fase pematangan enamel Sel yang berperan dalam amelogenesis adalah ameloblas. Pembentukan akar dimulai setelah mahkota gigi selesai dibentuk. Sel yang berperan dalam pembentukan ate yaitu sheath of hertwig yang akan membentuk akar pada dentin. Sejalan dengan pembentukan akar, sel-sel papila denris berdiferensiasi menjadi fibroblas yang akan membentuk jaringan pulpa (Gultom, 2008). Bagan pertumbuhan gigi-geligi sulung dan permanen dapat dilihat pada table berikut: Bagan Pembentukan Gigi Gigi Umur saat Umur saat umur saat Klasifikasi pembentukan pembentukan mahkota gigi enamel akar dimulai selesai selesai gigi seri 4-41/2 bulan bayi umur anak umur sulung dalam kandungan 4-5 bulan 11/2-2 tahun gigi taring 5 bulan bayi umur anak umur sulung dalam kandungan 9 bulan 21/2-3 tahun geraham 5-6 bulan bayi umur anak umur Sulung dalam kandungan 6-12 bulan 2-3 tahun gigi seri bayi umur bayi umur anak umur tetap 3-12 bulan 4-5 tahun 9-11 tahun gigi taring bayi umur anak umur anak umur tetap 4-5 bulan 6-7 tahun 12-15 tahun geraham anak umur anak umur anak umur tetap yang 11/2-21/2 tahun 5-7 tahun 12-14 tahun kecil geraham pada saat anak umur anak umur tetap bayi 21/2-tahun 9-10 tahun pertama lahir geraham anak umur anak umur anak umur Tetap yang 21/2-tahun 7-8 tahun 14-16 tahun kedua geraham anak umur anak umur orang dewasa tetap 7-10 tahun 12-16 tahun umur 18-25 ketiga tahun Dari semua tahap studi anatomi pada sistem manusia, salah satu yang paling kompleks adalah morfologi kavitas pulpa. Perbedaan ciri-ciri morfologik eksternal mahkota gigi sesuai dengan perbedaan bentuk dan ukuran kepala. Panjang mahkota berbeda-beda sesuai dengan ukuran dan jenis kelamin orang dan pada umumnya lebih pendek pada wanita dari pada pria. Karena morfologi gigi eksternal berbeda dari orang yang satu ke orang yang lain maka begitu juga morfologi internal mahkota dan akar. Perubahan dalam anatomi kavitas pulpa disebabkan karena umur, penyakit dan trauma. Meskipun perbedaan morfologik terjadi,pengalman klinis menunjukkan bahwa perubahan-perubahan ini biasanya mengikuti suatu pola umum,jadi studi morfologi kavitas pulpa adalah suatu usaha yang dapat dikerjakan dengan mudah (Grossman, 1995). Setiap gigi baik gigi desidui maupun gigi permanen mempunyai truktur seperti enamel, dentin dan pulpa, tetapi dengan morfologi yang berbeda. Tidak ada dua gigi yang mempunyai morfologi yang sama dan morfologi gigi untuk setiap individu adalah unik dan ditentukan oleh faktor genetik (Rozali, 2011). Derajat individualistik pada karakter gigi manusia ini dapat digunakan untuk melakukan proses identifikasi yang intinya adalah mengenali seseorang dari komponen yang ada pada orang tersebut misalnya dari karakteristik alami dan lainnya (Abiyanto, 2011). Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan dengan cara membandingkan data gigi yang diperoleh dari pemeriksaan orang atau jenazah tak dikenal (data postmortem) dengan data gig yang pernah dibuat sebelumnya dari orang yang diperkirakan(data antemortem(Abiyanto, 2011). Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk membedakan usia seseorang, jenis kelamin,golongan darah, kebiasaan tertentu dan ras. Hal ini dapat membantu untuk membatasi korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/memperkuat identitas korban (julianti dkk, 2008). BAB V KESIMPULAN Gigi terbentuk melalui beberapa tahap perkembangan. Selama perkembangan gigi geligi, terjadi perubahan struktur dan morfologi dari gigi. Karakteristik morfologis dari gigi tiap-tiap individu adalah unik, dan karena itu dapat digunakan sebagai bahan identifikasi apabila diperlukan. Variasi morfologis dari gigi di kaji melalui pengamatan non metrik maupun metrik. Identifikasi dilakukan dengan metode yang terstruktur yang dipelajari dalam bidang odontologi forensic yang bertujuan mengetahui identitas korban dengan menganalisa karakteristik morfologis spesifik dari sample gigi korban dan membandingkannya dengan data ante mortem.

No comments:

Post a Comment